Jumat, Desember 13, 2024

Bom Istanbul: Antara Terorisme dan Separatisme Kurdi

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah
- Advertisement -
People carry the flag-draped coffins of police officers killed in Saturday's blasts in Istanbul, Turkey, December 11, 2016. REUTERS/Murad Sezer TPX IMAGES OF THE DAY *** Local Caption *** Warga membawa peti jenazah berselimutkan bendera nasional saat upacara pemakaman anggota polisi yang tewas dalam ledakan Sabtu malam di Istanbul, Turki, Minggu (11/12). ANTARA FOTO/REUTERS/Murad Sezer/djo/16
Ratusan warga mengiringi dan membawa peti jenazah berselimutkan bendera nasional Turki saat upacara pemakaman anggota polisi yang tewas dalam ledakan Sabtu malam di Istanbul, Turki, Minggu (11/12). ANTARA FOTO/REUTERS/Murad Sezer/djo/16

Suara terompet mendayu-dayu mengiringi upacara pemakaman yang diadakan di markas polisi di Istanbul sebagai penghormatan terakhir atas beberapa perwira yang gugur. Rekan-rekan mereka memanggul peti mati yang terbungkus bendera Turki. Lautan pelayat menangis di sekitar mereka.

Turki mengumumkan hari berkabung nasional setelah dua serangan bom memukul Istanbul yang menewaskan 38 orang dan melukai 155 lainnya di dekat stadion sepakbola. Bom pertama dan lebih besar meledak sekitar pukul 22:30 hari Sabtu (10/12/2016) seusai tim tuan rumah Besiktas mengalahkan tim tamu Bursaspor 2-1 dalam Turkey Super League.

Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu mengatakan kepada media, ledakan pertama berasal dari kendaraan yang diledakkan di lokasi tak jauh dari polisi berjaga di pintu keluar stadion. Beberapa saat kemudian bom kedua meledak di taman, juga tak jauh dari lokasi ledakan pertama.

Bom Istanbul terjadi tak lama setelah militan takfiris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) merilis debut pidato juru bicara baru ISIS Abu Hasan al-Muhajir yang isinya seruan meningkatkan serangan mematikan di Turki (6/12/2016).

Turki adalah anggota NATO dan menjadi mitra perang Amerika Serikat menumpas militan ISIS. Atas dasar itu, mulanya para pengamat terorisme sempat menduga ada kemungkinan bom Istanbul tersebut terkait sel ISIS. Namun, tak lama kemudian beredar pernyataan terbuka di internet dari kelompok militan Kurdi yang mengaku bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

“Dua saudara kami menjadi martir dalam serangan itu,” bunyi sebuah pernyataan yang dipasang di situs kelompok itu.

Klaim tersebut mempertegas tudingan pemerintah bahwa militan Kurdi berada di belakang serangan brutal itu.

Meskipun Turki berhasil lolos dari upaya kudeta militer pada Juli lalu, negara ini masih dibayang-bayangi permasalahan serius di dalam negeri. Selain tentunya ancaman teror ISIS, Turki juga sibuk mengatasi aksi klandestin militan garis keras Kurdi yang belakangan rajin tiap bulan melakukan serangan teror, rata-rata bom bunuh diri.

Kurdistan Freedom Falcons (Teyrebazen Azadiya Kurdistan atau TAK) adalah kelompok garis keras Kurdi di Turki, yang telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom Istanbul. Dalam manifestonya, militan TAK mengklaim bertujuan menentang penindasan Turki terhadap minoritas Kurdi di Turki. “Birokrasi militer, ekonomi, dan pariwisata adalah target prioritas utama kami, selama teror negara tidak berhenti,” kata mereka.

Militan TAK memiliki rekam jejak teror di Turki, debut teror mereka tercatat pada tahun 2005. Ketika itu mereka meledakkan sebuah minibus yang membawa turis. Pada tahun ini saja, tercatat ada tujuh kali serangan teror mematikan yang dilakukan kelompok ini di Turki. Banyak kalangan mengaitkan militan TAK adalah sayap Partai Pekerja Kurdistan (PKK), organisasi politik berhaluan kiri yang telah lama dilarang pemerintah Turki.

- Advertisement -

Namun, militan TAK mengklaim pihaknya telah bercerai dengan PKK sejak partai ini memilih melakukan perundingan dengan Turki pada satu dekade silam. Mereka mengkritik PKK terlalu “humanis” dalam menghadapi Turki yang dicapnya sebagai rezim yang fasis.

Pun sebaliknya, elite PKK kadang-kadang merespons aksi militan TAK di luar gerakan politik Kurdi, meski tersirat nada simpati di dalamnya, semisal “Kami tidak menyetujui serangan ini, tapi tidak ada yang bisa kami lakukan untuk menghentikan anak-anak muda Kurdi yang marah”.

Jadi, hingga saat ini, hubungan organisasi antara TAK dan PKK tetap buram dan masih menjadi perdebatan di antara para analis terorisme. Kecuali di mata Turki yang memandang perpecahan TAK dan PKK hanyalah tipu muslihat, keduanya ibarat dua wajah dalam koin yang sama.

Meskipun sedikit informasi yang terpercaya dan obyektif tentang grup radikal ini, ada bukti kuat di lapangan telah terjadi korelasi yang jelas antara waktu serangan oleh TAK di kota-kota besar di Turki barat dan tekanan militer Turki terhadap basis PKK di Turki tenggara. Hal ini seperti upaya TAK memicu konflik ke Turki barat untuk mengurangi tekanan dan mencegah militer Turki dari mengintensifkan operasi kontra-pemberontakan terhadap PKK.

Kemudian, gelombang serangan TAK meningkat seiring runtuhnya proses perdamaian pada Juli 2015 dan membesarnya konflik antara pemerintahan Turki dan PKK/Kurdi. Dalam arti strategis, terlepas militan TAK ini terkait atau tidak dengan PKK, yang jelas telah memperkuat posisi tawar PKK vis-à-vis Ankara. Dengan kata lain, jika pemerintah tidak mau berdamai dengan PKK, PKK tidak akan menahan organisasi bandel seperti TAK.

Kini, semua tergantung Presiden Tayyip Erdogan. Apakah pendiriannya tetap tidak berubah pada PKK seperti sumpahnya enam tahun silam yang akan membuat PKK “tenggelam dalam darah mereka sendiri”.

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.