Kamis, Oktober 10, 2024

Permendag 87/2015 Berpotensi Indonesia Dibanjiri Barang Impor

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Suasana bongkar muat peti kemas di Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (22/10). Menteri Perdagangan Thomas T. Lembong memproyeksikan, kinerja ekspor hingga akhir tahun akan turun sebesar 14 persen dan impor turun sebesar 17 persen secara year on year. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/ama/15
Suasana bongkar muat peti kemas di Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (22/10). Menteri Perdagangan Thomas T. Lembong memproyeksikan, kinerja ekspor hingga akhir tahun akan turun sebesar 14 persen dan impor turun sebesar 17 persen secara year on year. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/ama/15

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87 Tahun 2015 yang rencananya akan diberlakukan pada 1 Januari 2016 dinilai dapat membuka keran impor besar-besaran ke Indonesia. Akibatnya, hal tersebut dapat memperlemah kinerja industri nasional. Karenanya, pemerintah diminta merevisi peraturan tersebut sebelum benar-benar diberlakukan.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu telah menabrak dua aspek yang sangat fundamental. Pola penyederhanaan perizinan untuk mendatangkan barang-barang impor yang begitu mudah sangat rawan disalahgunakan para importir.

“Potensi penyalahgunaannya sangat besar. Dengan hanya mengantongi angka pengenal importir (API) umum, mereka nantinya bisa mengimpor apa saja. Jika itu terjadi, Indonesia akan dibanjiri barang-barang impor yang luar biasa besar,” kata Enny Sri Hartati ketika ditemui di Jakarta.

Menurut dia, adanya peraturan tersebut sangat bertolak belakang dengan upaya pemerintah yang ingin mendorong pengembangan industri dalam negeri agar bisa bersaing dengan industri luar negeri. Sebab, peraturan tersebut lebih memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para importir untuk menjual produk impor di pasar dalam negeri.

Sementara itu, peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus mengatakan, munculnya peraturan tersebut dapat mendorong orang untuk menjadi pedagang produk-produk impor. Akibatnya mudah ditebak, bukan menghasilkan produk-produk dari dalam negeri, Indonesia justru akan sangat ketergantungan pada barang-barang impor.

“Ketergantungan produk impor ini menyebabkan industri dalam negeri kurang bergeliat dan tidak berkembang. Kontribusinya terhadap perekonomian tentu dapat dipastikan akan menurun,” tuturnya.

“Celakanya, penurunan kontribusi sektor industri ini terjadi justru di saat industri belum menunjukkan kapasitas dan kinerja yang optimal. Terbukti kontribusinya terhadap PDB pada triwulan III 2015 turun menjadi 20,41%.”

Seperti diinformasikan, Permendag 87/2015 merupakan turunan dari Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I yang digelontorkan September lalu. Kementerian Perdagangan mendapat mandat untuk merevisi 32 aturan yang dimasukkan dalam Paket Deregulasi dan Debirokratisasi Perdagangan.

Sejak dikeluarkannya peraturan tersebut, muncul sejumlah persoalan. Para pengusaha yang terdiri atas pengusaha makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga, alas kaki, elektronik, dan mainan anak, ramai-ramai menentang peraturan itu. Menyikapi reaksi para pelaku usaha ini, pemerintah akhirnya menunda memberlakukan peraturan tersebut.

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.