Minggu, November 24, 2024

Ini Alasan Wilayah Timur Rentan Rawan Pangan

- Advertisement -
Ilustrasi Kedaulatan pangan, salah satu masalah di Indonesia/FOTO ANTARA
Ilustrasi kedaulatan pangan, salah satu masalah di Indonesia/ANTARA FOTO

Berdasarkan laporan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas- FSVA) diluncurkan pemerintah bersama World Food Programme mencatat kabupaten yang rentan kerawanan pangan berada di Provinsi Papua, dengan rata-rata angka kemiskinan lebih dari 22%.

Aspek penyebab rawan pangan adalah angka kemiskinan, akses terhadap kelistrikan yang mempengaruhi perekonomian, tingkat pertumbuhan anak, akses jalan bagi kendaraan roda dua, dan akses air bersih. Walaupun persediaan pangan mencukupi tetapi tidak diperoleh masyarakat yang bermukim di daerah tertentu maka wilayah kabupaten itu dikategori rawan pangan.

Ada tiga kategori rawan pangan yakni sangat mendesak, sedang, dan tidak mendesak atau belum mengkhawatirkan. Ada 30 kabupaten masuk kategori mendesak yakni di seluruh daerah Papua, dan sebagian Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat.

Kategori sedang terdapat di 30 kabupaten di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan Maluku. Dan kategori tidak mendesak sebanyak 40 kabupaten yang sebagian berada di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Nusa Tenggara Barat.

Sebenarnya, Nusa Tenggara Barat mampu menghasilkan gabah melebihi target yang ditetapkan pemerintah. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultultura Nusa Tenggara Barat, mencatat, dari produksi 1,87 juta ton gabah kering giling sama dengan 1,070 juta ton beras.

Kebutuhan 4,39 juta jiwa penduduk Nusa Tenggara Barat sebanyak 561.310 ton beras. Ini berarti NTB memiliki surplus beras sebanyak 509.437 ton.

Ketahanan pangan meningkat di sebagian besar 398 kabupaten di Indonesia berdasarkan Peta FSVA 2015 yang diluncurkan di Jakarta. Sebanyak 15% kabupaten di Indonesia masuk dalam kategori rentan terhadap kerawanan pangan.

Angka ini telah mengalami penurunan dibandingkan dengan 10 tahun lalu sebesar 22%.

Sejak peta pertama diluncurkan pada 2005, angka kemiskinan telah berkurang, sehingga meningkatkan akses terhadap pangan bagi sebagian besar rumah tangga di Indonesia. Pasa saat yang sama, banyak rumah tangga telah memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan, listrik dan jalan yang telah menjangkau wilayah lebih luas.

Ertharin Cousin, Direktur Eksekutif WFP menyatakan peta FSVA Nasional 2015 ini menjadi bahan rujukan bagi pemerintah untuk memprioritaskan sumber daya guna mengatasi isu-isu penting kerawanan pangan secara komprehensif di masa yang akan datang.

- Advertisement -

Peta tersebut juga memberikan catatan tentang kesenjangan pendapatan, kondisi infrastruktur, kejadian bencana alam, dan perubahan iklim akan terus menjadi tantangan bagi terwujudnya ketahanan pangan di Indonesia.

Permasalahan kekurangan gizi juga terus menjadi tantangan bagi Indonesia. Lebih dari sepertiga anak usia di bawah lima tahun mengalami kurang gizi dan bertubuh pendek melebihi usia mereka.[*]

Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.