Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kamis, menyetujui resolusi menyerukan pengakhiran pernikahan anak-anak, dini dan paksa, dan mengakui pernikahan anak-anak sebagai pelanggaran hak asasi manusia
Dewan mengatakan praktik tersebut adalah penghalang pembangunan berkelanjutan dan melanggengkan kemiskinan, dengan menyatakan dukungannya pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDG) untuk menghilangkan pernikahan anak-anak dan khitan pada perempuan.
Resolusi itu mengakui keperluan akan rencana gerakan nasional untuk mengakhiri praktik tersebut, yang mempengaruhi sekitar 15 juta anak-anak perempuan setiap tahun. PBB juga meminta pemerintah di semua negara memastikan bahwa perempuan dan anak-anak perempuan aman dan bebas membuat keputusan mengenai seksualitas mereka.
“Organisasi masyarakat sipil sekarang memiliki alat yang ampuh untuk membantu mereka meminta pemerintah mereka untuk menjelaskan komitmen yang telah mereka buat untuk mengakhiri pernikahan anak dan melindungi hak-hak perempuan,” kata Lakshmi Sundaram, Direktur Eksekutif “Girls Not Brides”, dalam sebuah pernyataan.
“Jika kita tidak bertindak untuk mengurangi pernikahan anak, 1,2 miliar anak perempuan akan menikah sebagai anak-anak pada tahun 2050,” katanya.
Lebih dari 85 negara mendukung resolusi itu, beberapa dengan tingkat pernikahan anak yang tinggi, menurut Girls Not Brides.
Pegiat mengatakan resolusi itu adalah awal bagi resolusi lainnya, termasuk satu yang diadopsi tahun lalu oleh Majelis Umum PBB.
Pernikahan anak perempuan menghalangi pendidikan dan kesempatan kerja, membahayakan kesehatan mereka dan meningkatkan risiko eksploitasi, kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga dan kematian saat melahirkan.
Anak lahir dari bocah perempuan cenderung kurang sehat, kurang berpendidikan dan miskin daripada mereka yang lahir dari ibu dewasa. Anak perempuan mereka acap kali tumbuh menjadi pengantin anak juga, yang mengabadikan pelanggaran dan kemiskinan.
Pada awal tahun ini, Duta Uni Afrika Nyaradzayi Gumbonzvanda mengatakan praktek itu harus dilihat sebagai bentuk perbudakan modern yang sama saja dengan pemerkosaan anak.
PBB diharapkan menyetujui SDG, yang akan menggantikan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) yang telah selesai, pada September. (Antara/Reuters)