Melambatnya pertumbuhan ekonomi saat ini membuat banyak perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawannya. Hal tersebut menjadi pilihan realistis bagi perusahaan untuk bisa bertahan di saat kondidi ekonomi anjlok. Namun, adanya PHK ini tentunya dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Direktur Eksekutif Indonesia Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri hartati, mengatakan PHK yang dilakukan banyak perusahaan ini merupakan realita yang harus dihadapi pemerintah. Terlebih hal ini terjadi di saat-saat menjelang lebaran. Tentunya ini akan mempengaruhi aktivitas perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi bisa terganggu akibat dampak tersebut.
“Adanya PHK akan berdampak pada tingkat konsumsi masyarakat, yang tentunya dapat dipastikan akan mengalami penurunan. Sebab, jika seseorang tidak memiliki pendapatan, tentunya mereka tidak akan bisa membeli barang untuk mereka konsumsi,” kata kata enny di Jakarta.
Apalagi, kata Enny, sektor konsumsi merupakan salah satu instrumen andalan pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi, setelah neraca perdagangan ekspor belum lagi bisa diharapkan. Terlebih perekonomian Indonesia saat ini masih bergantung pada tingkat konsumsi hingga 70 persen.
Oleh karena itu, Menurut Enny, untuk merespon hal ini, pemerintah harus segera melakukan suatu terobosan. Tujuannya untuk mengerem potensi ancaman PHK. Adapun caranya dengan membuat industri kembali produktif dengan memberikan keringanan-keringanan, dan juga fasilitas-fasilitas pembiayaan.
Selain itu, lanjut Enny, pemerintah juga perlu meningkatkan investasi di sektor riil seperti pertanian dan industri. Hal tersebut merupakan salah satu yang bisa dilakukan pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Terlebih potensinya juga sangat besar.
Dalam kurun 5 tahun terakhir saja, misalnya, kedua sektor tersebut merupakan yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Rinciannya terdiri atas sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebanyak 39,5 juta orang. Sementara sektor industri terutama manufaktur 15,4 juta orang.
“Namun, jika pemerintah tidak memiliki kebijakan yang solutif, maka bukan tidak mungkin pemutusan hubungan kerja masih akan terus berlanjut. Apalagi tren ekonomi saat ini masih belum menujukkan adanya perbaikan,” ujar Yenny.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah melalui Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro merevisi target pertumbuhan ekonomi 2015 menjadi 5,2% daari sebelumnya 5,4 sampai 5,8%. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi di angka demikian masih relatif tinggi. [*]