Minggu, Oktober 6, 2024

Apakah Tuhan Bahagia?

Sumanto Al Qurtuby
Sumanto Al Qurtuby
Dosen Antropologi Budaya, King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran, Arab Saudi
rumah-tuhan3
Interior Masjid Shekh Sayed, masjid paling terkenal, terindah, dan terbesar di Abu Dhabi dan di dunia.

Tiba-tiba saya teringat sebuah buku yang ditulis oleh Leszek Kalakowski, salah satu filsuf dan pemikir humanis berpengaruh di abad ke-20, yang berjudul Is God Happy?.

Di dunia modern dewasa ini, masyarakat agama semakin kreatif dalam melakukan berbagai aktivitas ritual-ibadah untuk “membahagiakan” Tuhan. Dalam rangka membahagiakan Tuhan ini, ada yang berlomba-lomba membangun tempat ibadah dari yang sederhana sampai yang supermegah.

Dari kampung-kampung sampai kota-kota metropolitan, mereka hiruk-pikuk “semangat ’45” membangun tempat-tempat ibadah: masjid, gereja, kuil, dan lain sebagainya. Meskipun sudah ada banyak tempat-tempat ibadah di sekitarnya, mereka tidak peduli: pokoknya bikin lagi dan bikin lagi sampai banyak, dan sampai masing-masing sekte dan kelompok agama mempunyai tempat ibadah sendiri-sendiri.

Karena itu, masjid atau gereja saat ini memiliki “jenis kelamin” sendiri-sendiri. Ada masjid Muhammadiyah, masjid NU, masjid Ahmadiyah, masjid Syiah, masjid LDII, masjid PKS, masjid Wahabi, dan seterusnya. Gereja lebih banyak lagi “jenis kelaminnya”. Ada gereja Katolik, gereja Mormon, gereja Mennonite, gereja Kristen ini dan itu, gereja Pentakostal, gak tahu deh hitung aja sendiri.

Di kampungku yang kecil-mungil saja ada 3 masjid/mushalla. Padahal, sih, “penghuninya” sedikit. Orangnya itu-itu doang. Meskipun jarang ke masjid, kalau diminta gotong-royong membangun masjid atau langgar, orang-orang kampung semangatnya minta ampun.

Arab Saudi juga semangat sekali kalau membangun masjid. Di kampusku ini saja ada berpuluh-puluh masjid, dan hampir setiap gedung mempunyai “mushalla”. Mereka rela mengeluarkan banyak uang demi membangun “rumah Tuhan”.

Bagi yang modalnya cekak, mereka rela “ngamen” di jalan-jalan raya meminta sumbangan dari para pengemudi mobil-motor yang lewat. Atau meminta sumbangan “door to door” dari rumah ke rumah.Untuk apa semua itu? Ya, untuk “membahagiakan” Tuhan tadi. Kadang-kadang saya berpikir, kasihan sekali Tuhan untuk membangun rumah-Nya saja, harus meminta-minta ke sana-kemari.

Ada lagi cara umat beragama untuk membuat Tuhan “bahagia”, yaitu dengan membersihkan agama dari hal-ihwal yang berbau lokal sehingga diharapkan agama tadi bisa menjadi murni-ni, asli-sli, tidak terkotori dengan aneka inovasi tradisi, kebudayaan, dan nilai-nilai spiritualitas lokal.

Dalam rangka upaya “pemutihan” agama ini, mereka sering kali bukan hanya dengan perkataan saja, melainkan juga dengan perbuatan anarkis atau tindakan kekerasan: orang atau kelompok yang dianggap “menyimpang” dalam mempraktikkan ajaran agama langsung dimaki, dilibas, digasak, dan dihancurkan. Mereka tidak peduli dengan tangisan dan penderitaan umat agama dan sekte lain, pokonya yang penting Tuhan “bahagia”.

Pertanyaannya adalah apakah dengan berlomba-lomba membangun tempat ibadah (atau “rumah Tuhan”) dan berlomba-lomba melakukan kekerasan terhadap umat, agama, dan sekte lain itu bisa membuat Tuhan “bahagia”? Mari kita renungkan bersama…

Jabal Dhahran, Arab Saudi

Sumanto Al Qurtuby
Sumanto Al Qurtuby
Dosen Antropologi Budaya, King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran, Arab Saudi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.