Indonesian Resources Studies menilai proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung terdapat sejumlah catatan kontroversial, seperti analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), aspek bisnis, dan penggelembungan biaya proyek sehingga berpotensi korupsi.
“Proyek ini kontroversial, bahkan berpotensi KKN. Sudah sepantasnya pemerintah menghentikan sementara atau menghentikan sama sekali rencana pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung,” kata Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara di Jakarta, kemarin.
Dia mengkhawatirkan terjadi penggelembungan biaya proyek mengingat biaya kereta cepat Jakarta-Bandung mencapai US$ 5,5 miliar untuk jarak 142,3 km atau sekitar US$ 38,65 juta/km. Padahal sejumlah proyek kereta cepat lain yang dibangun lebih murah, seperti Mumbai-Ahmadabad US$ 14 miliar untuk jarak 534 km atau US$ 26,22 juta/km.
Tak hanya itu, Marwan mengungkapkan pembangunan kereta cepat lebih didominasi oleh pertimbangan bisnis dibandingkan aspek ekonomi, politik sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Bahkan dikhawatirkan proyek kereta cepat ditumpangi oleh berbagai kepentingan bisnis para pengusaha dan investor pengembang yang akan membangun sejumlah proyek properti di sepanjang jalur lintasan.
Marwan juga mengutip pernyataan Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Daryono yang menyebutkan ada empat sumber gempa yang berdampak pada proyek kereta api cepat, yakni Sesar Baribis, Sesar Lembang, Sesar Cimandiri, dan zona subduksi lempeng Samudera Hindia. Empat sumber gempa itu dapat mengancam keselamatan para penumpang dan kelangsungan operasi kereta cepat.
Karena itu, pihaknya meminta pemerintah untuk membuat kajian ulang secara komprehensif atas rencana pembangunan kereat api cepat dengan mematuhi hukum, tata cara pengambilan keputusan, dan sistem penyelenggaraan negara yang berlaku.
Marwan menegaskan pemerintah dituntut pula untuk menjadikan kepentingan negara dan rakyat sebagai pedoman utama dalam mengambil kebijakan dan menetapkan keputusan pembangunan infrastuktur. Bukan justru memenuhi kepentingan investor asing, para pengusaha properti, dan pemburu rente.
“Pemerintah dituntut untuk mengukur kemampuan ekonomi dan keuangan negara dibandingkan hanya mengejar ambisi yang tak terkendali, sambil mengorbankan kedaulatan dan harga diri bangsa,” ujar Marwan.
Pakar transportasi dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan, pemerintah harus menggunakan prinsip kehati-hatian dalam pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Banyak aturan yang dilanggar karena kajian tidak mendalam.
“Kajian tiga bulan, izin tiga hari. Ini patut dipertanyakan karena kajiannya tidak dilakukan secara komprehensif. Jadi, prinsip kehati-hatian dan prinsip ketelitian harus digunakan pemerintah,” ujar Yayat.
Dia menjelaskan pengembangan kereta cepat saat ini belum terintegrasi dengan rencana induk transportasi publik lokal di Jakarta dan Bandung. Karena itu, secepat apa pun kereta
itu tidak akan efektif jika tidak terintegrasi dengan sistem layanan transportasi lokal. “Nanti sampai Walini bagaimana tranportasi publiknya?” kata Yayat.