Sabtu, Oktober 12, 2024

Bonar Tigor: Bima Arya Pemimpin Pragmatis dan Ragu

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Massa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) membentangkan spanduk saat aksi menolak keberadaan paham Syiah di Lapangan Sempur, Kota Bogor, Jawa Barat, Jum'at (30/10). Dalam aksinya mereka mendukung penuh kebijakan Walikota Bogor Bima Arya yang menolak paham Syiah di Kota Bogor. ANTARA FOTO
Massa Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) membentangkan spanduk menolak keberadaan paham Syiah di Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (30/10). Mereka mendukung penuh kebijakan Wali Kota Bogor Bima Arya yang menolak paham Syiah di Bogor. ANTARA FOTO

Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan Wali Kota Bogor Bima Arya merupakan pemimpin pragmatis dan ragu dalam membuat kebijakan. Hal itu terlihat dari pelarangan perayaan Asyura bagi penganut Syiah beberapa waktu lalu dan tak akan memberi izin pengukuhan dan pelantikan Aliansi Nasional Anti-Syiah di Kota Bogor.

“Jelas, dia itu pemimpin politik pragmatis dan ragu. Ada kepentingan dalam pelarangan itu seperti ingin mencari dukungan untuk tahun keduanya atau mencari karir politik yang lebih tinggi,” kata Bonar saat dihubungi di Jakarta, Jumat (20/11). “Tidak mungkin panitia ANNAS pasang foto Bima di keynote speech jika tak ada lampu hijau darinya.”

Bonar menambahkan, ketika menyadari mendapat tekanan publik dan respons negatif dari media, Bima ingin mencoba mengambil hati publik dengan menyatakan panitia ANNAS mengklaim nama dia dalam acara pengukuhan dan pelantikan tersebut.

“Panitia ANNAS mengklaim nama dia, tapi pernyataannya tidak telalu tegas. Jika benar ada pencatutan nama Bima, kenapa tidak meminta klarifikasi kepada panitia,” ujar Bonar. “Bahkan dia sedang berusaha untuk memperlihatkan seorang pemimpin masyarakat di tengah-tengah karena dapat pandangan negatif.”

Ketika ditanya bagaimana menyelesaikan masalah keberagaman berkeyakinan pada seorang pemimpin daerah, Bonar mengatakan, itu kembali ke politik lokal. Kalau pemimpin daerah memanipulasi agama untuk kepentingan tertentu, akan terjadi diskriminasi terhadap kelompok minoritas.

“Di Indonesia, agama dan politik tidak bisa dilepaskan dan saling keterkaitannya. Bahkan banyak politisi dan tokoh menggunakan agama untuk mencari dukungan masyarakat,” katanya. Karena itu, lanjut Bonar, sulit menyelesaikan masalah keberagaman jika pemerintah daerah memanipulasi agama.

Kemudian, pihaknya menilai sejak berlakunya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah, pemerintah pusat tidak bisa banyak membuat keputusan. Sebab, sudah diserahkan kepada daerah masing-masing.

Seperti diketahui, dalam selebaran ANNAS, Bima disebutakan akan memberikan keynote speech bersama Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia KH Didin Hafiduddin di Aula KONI Gelanggang Olahraga Kota Bogor pada Ahad, 22 November 2015.

Sebelumnya, Bima sedang menghadapi somasi masyarakat atas pelarangan perayaan Asyura pada pertengahan Oktober lalu. Bima mengeluarkan surat edaran larangan peringatan Asyura dengan alasan keamanan. Terbitnya surat edaran tersebut memicu kontroversi karen Bima dinilai tidak menghargai keberagaman dan berkeyakinan. Wali Kota Bogor tersebut kian dikecam karena memberikan pidato dalam konferensi Wali Kota se-Dunia di Florence, Italia, tentang persatuan dan keberagaman. Dan dalam survei Setara Institute (16/11), responden menobatkan Bogor sebagai kota paling tak toleran se-Indonesia.

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.