“Di tengah hiruk pikuk gerakan politik jalanan. Ekonomi politik negara tetap harus tiba pada tujuan. BUMN menjadi salah satu kendaraan paling mutakhir yang bisa menjadi generator pembangkit ekonomi-politik kita”
Saya membaca dalam banyak komentar media massa, bahwa kinerja Menteri Erick Thohir adalah salah satu yang dipuji baik dalam persepsi publik. Secara objektif persepsi itu datang bukan karena iming-iming jabatan, lantas segenap publik setuju untuk melakukan puja-puji pada Erick Thohir.
Barang pasti persepsi itu hadir karena realitas yang mereka rasakan, mereka bincangkan dan terakhir mereka nilai. Namun begitu, saya tidak bermaksud membahas secara detil soal teknik-teknik survey atas persepsi. Kita akan lebih condong dalam teropong data dan fakta yang sudah menjadi capaian Kementerian BUMN. Ini adalah sebuah pendapat, sehingga begitu layak dan perlu didebat.
Secara kebetulan karya Prof. Erani Yustika baru saja tiba di tangan saya kemarin, buku yang menarik ini bertajuk “Ekonomi Politik”. Sangat berdosa bagi saya, jika mantra-mantra akal sehat itu hanya dibaca tanpa direfleksikan dalam bentuk tulisan. Dalam kesempatan singkat ini saya meminjam banyak pandangan Prof. Erani sebagai teropong ekonomi politik kelembagaan BUMN.
Secara singkat saya merangkum dari pandangan Prof. Erani, bahwa ekonomi-poitik bisa dimaksudkan sebagai sebuah konsep dan aktivitas ekonomi yang saling berdampingan bahkan kadang kala mempengaruhi satu sama lain dengan situasi politik. Maka pasar dan negara menjadi lokus utama dalam pembahasan ekonomi politik.
Setidaknya saya menggarisbawahi ada tiga aspek utama yang menjadi isu strategis dalam ekonomi politik. Aktivitas ekonomi; (produksi, transaksi, redistribusi kapital, investasi, dst). Situasi politik; (ideologi negara, regulasi, kepentingan publik, tujuan politik nasional, keamanan, pertahanan, kesejahteraan, dst). Agenda internasional; (globalisasi, hutang luar negri, lembaga-lembaga internasional, pasar dagang internasional, ketegangan internasional, kejahatan fiskal internasional, terorisme, korporasi, dst).
Langkah strategis yang diambil oleh Menteri Erick Thohir begitu menjabat adalah restrukturisasi keuangan dan kelembagaan, serta di waktu yang sama mendorong holdingisasi BUMN. Dalam banyak pendapat ahli kelembagaan, melibatkan unsur publik atau swasta dalam pengelolaan lembaga BUMN bisa mencegah atau mengurangi praktik korupsi. Jadi jangan salah kaprah, menuding bahwa holdingisasi adalah privatisasi BUMN yang dijual ke pasar global. Tentu jika proses holding ini berjalan dengan baik, publik bisa turut mengawasi proses pengelolaan BUMN secara transparan dan akuntabel.
Prestasi yang akhir ini berdampak pada aspek kepercayaan pasar domestik kita, ialah setelah kabar penemuan vaksin merah putih kian dekat. Gairah industri farmasi dalam negri laju menggeliat, seiring dengan peluang investasi internasional kedalam Biofarma. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Saat harapan vaksin terjangaku akan lahir, ternyata berdampak positif langsung terhadap geliat industri farmasi.
Dalam industri keuangan juga bertumpah-ruah kabar baik. Setelah pernyataan Menteri Erick Thohir bahwa seluruh bank Syariah yang ada akan dipersatukan (merger), sontak saham BRI Syariah melompat postif lebih dari 200% selama dua bulan. Ini adalah pertanda bahwa kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah melalui Kementerian BUMN direspon dengan sentimen positif di pasar saham.
Pada 15 Juli lalu harga sahamnya sebesar Rp 490 dan 3 Agustus sahamnya masih Rp 515. Tepat pada 2 bulan lalu atau 13 Agustus, harga saham BRIS ditransaksikan Rp 585. Lalu 1 September harga per lembar sahamnya sudah menyentuh Rp 975. Dan kini harga sahamnya sudah berada di level 1.125 atau sudah naik dua kali lipat lebih sejak dua bulan ke belakang. Mengutip data BEI pada perdagangan saham sesi pertama, volume perdagangannya tercatat sebesar 631.901.900 dengan nilai Rp 672,45 miliar. Bahkan pada sesi berikutnya, sempat di atas Rp 900 miliar atau hampir menyentuh Rp 1 triliun.
