Jakarta, 20/7 – Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani mengatakan jalan pemberhentian Setya Novanto dari ketua DPR bisa ditempuh melalui dua jalan yaitu pengunduran diri atau diberhentikan Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
“MKD bisa memeriksa tentang pelanggaran etika yang sudah semestinya menjatuhkan sanksi pemberhentian dari kursi pimpinan karena dugaan korupsi termasuk kategori pelanggaran berat,” kata Ismail melalui pesan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Bila dua kemungkinan itu menemui jalan buntu, maka pengajar Hukum Tata Negara UIN Jakarta itu menyarankan KPK segera melakukan upaya paksa dalam bentuk penahanan, sekalipun penahanan hingga menjadi terdakwa belum cukup syarat untuk memberhentikan Setya Novanto.
“Dalam jangka pendek, itu bisa menyelamatkan reputasi DPR yang akan dijalankan oleh pelaksana tugas ketua hingga ada putusan yang ‘inkracht'(berkekuatan hukum tetap),” tuturnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau KTP elektronik tahun 2011-2012 pada Kemendagri.
Setya Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
(Sumber: Antara)