Emma Allen, Ekonom Pasar Kerja Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengatakan masih banyak buruh dibayar dibawah upah minimum provinsi dan tidak ada keterkaitan antara produktivitas dan kenaikan gaji.
Riset yang dilakukan mengenai tren sosial ketenagakerjaan ini bekerja sama dengan pemerintah dan pengusaha yaitu Asosiasi Pengusaha Indonesia.
Hasilnya, kata Emma, 60% upah reguler pekerja pada 2014 masih dibawah upah minimum provinsi. Mereka hanya mendapat upah Rp 1,4 juta per bulan, padahal upah rata-rata Rp 1,9 juta.
“Perbedaan mendasar, dan masih banyak yang tidak menerima upah minimum,” katanya melalui keterangan resminya, kemarin.
Salah satu contohnya, buruh pembuat sepatu Adidas dan Mizuno berjuang selama tiga tahun, mereka menuntut perbaikan kondisi kerja, kebebasan berserikat, upah sesuai ketentuan dan kemudahan atas hak cuti.
Pemutusan hubungan kerja adalah balasan dari pengusaha. Dampak dari PHK adalah 6 orang anak putus sekolah, 2 orang buruh terusir dari kontrakan, 1 orang buruh meninggal karena tidak mampu berobat.
Pemerintah, baik Dinas tenaga kerja maupun Menteri Ketenagakerjaan bahkan Dewan Perwakilan Rakyat tidak mampu berbuat apa-apa didepan brand dan pengusaha besar seperti Panarub Group, Adidas maupun Mizuno.
Keuntungan terbesar dari setiap tetesan keringat buruh adalah pemilik brand, tetapi tidak ada tindakan nyata dari kedua brand tersebut. Adidas termasuk kedalam penandatangan FOA, nol besar tidak ada yang dilakukan. PHK yang dilakukan managemen PT PDK adalah kejahatan atas Hak Asasi Manusia karena merampas hak kerja dan hak atas penghidupan yang layak.
Menurutnya, fakta lain adalah satu diantara tiga pekerja menerima upah rendah. Pekerja wanita juga menerima gaji yang rendah, kurang lebih 2/3 upah minimum. Di Februari 2015 sebanyak 51,7 pekerja reguler menerima upah dibawah ketetapan upah minimum provinsi.
Belum lagi perusahaan mengajukan penundaan upah minimum. Hal ini menjadi tantangan pertumbuhan upah di Indonesia. Kemudian relasi antara kenaikan produktivitas kerja dan peningkatan gaji tidak terkait. Hanya pekerja di perusahaan besar dan menengah yang mapu meningkatkan gaji dengan bertambahnya produktivitas kerja.
Hasil studi riset lainnya, ada beberapa hambatan dilakukan usaha bisnis perusahaan di Indonesia. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang melambat membuat pengusaha prihatin. Kedua, transportasi. Ketiga, persoalan listrik. Keempat, izin usaha pemerintah daerah kepada pengusaha. Kelima, ketidakpastian dan kebijakan ekonomi.[*]