Setiap menjelang Lebaran, jumlah sampah terus meningkat. Padahal, tingkat konsumsi makanan masyarakat pada bulan Ramadan turun 30% mengingat waktu makan berkurang menjadi dua kali sehari. Itu berarti, seharusnya jumlah sampah juga ikut menurun. Lalu, darimana asal sampah tersebut?
Peningkatan sampah di bulan Ramadhan telah terjadi di sejumlah daerah. Di Jakarta, peningkatan terjadi sekitar 5 hingga 10% setiap harinya atau sekitar 650 ton. Batam meningkat sebanyak 200 ton dari rata-rata 800 ton menjadi 1.000 ton per hari. Volume sampah di Ternate juga meningkat dari 400 meter kubik menjadi 600 hingga 700 meter kubik.
Untuk di daerah Jambi, peningkatan volume sampah sudah sebanyak 15% dan diprediksi naik menjadi 20% saat Lebaran. Prediksi peningkatan volume sampah sebesar 10 sampai 20% juga diperkirakan terjadi di Kota Bandung.
Menurut Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Saptastri Ediningtyas Kusumadewi, peningkatan ini disebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat dengan meningkatnya konsumsi pada saat sahur dan berbuka puasa. Sebagian besar jenis sampah yang meningkat berupa sampah rumah tangga, seperti sayur mayur, buah-buahan, plastik, serta pembungkus makanan lainnya. Banyaknya pedagang takjil musiman yang marak ditemukan berjualan di pinggir jalan maupun di perkampungan, juga menyisakan banyak sampah sisa dagangan baik makanan maupun plastik.
Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) Kota Jambi, Moncar, juga mengatakan bahwa meningkatnya volume sampah dikarenakan sampah plastik yang bersumber dari beberapa tempat perbelanjaan.
“Sampah plastik dari pakaian maupun sepatu itu paling banyak saat ini, karena saat ini banyak warga yang berbelanja,” katanya.
Menanggapi permasalahan ini, sejumlah pemerintah daerah melakukan perencanaan untuk meminimalisir jumlah sampah di sepanjang Lebaran nanti. Perencanaan itu berupa pengerahan seluruh petugas kebersihan, puluhan armada pengangkut sampah, serta penambahan jumlah kontainer sampah di tempat pembuangan sementara.