Secara sinergi lintas kementerian, selama Erick Thohir menjabat sebagai Menteri BUMN intensitas kerja kolaborasi bersama Menteri Luar Negri Retno Marsudi begitu intensif. Rasanya selama pasca reformasi, Kementrian BUMN belum pernah seintensif ini bekerjasama dengan Kementerian Luar Negri. Artinya, di bawah kepemimpinan Erick Thohir BUMN punya ambisi menaklukkan pasar global. Waktu keemasan di mana Indonesia menjadi pemain aktif dalam persaingan global kian dekat. Kita juga akan membayangkan bahwa kantor-kantor kedutaan kita di negara-negara sahabat menjadi pusat-pusat bisnins internasional.
Saya mengutip dari buku Ekonomi Politik karya Prof. Erani, bahwa efisiensi jumlah BUMN selama tujuh tahun belakangan ini cukup positif. Di era terakhir Pak SBY 2013, jumlah BUMN kita 139. Dan kini tercatat 107 BUMN, dan mungkin akan lebih efisien lagi setelah proses holdingisasi berjalan baik. Meski banyak orang mengkritik BUMN terus rugi akibat korupsi, namun kita juga harus jujur bahwa tidak semua BUMN seperti itu. Sejak 2006, tercatat BUMN sehat seperti Telkom Indonesia, BRI, Pertamina, Semen Gresik dan PGN adalah entitas BUMN yang sehat secara keuangan dan kelembagaan.
Siang ini, secara bersamaan kebangkitan optimisme pasar domestik dan global. Kapala BPS telah memberikan kabar baik pada kita. Secara akumulatif Januari-September 2020, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan sebesar US$13,51 miliar. Surplus ini lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun 2019, karena tahun lalu posisi neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sementara tahun ini surplus.
BPS mencatat ekspor industri juga mulai bergerak, impor barang baku dan barang modal juga mulai bergerak naik pada bulan September. Secara kumulatif, total ekspor pada periode Januari-September mencapai US$117,19 miliar. Secara sektoral, pertumbuhan ekspor dalam periode ini ditopang oleh pertumbuhan positif sektor pertanian sebesar 9,70%. Adapun, industri masih turun tipis sebesar 0,25%.
Di tengah huru-hara jalanan dalam aksi penolakan UU Cipta Kerja yang telah diloloskan DPR, ternyata tidak berdapak destruktif secara langsung kepada optimisme ekonomi nasional. Aksi protes adalah sebuah konsekuensi politik yang tidak bisa kita hindarkan dalam konteks demokrasi dan dinamika politik nasional. Namun, pada waktu yang sama kita juga perlu menyambut baik optimisme ekonomi Indonesia yang terus bangkit secara positif.
Kesuksesan dari kinerja Menteri Erick Thohir perlu diapresiasi secara positif. Kita bisa menentukan bahwa momentum ini adalah pertanda baik bagi ekonomi politik Indonesia kedepan. Tentu pemerintah tidak hanya memikirkan pertumbuhan dalam skala nasional, namun distribusi kesejahteraan rakyat tetaplah yang utama. Dalam pandangan saya, momentum ini harus kita jadikan subtitusi dari kecemasan selama pandemik covid19. Bahwa upaya menyambut kebangkitan ekonomi politik tidak akan sempurna, karena demokrasi selalu memberikan fasilitas pada kritik dan protes. Namun penting kembali membangunkan akal sehat kita dalam situasi-situasi seperti ini.
Kebijaksanaan tidak akan pernah sampai pada kepuasan semua pihak. Barangkali, ketidakpuasan itu mengandung zat kebencian, atau kekosoangan akan pengetahuan. Memang ini bukan semata soal menerima apalagi menolak sebuah keputusan, namun ini tentang komitmen bersama untuk bangkit dan maju. Dalam perwujudan mimpi besar bersama itulah, sudah semestinya kita kembali dituntun dengan rakyat akal sehat.