Menuju kepemimpinan nasional pada Pemilu 2024 mendatang, penulis mengulas tokoh-tokoh yang potensial untuk maju dalam kancah politik tersebut. Penulis menyajikan secara berseri, dan diharapkan publik dapat memberikan penilaian objektif ketika nanti menjatuhkan pilihan.
Menghadapi pandemi corona, kepemimpinan para tokoh menjadi ujian apakah mampu melewati krisis dan memenangkannya. Pertentangan antara pemerintah pusat dengan daerah sempat mewarnai dalam tarik-menarik soal keputusan bagaimana menyikapi kedatangan wabah.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menginginkan langkah ekstrem dengan menerapkan karantina wilayah atau lockdown, disertai pembatasan mobilitas baik transportasi publik maupun akses keluar-masuk ibukota. Lengkap dengan imbauan agar warga tidak mudik ke daerah asal.
Sontak, sejumlah kepala daerah berlomba-lomba menerapkan langkah populis tersebut di wilayah administrasinya masing-masing. Local lockdown sempat diberlakukan di kota-kota seperti Tegal, Tasikmalaya, dan Malang. Aceh yang pernah mengalami operasi militer memilih jam malam.
Solusi lain didesakkan oleh gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang menginginkan dilakukannya tes massal meniru cara Korea. Walikota Surabaya Tri Rismaharini sejak awal melakukan disinfektan secara masif di area publik, termasuk memasang bilik-bilik disinfektan di pintu masuk sarana umum.
Ketika ketegangan menemukan titik kompromi melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), daerah-daerah yang menjadi bagian dari metropolitan Jabodetabek yang pertama mengajukan dan disetujui. Disusul daerah-daerah seperti Pekanbaru, Tegal, Bandung, dan Makassar.
Di tengah “perlombaan kepemimpinan” itu, gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo justru tampak tidak seagresif kepala-kepala daerah lain, khususnya dalam menerapkan lockdown atau mengusulkan PSBB. Bahkan terkesan Ganjar tidak setuju ketika lockdown diberlakukan di Tegal.
Tetapi dari awal Ganjar mengambil langkah-langkah strategis, di antaranya menyiapkan anggaran khusus untuk menangani pandemi mencapai Rp 1,4 triliun. Di tengah kelangkaan alat pelindung diri (APD), Ganjar menggerakkan usaha garmen untuk memproduksi dalam skala besar.
Kepedulian Ganjar kepada tenaga medis dibuktikan dengan menghubungi langsung melalui sambungan telepon. Di antaranya petugas perempuan bagian IGD yang positif corona dan harus diisolasi, terpisah dari anaknya yang masih balita. Ganjar mendengar curhatnya dan menyemangati.
Ganjar juga menelepon seorang pasien yang sembuh, lalu berbagi pengalaman saat berjuang melawan corona. Tidak lupa mengingatkan agar masyarakat mematuhi imbauan pemerintah soal physical distancing. Pasien lainnya bercerita soal stigma yang dialami sebagai pengidap Covid-19.
Diskriminasi paling menyedot perhatian publik adalah penolakan sebagian warga terhadap pemakaman jenazah perawat asal Semarang yang positif corona. Ganjar sampai mengupayakan agar tenaga medis yang menjadi korban Covid-19 dapat dikebumikan di Taman Makam Pahlawan.
Provinsi Jateng sebagai daerah asal pemudik di kota-kota besar yang telah menjadi zona merah menjadi persoalan tersendiri. Tidak bisa dihindari sebagian perantau memutuskan untuk mudik setelah banyak perusahaan diliburkan atau berhenti operasinya usaha-usaha sektor informal.
Bagi mereka yang terpaksa mudik diwajibkan untuk isolasi mandiri karena berstatus dalam pemantauan (ODP). Kepala desa diinstruksikan untuk menyiapkan tempat isolasi untuk para pemudik. Ganjar meninjau langsung ke Kendal dan Batang dan memuji pemudik yang patuh isolasi.
