Senin, April 29, 2024

Pemerintah Tak Punya Celah Perpanjang Kontrak PT Freeport

Ilustrasi: Sebuah mobil melintas di kawasan Grasberg Mine milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) di Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Minggu (15/2). SVP Geoscience & Technical Services Division PT Freeport Indonesia (PTFI) Wahyu Sunyoto menyatakan, dari ketiga tambang bawah tanah yang sedang dibangun Freeport Indonesia, Grasberg Block Cave merupakan tambang yang paling besar menghasilkan produksi cadangan, yakni sebanyak 999,6 juta ton. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Ilustrasi: Sebuah mobil melintas di kawasan Grasberg Mine milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) di Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Minggu (15/2). SVP Geoscience & Technical Services Division PT Freeport Indonesia (PTFI) Wahyu Sunyoto menyatakan, dari ketiga tambang bawah tanah yang sedang dibangun Freeport Indonesia, Grasberg Block Cave merupakan tambang yang paling besar menghasilkan produksi cadangan, yakni sebanyak 999,6 juta ton. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

PT Freeport Indonesia terus mendesak Pemerintah untuk segera memberi kepastian keberlanjutan perpanjangan kontrak. Pasalnya, kontrak kerja perusahaan tersebut akan habis pada 2021. Adapun pemerintah sendiri tengah mencari cara untuk memberi kepastian kepada perusahaan asal Amerika Serikat itu.

“Namun, untuk saat ini tidak ada celah bagi pemerintah untuk memperpanjang kontrak PT Freeport. Ini sebagaimana diatur dalam regulasi yang ada. Jika pemerintah tetap bersikeras memberi kepastian saat ini, maka pemerintah melanggar hukum dan tentunya bisa dituntut di pengadilan,” kata pakar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana di Jakarta.

Dia menjelaskan, jika keputusan perpanjangan kontrak diberikan saat ini, maka keputusan pemerintah itu tidak memiliki dasar hukumnya. Karena Undang-undang Minerba dengan tegas mengatakan bahwa kontrak karya yang sudah disepakati sebelumnya akan berakhir sesuai dengan masa kontrak yang berlaku.

“Dengan begitu, maka pemerintah Indonesia mesti tunduk pada peraturan yang sudah disepakati sebelumnya dan tetap memberikan izin operasi kepada PT Freeport hingga 2021,” tuturnya.

Kemudian, setelah masa kontrak berakhir, merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 77/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, disebutkan bahwa pengajuan perpanjangan kontrak hanya bisa dilakukan dua tahun sebelum masa kontrak berakhir. Artinya, kepastian usaha PT Freeport baru bisa dilakukan pada 2019.

“Karenanya, pemerintah dalam mengambil keputusan mengenai PT Freeport ini mesti hati-hati betul. Kalau salah dalam mengambil keputusan, bukan tidak mungkin presiden nantinya bisa dimakzulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat,” ujar Hikmahanto.

Lebih lanjut, dia mengatakan, saat ini pemerintah sudah seharusnya berpikir untuk mengambil alih kegiatan PT Freeport setelah masa kontraknya berakhir. Apalagi belum lama ini pemerintah bisa bersikap tegas kepada Total E&P Indonesie dengan tidak memperpanjang kontrak untuk melakukan kegiatan usaha di Blok Mahakam. Karenanya, semangat ini sudah sepatutnya bisa juga diterapkan kepada PT Freeport.

“Jika pengambilalihan dilakukan, maka ini akan sesuai dengan program Nawacita Presiden Joko Widodo. Yang salah satunya adalah bisa berdaulat atas sumber daya alam yang dimilikinya sendiri,” katanya.

Walau begitu, bukan berarti pengambilaihan ini upaya untuk menasionalisasi PT Freeport. Karena pengambilalihan ini dilakukan setelah masa kontrak berakhir. “Kalau nasionalisasi, perusahaan sedang beroperasi kemudian diambil alih pemerintah. Sementara ini kontraknya berakhir, maka harus dikembalikan ke negara,” kata Hikmahanto. [*]

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.