Setahun Presiden Joko Widodo memimpin, banyak kebijakan yang sebelumnya dilontarkan Jokowi ke hadapan publik tidak sesuai dengan implementasinya di lapangan. Bagi publik, hal tersebut menjadi pertanyaan besar dan itu menunjukkan Presiden Jokowi tidak konsisten terhadap kebijakan yang diambilnya.
Pengamat politik Sebastian Salang menjelaskan pada awal terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden, harapan publik masih besar tersemat kepadanya. Itu ditunjukkan dari pernyataannya yang cukup berani dengan membuka koalisi kepada partai politik tanpa syarat. Artinya, tidak ada pola transaksional kepada partai koalisi dan juga kepada relawan yang mendukungnya saat masa kampanye.
“Pernyataan tersebut membangkitakan optimisme publik. Namun, ketidakkonsistenan itu muncul ketika pembentukan kabinet. Pola transaksional yang diharapkan tidak terjadi justru sebaliknya. Bahkan tidak hanya kepada partai politik, tapi juga kepada para relawan,” kata Sebastian ketika ditemui di Jakarta, Senin (26/10).
Selain itu, kata Sebastian, program kerja yang diusung Presiden Jokowi berdasarkan Nawa Cita dan Trisaksti pada masa kampanye telah melenceng jauh dari harapan. Nawa Cita dan Trisakti yang disebutnya membangun ekonomi secara berdikari tanpa melibatkan bantuan atau bahkan mengemis kepada pihak asing tidak terwujud.
“Yang terjadi justru sebaliknya. Presiden banyak melakukan kunjungan ke berbagai negara dalam suatu acara, berbondong-bondong mengajak para investor asing untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Hal tersebut jelas sangat bertolak belakang dengan konsep Nawa Cita dan Trisakti,” tuturnya.
Berikutnya, lanjut dia, Presiden menyatakan tidak akan menambah anggaran tunjangan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang jumlahnya sebesar Rp 750 miliar. Namun, faktanya justru penambahan anggaran tersebut dilakukan melalui persetujuan Menteri Keuangan Bambang Brodjo negoro.
“Inilah Jokowi. Senang memberi pernyataan yang bombastis. Tetapi pada kenyataanya tidak pernah dijalankan. Pola kepemimpinannya menjadi pernyataan besar, terutama apakah pernyataan itu sudah digodok sebelumnya dalam rapat kabinet, atau hanya spontan saja.”
Menurut Sebastian, pola kepemimpinan Jokowi yang kerap berubah-ubah itu sangat berbahaya. Dan ini baru setahun pemerintahannya berjalan. Jika dalam sisa waktu yang masih empat tahun ini tida ada perubahan, Indonesia ke depan akan celaka.
“Jika kepemimpinan dia terus seperti ini, kami khawatir terjadi pola transaksional antara pemerintah dengan DPR. Dan sudah terlihat juga setiap kebijakan yang diambil pemerintah, DPR tak pernah meninjau ulang kebijakan tersebut.”