Dewan Perwakilan Rakyat mempertanyakan kebijakan pemerintah yang akan berutang untuk menutup devisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sebab, utang yang bersumber dari dalam maupun luar negeri tersebut tidak jelas penggunaannya.
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Hadi Mulyadi, mengatakan, untuk menutupi devisit anggaran untuk tahun anggaran 2015 pemerintah berhak mendapat pinjaman utang. Namun, penggunaannya harus jelas dan terukur.
“Pemerintah ini doyan ngutang. Tapi utang yang diperoleh seharusnya untuk skala prioritas. Saat ini kan pemerintah fokus pada infrastruktur, jangan sampai infrastruktur yang dibangun justru bukan yang prioritas bagi masyarakat,” kata Hadi dalam Rapat Badan Anggaran di Kompleks Parelemen, Jakarta.
Menurut dia, pinjaman utang pemerintah yang diperoleh sebaiknya dipergunakan untuk peningkatan produktivitas, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Terutama pada sektor pendidikan. Sebab, selama ini masih banyak masyarakat Indonesia yang belum bisa mengakses pendidikan.
“Jangan sampai sebaliknya, yang terjadi malah konsentrasi pemerintah untuk peningkatan di bidang pendidikan biasa-biasa saja. Selama ini yang berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia tidak tampak dari utang yang dipinjam pemerintah untuk menutup devisit anggaran,” tuturnya.
Seperti diketahui, dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, telah menyetujui APBN-P 2015 dengan defisit sebesar Rp 222, 5 triliun, atau 1,9% dari Pendapatan Domestik Bruto. Sementara pada 2016 pemerintah menetapkan devisit sebesar 1,7% hingga 2,1%. Artinya, pada tahun tersebut pemerintah akan kembali berutang. Diprediksi jumlah utang itu mencapai Rp 250 triliun hingga Rp 300 triliun.
Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Utang Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan, utang tersebut diperlukan karena banyak proyek pembangunan pemerintah yang sedang berjalan. Itu seperti pembangunan berbagai infrastruktur, pembangunan di sektor energi, pemberian subsidi tepat sasaran melalui pemberian subsidi langsung.
Selain itu, juga untuk mendukung stabilitas pertahanan dan keamanan nasional, mengalokasikan 5% dari APBN untuk pembangunan di bidang kesehatan dan mendukung penguatan pelaksanaan desentralisasi fiskal melalui peningkatan alokasi transfer ke daerah dan dana desa. [*]