Tim Penasihat Hukum Warga Negara Menggugat untuk Indonesia Bebas Asap, Azas Tigor Nainggolan, mendesak pemerintah Joko Widodo menggugat seluruh perusahaan pembakar hutan dan lahan. Hal itu dilakukan untuk memberi efek jera kepada pengusaha, baik finansial maupun sosial.
“Kalau pemerintah tidak mau gugat, maka perusahaan yang menggugat pemerintah. Sebab, perusahaan telah membayar pajak kepada pemerintah. Mereka bayar pajak tapi pemerintah tidak menjaga keamanan. Jika keduanya tidak melakukan gugatan, maka ada kolusi,” kata Tigor di Jakarta, Rabu (4/11).
Tigor menjelaskan gugatan itu untuk membuktikan siapa yang bersalah di mata hukum. Jika tidak ada gugatan, timbul tuduhan dan pembenaran masing-masing tanpa ada pembuktian. Ini yang harus dihindarkan pemerintah sehingga orang dapat melihat fakta hukum.
Selain itu, pihaknya menyoroti pernyataan kepolisian bahwa mereka takut mengumumkan perusahaan pembakar lahan. Menurut dia, selama ini pemerintah dan polisi berani mengumumkan pembakar lahan dari individu atau masyarakat sipil. Akan tetapi, ketika terjadi kebakaran hutan di lahan konsesi perusahaan, pemerintah tidak berani mengumumkannya dengan berbagai alasan.
“Saya ragu pemerintah mau mengumumkan itu,” tegas Tigor. Memang, lanjut dia, pemerintah harus mempublikasi perusahaan pembakar lahan ketika persidangan dimulai. Karena itu, pemerintah harus berani menggugat perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan lahan.
Berdasarkan data Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri per 22 Oktober 2015, polisi telah menetapkan 247 tersangka pembakar hutan. Dari jumlah itu, terdapat 230 tersangka perorangan dan 17 tersangka korporasi. Tujuh di antara korporasi itu adalah korporasi penyertaan modal asing. Selain itu, masih ada 21 perkara yang masih dalam status penyelidikan dan 104 perkara yang sudah dinaikkan ke tahap penyidikan dan 62 perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.
Seperti diketahui, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya menegaskan, pemerintah tidak akan membuka nama-nama perusahaan yang telah ditetapkan sebagai tersangka pembakaran hutan dan lahan. “Yang terpenting, mereka tahu perbuatannya salah dan mereka telah mendapatkan sanksi.”
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Charliyan mengatakan, pihaknya khawatir dituntut balik jika mengungkap nama perusahaan tersangka pembakar hutan dan lahan ke publik. Bukannya tak berani mengungkap, tapi kalau perusahaan tuntuk balik bagaimana?
Polisi menjadikan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam UU itu, ada informasi yang diatur untuk tidak disebutkan secara luas ke publik. Karena itu, pihaknya menjadikan UU tersebut sebagai pedoman, kata Anton.