Sabtu, Oktober 5, 2024

Pola Transaksional Hambat Pembahasan APBD DKI 2016

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Raperda APBD DKI Jakarta di Kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (5/3) untuk menyelesaikan kisruh APBD antara Ahok dan DPRD DKI. ANTARA/Muhammad Adimaja
Raperda APBD DKI Jakarta di Kantor Kemendagri, Jakarta, untuk menyelesaikan kisruh APBD antara Ahok dan DPRD DKI. ANTARA/Muhammad Adimaja

Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi mempertanyakan keterlambatan pengesahan kebijakan umum anggaran-plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) 2016 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Pasalnya, keterlambatan KUA akan berpengaruh pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah DKI Jakarta 2016.

Yenny Sucipto, Sekretaris Jenderal Fitra, mengatakan kebijakan umum anggaran seharusnya selesai dibahas pada Juli-Agustus 2015. Namun, kenyataannya hingga Oktober ini belum selesai dibahas dan disahkan. Akibat keterlambatan itu secara akuntabilitas tidak bagus karena dikhawatirkan akan terjadi program transaksional.

“Kalau pengesahan KUA terlambat, kemudian dipaksa mengesahkan APBD 2016 maka akan terjadi kongkalingkong antara DPRD dan eksekutif,” kata Yenny di Jakarta, Kamis (22/10). “Jadi, kalau diterbitkan peraturan gubernur lagi bisa berdampak pada stagnanisasi pembangunan Jakarta.”

Hal itu bisa dilihat dari program pemerintah Jakarta yang terlambat. Menurut data Fitra, pada kuartal III Oktober 2015, penyerapan anggaran baru mencapai 27-35%. Alhasil, pembangunan Jakarta stagnan. Idealnya, pada kuartal III pemerintah sudah menyerap anggaran sebesar 70%.

Menurut Yenny, kalau penyerapan anggaran rendah, pihak yang paling dirugikan adalah warga Jakarta sendiri. Kerugian itu dikarenakan pelaksanaan pembangunan tertunda untuk belanja publik. Padahal ini persoalan administrasi tapi berdampak panjang pada program publik. Dia menambahkan, kerugian lainnya adalah tidak adanya pengawasan dan budgeting terhadap pencapaian anggaran di peraturan gubernur.

Kalau pengesahan APBD melalui pergub, bukan berarti tidak ada pengawasan dari DPRD. Seharusnya Dewan memanggil pemerintah terkait penyerapan anggaran yang rendah. “Pengawasan APBD itu harus baik dan ada. Bahkan harus ada evaluasi dari Dewan untuk pemerintah,” tegasnya.

Yenny juga menjelaskan dalam perencanaan pembahasan anggaran, seharusnya DPRD memenuhi 5 aspek, yaitu button up, top down, partisipasi, teknokrasi, dan politik. Namun, dari kelima aspek itu, aspek politik lebih mendominasi dalam pembahasan APBD 2016.

Kalau aspek politik besar maka berpotensi terjadi program transaksional, seperti kasus uninterruptible power supply (UPS) pada APBD 2014. Dia juga menyebutkan program strategis dan prioritas pemerintah Jakarta tidak akan sesuai dengan implementasinya karena transaksional itu.

Seperti diketahui, pembahasan KUA-PPAS 2016 hingga kini berjalan alot di DPRD. Namun, Dewan menargetkan APBD 2016 sudah dibuatkan perda pada 30 November 2015. Akan tetapi hingga saat ini saja KUA-PPAS 2016 belum diketok palu.

Menanggapi hal itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan tak mengambil pusing dengan pembahasan ini. Namun, jika sampai waktu ditentukan juga belum selesai, pihaknya akan mengeluarkan peraturan gubernur kembali, seperti yang dilakukan untuk APBD 2015.

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.