Selasa, Oktober 8, 2024

Cousin Pons dan Cousin Bette: Hubungan Beracun

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Karya terbesar Balzac adalah siklus novel yang disebut La Comédie humaine. Di sini dia berusaha menyoroti luasnya dan bervariasinya kehidupan di Paris pada pertengahan abad ke-19. Setiap novel dan cerita berbeda-beda dan masing-masing berdiri sendiri, namun banyak karakter yang muncul kembali dalam kapasitas yang berbeda.

Hasilnya adalah kaleidoskop fiksi yang padat tentang materialisme, iri hati, dendam, keduniawian, dan nilai-nilai kebajikan. Pelbagai karakter dari beragam usia, tipe serta posisi sosial bertemu satu sama lain, bertindak penuh drama dengan cara-cara berbeda. Dua novel penting dalam proyek ini adalah Cousin Bette dan Cousin Pons, yang ditulis secara berbarengan selama setahun, 1846-1847. Kedua novel ini menyuguhkan tema seputar hubungan yang buruk.

Balzac adalah seorang materialis yang hebat. Novel-novelnya selalu membahas tentang uang. Sebagian besar karakternya dimotivasi oleh keserakahan. Berapa banyak pendapatan yang diperoleh, pengeluaran yang dibelanjakan, apa yang ingin diperoleh dengan mendapatkan suatu posisi, berapa biaya untuk tinggal di Paris atau untuk menikahkan anak perempuan dengan suami yang diinginkan menjadi perhatian utama dalam dunia Balzac.

Dalam konteks ini, Balzac adalah novelis realistis yang klasik karena tidak ada hal yang dapat mengusir sentimentalitas dari sebuah novel selain jumlah uang yang pasti. Kecemasan terhadap uang adalah ciri umum dari alur cerita novel. Godaan yang berlawanan antara keserakahan dan perasaan sebenarnya menawarkan pilihan moral bagi setiap karakter. Mengingat para pengarang menulis untuk mencari nafkah atau terdesak mendapatkan uang, maka hal-hal yang berkaitan dengan uang menjadi menarik buat pengarang.

Bagi Bette dan Pons, pertimbangan kemiskinan dan ketergantungan pada kerabat kaya adalah inti dari karakter dalam karya-karya tersebut. Bette adalah sepupu biasa;  donaturnya yang rupawan telah lama menikah dengan seorang libertine berdedikasi yang sangat dicintainya. Wanita ini, Baroness Hulot, yang sangat religius, telah membantu Bette, namun Bette diam-diam memupuk kebencian kepadanya. Dia berusaha menyakiti keluarga dengan segala cara sambil berpura-pura bersyukur dan penuh kasih sayang. Sementara Pons adalah musisi kecil dan kolektor benda seni besar. Karena terlalu memusatkan diri dan iri pada koleksinya, dia hidup dalam kemiskinan. Satu-satunya kesenangannya adalah keahlian memasak.

Pons punya kebiasaan makan bersama teman-temannya yang kaya, tapi lama kelamaan mereka enggan menerima Pons. Akhirnya dia dihina dan dipecat oleh sepupu-sepupunya, yang tidak tahu bahwa dia memiliki harta karun. Pons punya seorang teman, Schmücke, yang memang benar-benar bodoh, seorang polos yang mencintai Pons tetapi hampir tidak bisa membantunya melawan burung nasar yang berkumpul begitu berita tentang kekayaannya muncul. Sebagian besar novel ini menggambarkan kemunduran Pons menuju kematian saat Schmücke  dan beberapa orang dari teater tempat dia bekerja merencanakan pencurian, penipuan, dan pembunuhan.

Kedua novel ini mempunyai daya tarik yang mengerikan. Dalam Cousin Bette, anak didik Bette, seorang wanita muda yang dia sponsori sebagai penggoda, mengidap penyakit kelamin yang fatal, yang dijelaskan Balzac secara rinci. Dalam Cousin Pons, Pons disiksa oleh pengasuhnya, yang upayanya untuk menindasnya sampai mati dengan melontarkan kata-kata kasar dan menentangnya digambarkan secara panjang lebar.

Dalam kedua novel tersebut, rumah-rumah kumuh para tokoh miskin atau rendahan digambarkan dengan penuh semangat. Benar juga bahwa koleksi berharga Pons digambarkan dengan cermat. Balzac sendiri adalah seorang kolektor yang berpengetahuan luas dan ambisius yang boleh jadi menghadiahkan Pons barang-barang yang mungkin ingin dimilikinya.