Terima kasih pun diucapkan kepada perantau yang tidak mudik dan bertahan di seputar Jakarta. Kepada mereka, Ganjar mengupayakan agar mereka mendapat bantuan sosial serta berkomunikasi dengan pemerintah pusat dan kepala-kepala daerah setempat (DKI Jakarta, Jabar, dan Banten).
Sebaliknya, Ganjar juga memastikan perantau asal daerah lain yang ada di Jateng akan di-openi (dipelihara). Misalnya Ganjar mendatangi asrama mahasiswa Papua, dan dalam waktu satu jam bantuan sembako dari pemerintah provinsi Jateng langsung tiba.
Ganjar memilih jalan kepemimpinan yang mengayomi dan menginspirasi di tengah-tengah pandemi. Kepedulian semacam itu tampaknya berurat akar dari pengalaman hidup Ganjar yang prihatin, banyak dirundung kesusahan. Sebagaimana nama asli Ganjar yaitu Sungkowo, artinya kesedihan.
Semasa menempuh kuliah di UGM, Ganjar aktif di organisasi mahasiswa nasionalis GMNI dan kerap terlibat demonstrasi. Pengalaman aktivisme itu membawa Ganjar ke pusaran politik pada masa konflik internal PDI. Ganjar berada di kubu Megawati yang melawan kekuatan Orde Baru saat itu.
Karier politik Ganjar makin bersinar dengan terpilih sebagai wakil rakyat dua periode, hingga kemudian diusung PDIP dalam Pilkada Jateng melawan calon gubernur petahana. Tagline Ganjar dan pasangannya mantan bupati Purbalingga Heru Sudjatmoko saat itu mboten korupsi, mboten ngapusi.
Ganjar menang dan langsung melakukan berbagai gebrakan, khususnya dalam reformasi birokrasi. Partisipasi masyarakat untuk mengawasi kinerja pemerintah didorong melalui keaktifan di media sosial. Ganjar sendiri eksis di Twitter dalam menanggapi berbagai persoalan yang diadukan warga.
Hanya saja, Ganjar masih tersandung beberapa masalah. Selain aksi-aksi menolak pembangunan pabrik semen di pegunungan karst Kendeng, Ganjar juga terseret dalam “dugaan”pusaran skandal korupsi e-KTP saat masih menjabat anggota DPR. Dugaan ini sampe sekarang belum terbukti secara hukum, tapi ini bisa menjadi alat politik yang di eksploitasi ke publik untuk menjatuhkan krideblitas Ganjar.
Di tengah panasnya situasi politik, Ganjar kembali memenangkan periode kedua sebagai gubernur Jateng. Berpasangan dengan Taj Yasin putera tokoh ulama KH Ma’mun Zubair, Ganjar mengalahkan Sudirman Said yang didukung kuat oleh capres Prabowo, rival kubu PDIP di tingkat nasional.
Nama Ganjar moncer dalam berbagai survei elektabilitas capres 2024, bersanding dengan kepala-kepala daerah seperti Anies, Kang Emil, dan Risma, maupun tokoh-tokoh nasional lainnya. Tidak menutup kemungkinan Ganjar diusung maju pilpres, baik oleh PDIP maupun partai-partai lain.
Pengalaman panjang dalam pertarungan elektoral dan karier politik di legislatif maupun eksekutif menjadi modal kuat Ganjar. Gaya kepemimpinannya yang inspiratif memenangkan hati masyarakat, lebih-lebih populasi di Pulau Jawa masih menjadi penentu dalam raihan suara nasional.
Gelombang politik baru yang memunculkan kepemimpinan elite produk pemilihan langsung memberi peluang bagi Ganjar untuk maju ke tingkat nasional. Begitu pula potensi krisis ekonomi akibat resesi dan diperparah oleh pandemi dapat mengguncang kekuatan lama yang masih bercokol.
Aksi-aksi mahasiswa generasi Z yang belakangan muncul menginginkan perubahan seperti masa 98. Ganjar sebagai mantan aktivis mampu melunakkan emosi anak-anak muda, seperti ditunjukkan saat dialog di kampus UMY. Kekuatan inspiratif Ganjar layak dirasakan hingga ke penjuru Tanah Air.