Kamis, Oktober 10, 2024

Makna di Balik Lemparan Cengkir, Cerita Desa Sekar, Pacitan

Hafiyya Talitha aziza
Hafiyya Talitha aziza
Lahir pada 23 April 2006, Mahasiswa aktif Poltekkes Kemenkes Surakarta yang menulis artikel menarik tentang Makna di Balik Lemparan Cengkir: Cerita Desa Sekar, Pacitan

Upacara tradisional tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat Jawa termasuk masyarakat Desa Sekar Kecamatan donorojo Kabupaten Jawa Timur. Masyarakat desa Sekar setiap tahunnya melaksanakan upacara tradisional Ceprotan. Ceprotan sebagai tradisi unik yang telah diwariskan secara turun temurun.

Tradisi Ceprotan mempunyai makna yang multidimensi. Setiap rangkaian ritual di dalamnya mengandung makna yang melambangkan perayaan kehidupan, kebersamaan, dan penghormataan terhadap alam dan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Ceprotan telah ada sejak lama di masyarakat untuk itu generasi sekarang pun tetap harus mengetahui budaya lokal ini. Artikel ini membahas Ceprotan dari segi historis dan fungsinya. Adapun permasalahan penulisan artikel ini adalah asal-usul munculnya Ceprotan dan fungsinya.

Metode penulisan dengan studi pustaka, yakni mempelajari dokumen publikasi yang membahas upacara tradisional Ceprotan. Data dikumpulkan dengan membaca dan telaah literatur.

Asal usul tradisi ceprotan

Tradisi Ceprotan berawal dari perjalanan panjang Ki Godek dan Dewi Sekartaji. Saat itu di wilayah Wengker termasuk Pacitan yang   merupakan hutan belantara, datanglah seorang pengembara tua bernama Ki Godek. Dia lah kemudian membabat hutan untuk membuka lahan untuk mendirikan padepokan, rumah tinggal, serta lahan pertanian.

Kemudian datang gadis bernama Sekartaji yang sedang kehausan meminta kelapa muda kepada Ki Godek. Karena  di sekitar hutan tidak ada pohon kelapa, maka Ki Godek pergi agak jauh dari kawasan hutan yakni yang berada di kawasan pantai selatan.

Setelah berhasil mendapatkan kelapa muda, Ki Godek segera kembali dan memberikan kelapa muda itu kepada Dewi Sekartaji. Dan Dewi sekartaji merasa senang sekali. Namun air kelapa itu terlalu banyak, dan dia tidak mampu menghabiskannya. Saat Dewi Sekartaji mau melanjutkan perjalanannya, sisa air kelapa yang di tempurung  itu ditinggal.

Namun dari tempurung itu keluarlah sumber air yang bisa menjadi sumber kehidupan bagi warga sekitar.  Sebagai rasa syukur masyarakat menaruh ingkung di sumer air tersebut, namun ada pencuri yang mencuri ingkung tersebut. Masyarakat kemudia melempari pencuri itu dengan buah kelapa. Dan peristiwa itu di wujudkan dalam upacara adat lokal Ceprotan dan nama Desa Sekar sebagai penghormatan terhadap Dewi Sekartaji.

Prosesi Ritual Upacara Tradisional Ceprotan

Tradisi Ceprotan di Desa Sekar biasanya diadakan pada bulan Longkang hari Senin Kliwon, dalam kalender Jawa.Dihadiri oleh masyarakat setempat. Upacara dimulai dengan doa bersama dan ungkapan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan roh-roh leluhur.

Setelah doa, peserta tradisi berkumpul di lapangan desa untuk memulai prosesi Ceprotan dengan membawa segala macam kebutuhan untuk upacara. Dan puncak acara Ceprotan adalah dimana dua kelompok pemuda saling lempar. Adapun benda yang dilempar adalah buah kelapa yang telah direndam.

Makna dan Tujuan Tradisi Ceprotan

Prosesi tersebut menggambarkan perjuangan masyarakat dalam menghormati leluhur dan menjaga warisan leluhur dan juga ungkapan rasa syukur atas nikmat Tuhan Yang Maha Esa berupa sumber air.

Berdasarkan pada kisah mula Tradisi Ceprotan, tradisi ini mengandung makna bahwasanya seseorang harus gigih dan pantang menyerah dalam menghadapi tantangan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Ki Godek dalam usahanya membuka lahan hutan demi membangun permukiman yang kini dikenal sebagai Desa Sekar. Desa yang saat ini dikenal sangat subur dan sekaligus sebagai penghasil padi dan kelapa di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.Dan juga kegigihan perjuangan masyarakat desa Sekar dahulu kala dalam merawat peninggalan leluhur.

Berdasarkan pembahasan dapat simpulkan beberapa hal, yakni 1) Upacara tradisional Ceprotan harus tetap dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi muda agar nilai-nilai di dalamnya tetap terjaga. 2) Upacara tradisional Ceprotan dapat sebagai medium menggerakan ekonomi masyarakat karena pada saat pelaksanaan masyarakat dari berbagai tempat dapat menghadirinya. 3) Upacara tradisional Ceprotan dapat mengajarkan pada manusia agar senantiasa menjaga keseimbangan dengan alam serta Sang Pencipta.

Hafiyya Talitha aziza
Hafiyya Talitha aziza
Lahir pada 23 April 2006, Mahasiswa aktif Poltekkes Kemenkes Surakarta yang menulis artikel menarik tentang Makna di Balik Lemparan Cengkir: Cerita Desa Sekar, Pacitan
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.