Banyak novelis pada pertengahan abad ke-19 mempunyai teori sosial, dan karya-karya Balzac sering diselingi dengan penjelasan tambahan mengenai hal-hal seperti perjalanan penyakit Pons atau penjelasan bagaimana orang-orang yang sekarat bisa melihat bayangan tertentu, sedangkan orang lain tidak. Balzac tidak terlalu berhati-hati dalam menulis dan posisi naratifnya mirip dengan para pengarang dengan seni yang kental, seperti George Eliot dan Henry James di kemudian hari.

Namun Balzac menulis dengan sangat cepat—siklus novel (diproyeksikan berjumlah 115 volume, dengan 85 volume selesai) ditulis dalam waktu sekitar sepuluh tahun (beberapa volume telah ditulis ketika Balzac memutuskan bagaimana dia akan membentuk proyeknya yang lebih besar). Balzac harus merancang metode bercerita yang natural dan fasih yang memungkinkannya menyampaikan informasi dan drama dengan mudah dan cepat. Kisah-kisahnya menegangkan dan intrusinya tampak otomatis, seolah-olah suara percakapan hadir di samping suara pengarang, siap memberikan wawasan tambahan kapan saja.

Balzac hampir tidak sadar diri sebagai seorang pengarang. Seolah-olah dalam kesibukan peristiwa dan analisis, dia tidak punya waktu untuk merenungkan dan mengembangkan presentasi naratifnya. Balzac juga tampaknya tidak memiliki teori politik yang lebih luas.

Banyak karakternya yang keji, serakah dan tidak berperikemanusiaan, tidak berperasaan, kejam, dan hampir terlalu dingin, bahkan kelewat sadis. Bette adalah salah satu dari mereka—di ranjang kematiannya, “sangat sedih melihat nasib baik yang menyinari keluarganya.” Satu-satunya hiburan baginya adalah bahwa mereka tidak tahu betapa dia membenci mereka dan, oleh karena itu, keluarganya “meratapinya sebagai malaikat yang baik dari dunia.  keluarga ” (hal. 458).

Sepupu iparnya, Baron Hulot, yang di bab terakhir mengalami kesulitan oleh penderitaan istri dan keluarganya, tewas di ranjang pelayan dapur; orang suci dan istri yang berbakti sengaja mendengarnya berkata kepada gadis itu, “Istriku tidak akan berumur panjang lagi, dan jika kamu mau, kamu bisa menjadi baroness (hlm. 461).

Balzac menjelaskan sifat mereka dengan menggambarkan Paris, Perancis, dan ke-Prancis-an secara lebih rinci. Ini membuat pembaca menyimpulkan bahwa karakter-karakter tersebut mengerikan karena mereka orang Prancis, dan mungkin lebih mengerikan lagi karena mereka tinggal di Paris. Meskipun keserakahan dan watak yang berpikiran sempit dari beberapa karakter daerah—Bette dan sosok ayah dalam bab pembuka Lost Illusions—agaknya lebih brutal dibandingkan dengan orang-orang Paris yang suka hitung-hitungan.

Dalam Cousin Pons, kepolosan digambarkan untuk sosok Schmücke, seorang Jerman, dan kebaikan diperuntukkan bagi beberapa pekerja teater yang bekerja keras yang suka bersenang-senang menghabiskan waktu, namun setidaknya relatif bebas dari kecemasan yang kerap menghinggapi karakter lain.

Dalam Cousin Bette Madame Hulot juga memainkan peran yang sama, meskipun kepolosannya lebih disebabkan oleh keyakinannya dan bukan karena kewarganegaraannya. Namun karakter-karakter ini tidak ditampilkan dalam alur cerita sebagai sesuatu yang harus ditiru. Sebaliknya mereka akhirnya menjadi korban penipuan oleh pihak lain, hanya karena mereka tidak mempunyai tenaga atau ketajaman untuk melawan rencana jahat yang tak ada habisnya terhadap mereka.

Oleh karena itu, Balzac mengungkapkan semacam konservatisme para novelis—manusia tidak dapat ditebus atau dipenuhi semua hasratnya dan tampaknya memang demikian. Perancis adalah lanskap kejahatan kaum Boschian dan Paris adalah saluran pembuangannya. Meski begitu, novel-novel Balzac memiliki keaktifan komikal, seolah-olah daya tarik pengarangnya terhadap dunia sosial tidak terbatas dan energinya mengimbangi para penghuninya yang memberontak, melakukan perlawanan.

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.