Gerakan tersebut dinamakan “Aragalaya,” sebuah istilah yang secara harfiah berarti “perjuangan rakyat.” Perjuangan ini berlangsung selama sebulan penuh dan mencapai puncaknya dengan momen ikonik: rakyat Sri Lanka berenang di kolam renang Istana Presiden.
Akar permasalahan ini terletak pada krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda Sri Lanka. Situasi semakin memburuk pada tahun 2019, ketika Presiden Gotabaya Rajapaksa mengambil kebijakan pemangkasan pajak yang kontroversial. Kebijakan ini berdampak pada berkurangnya pendapatan negara secara signifikan, tepat ketika Sri Lanka membutuhkannya.
Kemudian, pandemi global datang menghantam, memperparah keadaan. Sektor pariwisata yang menjadi andalan negara lumpuh, aliran remitansi dari luar negeri berkurang drastis, sementara utang negara terus menggunung. Pada tahun 2022, inflasi melonjak hingga mencapai angka 55%. Harga-harga melambung tinggi, bahan bakar menjadi barang langka, dan pemadaman listrik bergilir menjadi pemandangan sehari-hari. Sri Lanka terjerumus ke dalam krisis ekonomi terparah sejak meraih kemerdekaannya.
Kemarahan rakyat yang mendidih akibat krisis ekonomi yang tak tertahankan akhirnya meledak menjadi aksi protes besar-besaran. Mereka turun ke jalan, menuntut pertanggungjawaban pemerintah atas kegagalan dalam mengelola ekonomi negara.
Awalnya hanya demonstrasi kecil, namun semangat perlawanan rakyat dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru negeri. Siang dan malam, suara-suara protes menggema, menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mundur dengan seruan “Gota pulang!”.
Pemerintah yang tak kunjung memberikan solusi membuat kemarahan rakyat semakin memuncak. Puncaknya, para demonstran menyerbu Istana Kepresidenan. Mereka menduduki istana, berfoto selfie, bahkan bersantai di kolam renang, sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasaan yang mereka anggap telah gagal.
Tekanan dari aksi protes rakyat yang tak terbendung akhirnya memaksa Rajapaksa untuk lengser dari jabatannya. Ia terpaksa melarikan diri dari Sri Lanka dan secara resmi mengundurkan diri lima hari kemudian. Kemenangan ini menjadi bukti nyata bahwa suara rakyat memiliki kekuatan yang luar biasa, bahkan mampu menggulingkan rezim yang berkuasa.
Sementara itu, di Pakistan, sebuah kisah yang berbeda namun sama-sama menggelorakan sedang berlangsung. Pada tahun 2023, rakyat Pakistan juga turun ke jalan, namun bukan untuk menentang seorang pemimpin, melainkan untuk mendukung mantan Perdana Menteri Imran Khan yang telah digulingkan dan ditahan.
Penangkapan Imran Khan memicu gelombang kekerasan yang menghancurkan Pakistan. Kerusuhan, perusakan, bentrokan dengan polisi, bahkan serangan terhadap fasilitas militer menjadi pemandangan yang memilukan. Namun, berbeda dengan Sri Lanka, aksi protes di Pakistan belum membuahkan hasil yang signifikan. Militer masih memegang kendali atas negara, dan Imran Khan tetap mendekam di balik jeruji besi.
Di belahan lain di kawasan ini, ketidakpuasan rakyat tak hanya tertuju pada satu figur pemimpin, melainkan pada keseluruhan sistem demokrasi itu sendiri. Nepal menjadi saksi bisu atas fenomena ini pada bulan April tahun ini, ketika warga negara turun ke jalan menuntut kembalinya sistem monarki.
Aksi protes ini dipicu oleh krisis politik berkepanjangan yang telah melumpuhkan Nepal selama bertahun-tahun. Pemerintahan silih berganti bak permainan kursi musik, dengan 14 pemerintahan berbeda dalam 16 tahun terakhir. Ketidakstabilan politik ini telah membuat rakyat frustrasi dan kehilangan kepercayaan pada sistem demokrasi. Mereka merindukan masa lalu ketika monarki masih berkuasa, yang dianggap lebih stabil dan memberikan kepastian.
Tiga negara yang berbeda menghadapi tiga jenis protes yang sangat berbeda pula, namun semuanya menyampaikan satu pesan yang sama: kemarahan rakyat sering kali tak terhentikan, bahkan di tengah kekerasan yang paling brutal sekalipun. Di Sri Lanka dan Bangladesh, gerakan-gerakan ini berakhir dengan kemenangan rakyat, membawa perubahan yang mereka inginkan.
Namun, di Pakistan dan Nepal, hasilnya tidak begitu menggembirakan. Meskipun demikian, kejadian-kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah di seluruh kawasan, mengingatkan mereka akan kekuatan suara rakyat yang tak bisa diabaikan.