Kamis, April 25, 2024

SEAFish for Justice Dorong Negara ASEAN Mengakui Keberadaan Perempuan Nelayan

Dua nelayan mengangkat ikan tongkol hasil tangkapan seusai melaut di Pasir Nan Tigo, Padang, Sumatera Barat, Selasa (16/6). Para nelayan di wilayah itu mengaku mampu mendapatkan 10 hingga 15 keranjang ikan tongkol dengan harga jual Rp400.000 hingga Rp500.000 per keranjang. ANTARA FOTO/Maril Gafur
Dua nelayan mengangkat ikan tongkol hasil tangkapan seusai melaut di Pasir Nan Tigo, Padang, Sumatera Barat, Selasa (16/6). Para nelayan di wilayah itu mengaku mampu mendapatkan 10 hingga 15 keranjang ikan tongkol dengan harga jual Rp400.000 hingga Rp500.000 per keranjang/ANTARA FOTO/Maril Gafur

SEAFish for Justice menyatakan ada 14 organisasi masyarakat sipil di kawasan Asia Tenggara mendorong negara ASEAN dan negara anggotanya untuk memberikan pengakuan politik atas keberadaan dan peran penting perempuan nelayan di dalam aktivitas perikanan skala kecil dan pengelolaan sumber daya pesisir.

“Bentuk pengakuan yang didorong adalah skema khusus perlindungan dan pemberdayaan perempuan nelayan,” Kata Koordinator Regional SEAFish for Justice Abdul Halim di Manila, Kamis (9/7). “Perempuan nelayan berjibaku sehari-hari untuk memberikan kontribusi kepada keluarga. Bahkan terlibat aktif di dalam aktivitas perikanan skala kecil dan penyelamatan ekosistem pesisir.”

Hal ini terlihat di banyak desa pesisir di kawasan Asia Tenggara, seperti pengelolaan hutan mangrove di Kamboja, Malaysia, Filipina, Indonesia dan Vietnam. Ini menunjukkan betapa signifikannya perempuan nelayan memainkan perannya.

Di tingkat internasional, kata Abdul, pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan diikuti Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-Scale Fisheries pada Juni 2014. Ini merupakan wujud penegasan pentingnya bangsa-bangsa di dunia memberikan pengakuan dalam bentuk perlindungan dan pemberdayaan terhadap perempuan nelayan.

Di Indonesia, kata dia, hal ini bisa dimanifestasikan ke dalam Rancangan Undang Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan yang tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat melalui dorongan pemenuhan hak-hak dasar tanpa diskriminasi dan perlakuan secara istimewa kepada perempuan.

Masnuah, Sekretaris Jenderal Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia mengatakan, di Indonesia, pemenuhan hak-hak dasar perempuan nelayan, baik sebagai warga negara maupun aktor penting di sektor perikanan skala kecil dan pengelolaan sumber daya pesisir, belum dijalankan oleh negara.

“Karena itu, kami mengusulkan kepada DPR-RI dan Pemerintah untuk mengedepankan pemenuhan hak perempuan nelayan melalui kebijakan politik seperti RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,” kata Masnuah.

Menurut dia, ada 10 hak dasar perempuan nelayan yang harus diakomodasi oleh pemerintah di antaranya, hak untuk bekerja, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja yang baik, hak untuk mengakses dan mendapatkan pendidikan yang layak, hak untuk mendapatkan jaminan sosial, tabungan, kredit dan skema investasi.

Kemudian, kata Masnuah, hak untuk berorganisasi dan mendirikan koperasi sebagai wadah perjuangan kesetaraan, hak berpartisipasi di dalam seluruh aktivitas masyarakat, hak untuk mendapatkan kredit perikanan, pelayanan pemasaran, teknologi dan memfasilitasi partisipasi perempuan dalam bekerja, dan hak untuk memperoleh rumah, sanitasi dan air bersih.[*]

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.