Jumat, Maret 29, 2024

Regulasi Soal Kebebasan Berekspresi Belum Demokratis

the popo, pshk, kartun politik
Ilustrasi salah satu karya The Popo, Karya mural The Popo melalui viral dan mural kerap sarat dengan intuisi politik. Nada kritik disampaikan dengan lapisan humor yang kuat/THE POPO

The Popo, Seniman Street Art mengatakan seorang seniman harus punya sikap politik. Kartun adalah kritik berekspresi melalui seni dan bertanggung jawab.

The Popo menjelaskan bahwa membuat mural bukan perbuatan kriminal. “Buat apa kabur saat petugas keamanan datang, kita kan tidak salah,” katanya di Jakarta dalam diskusi Kartun Politik dan kebebasan ekspresi Malaysia dan Indonesia, di Kampus Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Kuningan Madya, Kemarin.

Menurut Popo, saat menjelaskan pada pihak keamanan, di sana muncul ruang edukasi bagi mereka. Kebanyakan aparat keamanan tak paham mengenai pokok kritik dalam seni mural.

Karya mural The Popo melalui viral dan mural kerap sarat dengan intuisi politik. Nada kritik disampaikan dengan lapisan humor yang kuat, sehingga penikmat karyanya menganggap bahwa itu kritik yang bersifat ejekan.

Popo mengaku, dulu saat mencoba menggambar karakter mantan Presiden Susilo Bambang Yudhotono dari sudat pandang seniman. Saat itu Popo memberi akronim singkatan SBY dengan akronim “Selow Boy”. Kritikan itu menggambarkan keadaan pada masa kepemimpinan SBY, saat gejolak sosial politik SBY secara personal asik launching album musik dan buku puisi.

“Gimana lagi, yang lain bakar ban ramai-ramai, dia nyante malah bikin album,” katanya.

Sama halnya dengan kartunis Politik asal Malaysia, Zunar tak pernah mau diam dengan tindakan otoriter pemerintah Malaysia. Dia kerap menuangkan opini kritisnya dalam karya kartun. Menurutnya memancing seseorang untuk menertawai kebobrokan pemerintah merupakan suatu protes yang keras.

“Malaysia banyak yang tidak berani protes pada kerajaan. Tapi ketawa itu sudah suatu bentuk protes. Tertawakan mereka. Orang bisa tahan protes, demonstrasi, tapi diktator tidak bisa bertahan ditertawai,” katanya.

Menurut Zunar, bakat menjadi kartunis bukan anugerah tapi tanggung jawab. Dalam artian punya bakat sama berarti punya beban. Maka Zunar bertanggung jawab untuk mengoreksi pemerintah Malaysia dan mengedukasi masyarakat. Namun hal tersebut tak mudah.

Tingkat korupsi yang dilakukan Kerajaan Malaysia tergolong tinggi. Bagi Zunar kalau di India ada Taj Mahal, di Malaysia ada Tol Mahal. Di sisi lain pemerintah Malaysia sering menghakimi lawyer, aktivis, blogger, NGO, dosen hingga kartunis. Bukan menghakimi koruptor.

Miko Ginting, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan mengatakan potret regulasi mengenai kebebasan berekspresi di Indonesia seringkali tidak jelas dan longgar. Regulasi terkait kebebasan berekspresi belum cukup demokratis.

Semakin banyak peraturan yang memuat pemidanaan menunjukkan bahwa semakin banyak kriminalisasi terhadap aktivitas ekpresi. Dengan perangkat regulasi yang ada, potensi untuk kembali kepada zaman represif dan otoritarian sangat besar.

Menurutnya, alasan pembenar dalam berbagai regulasi yang mengatur mengenai kebebasan berekspresi di Indonesia adalah alasan kepentingan umum dan pembelaan terpaksa.

“Kebebasan berpendapat adalah hal yang fundamental karena dengan itu kita dapat melawan korupsi dan tirani,” katanya.[*]

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.