Senin, April 29, 2024

Darurat Pemilu di Israel

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Sulit untuk membayangkan bagaimana realitas politik Israel di era Netanyahu dipenuhi orang-oang toxic mengingat kontroversi yang mereka bangun. Baru-baru ini Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu menunjuk mantan Ketua Mahkamah Agung Aharon Barak untuk mewakili Israel di Mahkamah Internasional di Den Haag. Dia akan bergabung dengan panel yang akan mendengar proposal Afrika Selatan yang menyerukan agar Israel diselidiki untuk kejahatan perang di Jalur Gaza.

Aharon Barak merupakan corong Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, pendukung “reformasi peradilan” yang memicu angkara murka warga Israel. Selama satu tahun Netanyahu dan pendukungnya memajukan kudeta pemerintah yang membawa Israel ke jurang perang saudara. Ini hanya terhenti oleh serangan kelompok pejuang Hamas. Netanyahu – yang menulis “Fighting Terrorism: How Democracies Can Defeat Domestic and International Terrorists” – mendapatkan momentum pembebasan diri dengan melakukan pemberangusan terhadap Hamas.

Gang Netanyahu berdalih mereka harus melakukan semua ini untuk mencabut revolusi konstitusi yang dipimpin Barak. Dan sekarang, ketika Israel menghadapi tuduhan genosida untuk pertama kalinya dalam sejarahnya, orang-orang dengan kemampuan dan pengalaman nyata, yang benar-benar menginginkan yang terbaik untuk Israel malah tidak tampil. Yang justru mengambil alih panggung adalah mereka dengan mentalitas bukan pembangun tapi penghancur.

Sebuah negara yang sehat akan menuntut pengunduran diri Netanyahu dan pemerintahannya yang berbahaya sehari setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Sebuah masyarakat yang waras akan bergerak di jalan-jalan secara massal dan menuntut pengunduran diri langsung geng yang tidak kompeten yang membawa Israel ke tepi jurang.

Namun hal ini tidak terjadi. Serangan Hamas menunjukkan Israel berada di titik nadir terdalam yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tidak ada tentara, tidak ada kementerian pemerintah yang berfungsi, tidak ada kepemimpinan. Hanya seorang perdana menteri yang lagi-lagi terbukti menjadi cangkang kosong.

Netanyahu—yang memegang rekor sebagai perdana menteri Israel yang paling lama menjabat, secara kumulatif dan berurutan, lebih lama dari David Ben-Gurion—bertanggung jawab secara langsung. Di bawah kepemimpinannya, Israel hancur: energi, sumber daya, uang, tentara, intelijen militer, kaum intelektual, perhatian publik. Seluruh sistem yang disebut negara berulang kali keluar jalur. Yang menyelamatkannya adalah orang-orang yang masih dianggap jujur, seperti Barak, yang dulu mengendalikan keadaan saat pemerintahan berada dalam kegelapan secara telanjang.

Israel membutuhkan pemerintahan baru dan pemimpin baru yang percaya bahwa ia dapat memetakan visi baru untuk Israel, termasuk hidup damai dengan Palestina—solusi dua negara. Netanyahu tidak tahu bagaimana melakukan ini dan tidak mampu melakukannya. Dia gagal. Dia dan kelompoknya harus hengkang dari pemerintahan. Untuk itu Israel harus mengadakan pemilihan umum lebih awal. Sekarang.

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.