Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat akan merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam Pasal 5 dan 51 Rancangan Undang-Undang KPK (RUU KPK) disebutkan bahwa KPK dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak UU itu diundangkan. Bahkan tidak ada kewenangan KPK untuk melakukan penuntutan terhadap pelaku korupsi.
Direktur Centre For Budget Analysis Uchok Sky Khadafi mengatakan, revisi UU KPK tersebut karena dorongan dari pemerintah yang merasa terganggu dengan pemberantasan korupsi. Padahal, RUU KPK tidak masuk dalam program legislasi nasional (proglenas) DPR prioritas tahun 2015.
“Kalau dihapus kewenangan penuntutan dan penyadapan maka tidak berguna lagi KPK. Bubarkan saja,” kata Uchok ketika dihubungi, Jakarta, Rabu (7/10). Menurut dia, KPK benar-benar dihancurkan oleh pemerintah dan anggota DPR karena terganggu dengan kewenangan khususnya.
Seperti diketahui, dalam Pasal 5 RUU KPK disebutkan bahwa KPK dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak UU tersebut diundangkan. Sedangkan dalam Pasal 51 disebutkan bahwa setelah penyidikan selesai, penyidik hanya membuat berita acara dan menyampaikan ke pimpinan KPK. Kemudian tidak disebutkan lagi mekanisme penyelesaian setelah berkas sampai ke pimpinan KPK.
Kemudian, dalam draf berikutnya, tiba-tiba dalam Pasal 53 ayat 1 langsung melompat kepada kewenangan penuntut umum pada Kejaksaan. Padahal, bagian sebelumnya tidak disebutkan mekanisme pelimpahan berkas dari penyidik KPK ke penuntut umum Kejaksaan. Penuntut adalah jaksa yang berada di bawah Kejaksaan Agung yang diberi wewenang oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut Uchok, pelemahan KPK sudah berlangsung sejak lama, mulai dari pencabutan kewenangan penyadapan dengan memasukkan prosedur pelaporan ke hakim, penghapusan kewenangan penuntutan, membatasi waktu kerja selama 12 tahun, kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) perkara. “Dengan banyaknya rencana revisi (UU KPK) memperlihatkan dendam DPR. Setelah KPK dipangkas kewenangannya, mereka pesta pora,” ungkap Uchok.
Dia menambahkan, sebetulnya tak ada yang salah dari UU KPK. Pasalnya dalam UU tersebut disebutkan bahwa Komisi ini dibentuk karena penegakan hukum secara konvensional guna memberantas korupsi terhambat. Jadi UU KPK memberikan kekhususan kepada lembaga antirasuah tersebut. “KPK itu spesialis pemberantasan korupsi. Jika dipangkas, jadi macan ompong.”
Sebelumnya, enam fraksi di DPR mendukung revisi UU KPK: Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Golkar, Fraksi PPP, dan Fraksi Hanura. Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Henry Yosodiningrat mengatakan, revisi UU KPK menjadi sebuah kebutuhan. Sebab, ada perubahan signifikan dalam kondisi masyarakat di awal penyusunanan UU KPK dengan kondisi saat ini.
Dia juga menyesalkan ada kalangan yang berasumsi bahwa DPR mau melemahkan KPK ketika muncul wacana revisi UU KPK. Padahal, revisi tersebut diperlukan untuk menjadikan Indonesia negara yang lebih bersih dari praktik korupsi.