Hiu merupakan salah satu makhluk laut yang ramai diperbincangkan publik terkait populasinya. Data CITES mencatat pada tahun 2010, 180 jenis predator lautan ini dinyatakan terancam dibandingkan dengan tahun 1996 hanya 15 spesies, sehingga banyak gerakan menyelamatkan populasi hiu muncul dari berbagai kalangan. #SOSharks (Save Our Sharks) merupakan salah satu kampanye yang digalang oleh WWF-Indonesia untuk menghentikan konsumsi, perdagangan hingga penayangan kuliner hiu oleh media.
Rata-rata konsumsi lokal hiu dan produk turunannya di kota besar Indonesia sebesar 54.720 porsi atau 10.756,8Kg sirip hiu per tahun. Tak hanya itu, tangkapan hiu di Indonesia menempati posisi teratas, yaitu sebanyak 68,377 ton pada tahun 2000 dan selama 2002-2011, Indonesia mengekspor 109,248 ton hiu (FAO,2013)
Hiu dan pari yang didapat oleh nelayan tidak semuanya merupakan tangkapan utama atau target nelayan. Kebanyakan merupakan tangkapan sampingan (bycatch). Hiu dan pari biasanya tidak sengaja ikut terjerat dalam alat tangkap modern yang memiliki tingkat selektivitas rendah. Total bycatch perikanan global mencapai angka 40,4%. Sebagian besar bycatch tidak dimanfaatkan dengan optimal, dibuang sia-sia. Di tengah kondisi overfishing, bycatch merupakan pemborosan sumber daya yang berujung kepada penurunan hasil tangkapan nelayan.
Jumlah hiu sebagai tangkapan sampingan pun tidak sedikit. Laporan WWF tahun 2015 mengungkapkan, selama enam bulan 3.000 lebih anakan hiu hammerhead dan 800 lebih hiu blacktip didaratkan di pelabuhan perikanan nusantara Berondong-Lamongan sebagai bycatch. Sementara 700 lebih anakan hiu hammerhead dan 2.000 lebih hiu jenis lain didaratkan di pelabuhan Karangsong-Indramayu sebagaibycatch. Hiu-hiu tersebut umumnya tertangkap pada alat tangkap jenis insang dan pukat hela. Spesies yang terjerat bycatch pun beragam, mulai dari penyu, burung laut, pari manta, mamalia laut seperti lumba-lumba hingga hiu.
Hingga saat ini, WWF-Indonesia terus berupaya untuk memperbaiki pengelolaan perikanan hiu dan pari manta. Menggandeng pemerintah dan akademisi, bersama menyoroti kurangnya data terkait hiu dan pari. Mendorong pemerintah membuat kebijakan sesuai kesepakatan internasional, dan juga mendukung pengadopsian praktik konservasi terbaik untuk hiu dan pari. Awal Juni lalu peneliti hiu dikumpulkan dalam Lokakarya Simposium Hiu dan Pari untuk memberikan rekomendasi aspek biologi; populasi dan ekologi; serta sosial ekonomi untuk perbaikan pengelolaan hiu dan pari Indonesia.
Lalu bagaimana publik dapat berpartisipasi untuk mengurangi ancaman kepunahan terhadap hiu dan pari?
- Tidak membeli produk yang terbuat dari bagian tubuh hiu, pari manta dan pari setan
- Melakukan advokasi dan menyebarluaskan pengetahuan tentang konservasi hiu, pari manta dan pari setan ke lingkungan sekitar
- Memastikan kepada penjual bahwa seafood yang kita beli tidak ditangkap menggunakan alat tangkap yang mendukung tekanan terhadap biota yang dilindungi. [*]