Sabtu, April 27, 2024

Listrik Harus Dikuasai Negara, Bukan Swasta

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Pekerja memperbaiki jaringan listrik yang kelebihan beban di kawasan pemukiman di jalan Diponegoro, Batu, Jawa Timur, Selasa (8/9). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Pekerja memperbaiki jaringan listrik yang kelebihan beban di pemukiman di Jalan Diponegoro, Batu, Jawa Timur, Selasa (8/9). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

Pemerintah Joko Widodo menargetkan pembangunan proyek listrik 35 ribu megawatt (MW) selesai pada 2019. Target tersebut akan diselesaikan dalam kurun waktu 5 tahun dengan melibatkan swasta lokal mapun asing. Namun, berbagai kalangan menilai pembangunan listrik yang melibatkan swasta akan berdampak kepada masyarakat.

“Listrik harus dikuasai oleh negara karena menjadi komunitas strategis bagi bangsa dan tidak bisa dilepas begitu saja ke swasta,” kata Kepala Pusat Kajian Energi Universitas Indonesia Iwa Karniwa dalam diskusi “35 Ribu MW untuk Siapa?” di Jakarta, Senin (5/10).

Menurut Iwa, saat ini pemerintah hanya memberikan jatah 5 ribu MW kepada PT PLN (Persero) dari total 35 ribu MW, sisanya akan diserahkan kepada swasta, baik lokal maupun asing. Akibatnya, bukan tidak mungkin Indonesia akan tersandera oleh kepentingan asing. Contohnya, kalau Singapura menguasai listrik Indonesia sebesar 35%, itu bisa menjadi alat politik mereka.

Selain itu, dalam  Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, pemerintah dalam hal ini PLN wajib membeli listrik dari pengembang swasta melalui proses jual-beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA). Dengan demikian, lanjut Iwa, pemerintah tidak memiliki posisi tawar untuk menetapkan harga listrik tersebut. Dan hal itu akan berdampak pada harga jual listrik ke masyarakat.

Iwa menambahkan jatah PLN 5.000 MW ditambah 7.500 MW dari proyek fast track program (FTP 1). Sedangkan pihak swasta mendapat jatah 30 ribu MW ditambah 15 ribu MW dari proyek FTP-1 dan FTP 2. “Ini membuktikan dominasi PLN sudah hilang,” kata Iwa.

Akan tetapi, lanjut Iwa, bukan berarti swasta tidak boleh masuk. Dia mengatakan, Independent Power Producer (IPP) sebesar 25% saja sudah sangat besar. Apalagi swasta menguasai lebih dari 50%.  Karena itu, pemerintah harus membuat aturan yang jelas.

Karena itu, pemerintah disarankan untuk mengevaluasi target program kelistrikan 35 ribu (MW), sebab sudah tak sesuai dengan kenyataan. Saat itu, dalam menetapkan 35 ribu MW pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi sekitar 7,2% per tahun. Jadi, kita membutuhkan pasokan listrik baru 7.000 MW per tahun.

Melihat keadaan ekonomi saat ini, Iwa menambahkan, Indonesia hanya bisa sebatas merencanakan secara terukur untuk membangun proyek tersebut. “Bukan seperti sekarang yang tiba-tiba muncul 35 ribu MW. Memang iya ada keinginan membangun 35 ribu MW, tapi bukan dalam kurun waktu saat ini hingga 2019,” kata Iwa.

Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan terus mendorong perusahaan listrik swasta atau IPP di dalam pembangunan proyek pembangkit listrik di Indonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said meyakini bahwa ide untuk memberikan porsi yang besar kepada IPP akan memberi dampak yang positif bagi ketersediaan listrik di Indonesia.

“Itu implementasi natural monopoly. Tapi ini bukan ide yang jelek. Saya kira situasi kelistrikan juga akan baik,” kata Sudirman.[*]

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.