United Nations Population Fund (UNFPA) menyatakan bahwa peran lelaki dan anak laki-laki dalam upaya menghentikan kekerasan yang berbasis gender sangat penting. Menurut perwakilan UNFPA untuk Indonesia, Jose Ferraris pada Rabu (8/7) di Papua, telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa peran lelaki merupakan peran inti mengatasi kekerasan maupun ketidaksetaraan gender.
Menurutnya, melibatkan lelaki dalam diskusi kebijakan dan program yang berkaitan dengan perempuan dapat membantu menghadapi norma gender yang seringkali mengarah pada perilaku diskriminatif. Lebih lanjut, Jose menambahkan peran lelaki juga sangat berpengaruh dalam program keluarga berencana, mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi pada perempuan, usaha penurunan angka kekerasan pada perempuan dan mengubah konsep “tua” tentang maskulinitas.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise, pada Senin (6/4) di Jakarta juga turut mengatakan perlu adanya sinergitas dari pemerintah, masyarakat dan dunia usaha untuk mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia. Menurut Yohana, isu utama dalam mewujudkan dan meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan adalah perubahan pola pikir tentang peran perempuan dan laki-laki.
Sementara Fasli Jalal, mantan kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, pada Senin (29/6), di acara “Gathering Sahabat Jurnal Perempuan ke-XI”, mengatakan bahwa Indonesia termasuk satu dari tiga negara ASEAN dengan indeks ketimpangan gender tertinggi. Fasli juga mengatakan bahwa permasalahan ketidaksetaraan gender berada di berbagai bidang, yakni bidang pendidikan, bidang kesehatan dan bidang ketenagakerjaan. (Baca juga: Partisipasi Kerja Perempuan Masih Kurang)
Dalam bidang ketenagakerjaan misalnya, saat ini tercatat tingkat partisipasi kerja pada laki-laki telah mencapai 84%. Jumlah tersebut lebih besar dari angka partisipasi kerja perempuan yang hanya mencapai 51%. Tidak hanya itu, perbedaan besaran upah antara pekerja perempuan dan laki-laki juga masih terjadi. Menurut Fasli, pendapatan pekerja perempuan masih lebih rendah dibandingkan dengan pekerja laki-laki secara rata-rata, yakni Rp 1,4 juta untuk perempuan dan Rp 1,7 juta untuk laki-laki. Padahal, Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO nomor 100 mengenai upah yang sama bagi buruh laki-laki dan perempuan dan nomor 111 tentang diskriminasi pekerjaan dan jabatan.
Tidak hanya itu, kekerasan berbasis gender juga masih sering terjadi. Misalnya saja perkosaan dalam pernikahan. Selama kasus perkosaan dalam pernikahan terjadi di Indonesia, jarang sekali korban yang melaporkannya ke pihak berwenang. Padahal, pemaksaan untuk berhubungan seksual dalam pernikahan termasuk ke dalam tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Pada akhirnya, hal tersebut semoga bisa menjadi cerminan bagi perempuan untuk turut berperan dalam usaha kesetaraan gender di Indonesia. [*]