Kementerian Pendidikan mengumumkan hasil uji kompetensi 1,6 juta guru di Indonesia, Hasilnya sebanyak 1,3 juta guru memiliki nilai ujian di bawah 60 dari rentang 0 hingga 100. “Hasil uji kompetensi ini menjadi potret nyata kualitas guru,” ujar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian kependidikan dan Kebudayaan, Sumarna Supranata di Jakarta, Selasa (7/7).
Uji kompetensi guru ini sendiri menguji sebanyak empat kompetensi yaitu kompetensi akademik, sosial, pengajaran dan kepribadian. Dari empat kompetensi tersebut banyak guru yang tidak menguasai materi ajarnya. Selain itu, cara pengajaran juga masih menjadi sorotan. Dari hasil uji kompetensi tersebut, kemampuan guru yang paling rendah ada di tingkat Sekolah Dasar (SD). Padahal, guru SD yang mengikuti kompetensi ini jumlahnya paling banyak yaitu sekitar 800 ribu orang.
Kemampuan guru SD yang rendah perlu menjadi perhatian pemerintah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013, angka partisipasi masyarakat di tingkat SD mencapai 96,42%. Pendidikan dengan kualitas baik di tingkat ini dibutuhkan karena angka partisipasi masyarakat di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) terus menurun. Pada 2013, angka partisipasi di tingkat SMP mencapai 81%. Sementara di tingkat SMA semakin turun di angka 50%.
Kualitas guru yang rendah juga dipengaruhi oleh kurangnya pemerataan guru hingga ke daerah. Sebuah studi dari Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) pada 2014 menunjukkan 1 dari 10 guru di Indonesia tidak hadir ke sekolah setiap hari. Berdasarkan studi tersebut sebanyak 20% guru terutama di tingkat SD mengajar di lebih dari satu sekolah.
Ketidakhadiran guru ini juga mempengaruhi standar pelayanan minimal sekolah. Rata-rata siswa SD di Indonesia hanya mendapatkan pengajaran selama 18,5 jam per minggu. Padahal berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23/2013, standar jam pengajaran untuk siswa SD adalah 25 jam per minggu.
Rendahnya kualitas guru juga dipengaruhi dari kualitas lembaga pendidik dan tenaga kependidikan (LPTK). Saat ini terdapat sekitar 300 LPTK dengan jumlah mahasiswa sekitar 1 juta. Setiap tahun lembaga ini menghasilkan 200 ribu tenaga pendidik. Meski minat masyarakat tinggi terhadap profesi guru, pemerintah tidak melakukan pengawasan. Pengawasan dapat dilakukan dengan memperbaiki kualitas dosen, memperketat proses seleksi masuk calon mahasiswa dan pembenahan kurikulum.[*]