Kata ‘Tidak’ mendominasi hasil referendum di Yunani. Hasil tersebut membuat ribuan orang merayakannya, meski masa depan Yunani menjadi tidak menentu. 60-an persen suara menyatakan menolak dan 30-an persen setuju skema Troika yang menginginkan Yunani memangkas anggaran publiknya dan mencetak surplus APBN.
Minggu 5 Juni 2015, puluhan ribu warga Yunani berbondong-bondong menuju tempat pemungutan suara (TPS). Setelah melakukan penghitungan suara, sebanyak 60% suara menolak dana talangan dari kreditor.
Marine Le Pen, Partai National Front di Perancis mengatakan keberanian Yunani dalam melawan penindasan Uni Eropa patut di contoh negara lain. Pemberontakan terhadap kediktatoran Eropa harus segera dihentikan dan keluar dari krisis.
“Penolakan dan pemberontakan terhadap dikte Eropa yang ingin menerapkan mata uang tunggal dengan cara apa pun, melalui penghematan yang sangat tidak manusiawi dan kontra-produktif,” ungkap Le Pen, seperti dilansir kantor berita Reuters.
Setelah bergabung dengan zona mata uang euro pada 1 Januari 2001, Yunani menjadi negara pertama yang gagal membayar cicilan utang sebesar €1,55 miliar yang jatuh tempo 30 Juni.
Hal ini disebabkan pemerintah Yunani terlebih dulu malakukan kucuran dana talangan sebesar €7,2 miliar dari Uni Eropa, Bank Sentral Eropa, The International Monetary Fund (IMF). Tiga lembaga ini disebut Troika.
Ketika Perdana Menteri Yunani, Alexis Tsipras, bersikeras tidak mau memenuhi syarat-syarat yang diajukan konsorsium kreditur untuk menambah lagi utang agar Yunani bisa melunasi tagihan IMF, Tsipras bahkan mengatakan, keluar dari persekutuan akan menjadi langkah yang tak bisa diubah dan awal dari berakhirnya Uni Eropa.
Tsipras menolak syarat pemberian dana talangan €7 miliar euro lebih. Dana ini mencakup berbagai penyempitan, termasuk anggaran pensiun, selain menaikkan pajak. Menurut Tsipras, kebijakan itu justru akan semakin memperparah ekonomi.
Hal ini karena 60 persen dari angkatan kerja muda di Yunani menjadi penganggur akibat 5 tahun mengikuti resep Troika. Lalu dia mencoba berlindung di balik keputusan rakyatnya melalui referendum untuk tidak mengambil tanggung jawab sendiri atas masalah yang sangat berat tersebut.
Tsipras mengambil inspirasi dari keberhasilan Islandia, negara kecil di kutub utara yang menolak utang baru dari IMF dan berusaha mengatasi krisis melalui caranya sendiri. Rakyat Islandia melalui “revolusi panci” telah melawan pemerintahan PM Geir Haarde kala itu yang condong menerima tekanan internasional. Kini, negeri kecil di wilayah utara Eropa itu sudah pulih dari krisis dengan tekad rakyatnya sendiri.
Rakyat Yunani meniru Islandia untuk menolak IMF dan konsorsium Eropa. Sebagai negara yang memiliki sejarah panjang dengan segudang kebanggaan masa lalu, rakyat Yunani mungkin tak sudi ditekan dan didikte pihak lain.
Purbaya Yudhi Sadewa, Deputi Staf Presiden Bidang Pengelolaan Isu Strategis mengatakan kondisi di Yunani dapat dijadikan pelajaran berharga bagi Indonesia. Mengingatkan ekonomi Indonesia pernah serupa dengan kondisi ekonomi Yunani, sehingga jangan sampai terulang lagi.
Pelajaran lain yang tak kalah penting dari Yunani adalah demokrasi. Rakyat harus diajak terlibat dalam proses politik yang sedang memutuskan sesuatu yang mahapenting bagi nasib mereka. Beberapa kasus kebijakan seperti BLBI dan Bank Century, keputusan dilakukan pemerintah begitu saja tanpa berdiskusi dengan rakyat padahal ongkosnya harus dipikul oleh rakyat. Apa yang terjadi di Yunani layak mendapatkan pujian.
Yunani mungkin akan bangkrut dengan keputusan itu, tapi ekonom seperti Joseph Stiglitzt melihat keputusan tidak yang diambil, jauh lebih memberi harapan daripada setuju dengan skema IMF dan kreditor lainnya. Yunani bangkrut untuk kemudian bangkit.
Efek domino krisis Yunani dan kebangkrutan yang terjadi mengancam ekomnomi Jerman sebagai kreditor terbesar. Sebagai pilar ekonomi Eropa kondisi Jerman akan mempengaruhi ekonomi Eropa. 10% ekspor Amerika Serikat diserap negara Eropa, AS akan mengalami perlambatan ekonomi. Ekonomi Tiongkok terancam melambat jika AS mengurangi impor dan Tiongkok juga akan mengurangi impor
Yunani memang bukan investor utama Indonesia. Namun, krisis yang terjadi bisa berdampak pada melambatnya ekonomi dalam negeri. Krisis Yunani juga berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Walau begitu, gerak harian rupiah tidak mencatatkan perubahan yang terlalu signifikan sebab Bank Indonesia sebelumnya sudah melakukan langkah-langkah antisipasi. [*]