Permasalahan sampah menjadi menarik untuk kita perbincangkan karena setiap harinya sampah akan selalu di produksi dan bertambah banyak. Bahkan bila kita melihat dari laporan medio Bank Dunia September 2019, pada tahun 2016 terdapat 2,01 miliar ton sampah yang menumpuk di dunia. Jelas hal ini menjadi permasalahan serius karena dampak buruk yang dapat dihasilkan dari permasalahan ini.
Indonesia pada tahun 2019, dikutip dari binus.ac.id ternyata menduduki peringkat kedua sebagai produsen sampah terbanyak didunia yang dimana hanya berada satu peringkat dibawah negara china. Bahkan bila kita melihat dari databoks, volume timbulan sampah nasional pada tahun 2022, meningkat hingga 21,7% dibanding tahun 2021 yakni 35,83 juta ton timbulan sampah.
Bila kita telisik dari sumbernya, mayoritas timbulan sampah tersebut berasal dari sampah rumah tangga yakni sebesar 38,4% dari total timbulan sampah nasional, kemudian dari pasar tradisional 27,7%, perniagaan 14,4%, serta sumber sumber lainnya.
Memang terjadi penurunan angka timbulan sampah pada tahun 2023 yang menjadi sebesar 19,5 Juta ton atau sekitar 15,24% angka pengurangan sampah di tahun ini. Penanganan sampah di Indonesia pada tahun itu juga mencapai 50.59%. Namun hal ini masih cukup jauh dari target Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri yang bilamana kita lihat dari SIPSN KLHK itu sendiri.
KLHK sendiri didalam SIPSN memunculkan gagasan target Indonesia Bersih Sampah 2025, yang dinilai dapat dicapai ketika angka pengurangan sampah sebesar 30%, dan penanganan sampah hingga 70%.
Dikutip dari SNI 3242:2008 tentang penglolaan sampah di permukiman, dalam pengelolaan sampah sendiri dipengaruhi oleh 5 aspek pengelolaan yakni aspek teknis operasional, aspek pembiayaan, aspek kelembagaan, aspek hukum dan aturan. Untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang efektif maka kelima aspek tersebut haruslah diperhatikan dan dipasstikan berjalan dengan efektif pula.
Sebagai negara hukum, Indonesia seharusnya dapat mengoptimalisasi regulasi pengelolaan sampah. Karena menurut penulis, aspek hukum dan peraturan menjadi sangat berpengaruh karena dapat mempengaruhi aspek pembiayaan, teknis operasional, kelembagaan dan masyarakat.
Sehingga berdasarkan data dan fakta yang ada, penulis berpendapat bahwa pengelolaan sampah melalui regulasi saat ini masih kurang optimal apabila kita merujuk pada cita-cita Indonesia bersih sampah di tahun 2025. Sehingga perlu untuk kita ketahui, apa regulasi yang ada dalam pengelolaan sampah di Indonesia dan bagaimana pelaksanaanya untuk kemudian bisa diperbaiki dan dapat dijalankan dengan optimal serta apa dampak yang akan terjadi bila pengelolaan sampah di Indonesia masih buruk.
Menilik Efektivitas Sistem Pengolahan Sampah dari Aspek Sistem Hukum
Berbicara efektivitas sistem pengelolaan sampah dari aspek hukum, maka tidak terlepas dari adanya sistem hukum. Sistem hukum terdiri dari unsur-unsur yang kemudian menjadi bangunan konstruksi dari sistem hukum tersebut.
Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa ada tiga unsur yang menjadi bangunan konstruksi dari sebuah sistem hukum, dimana ketiga unsur tersebut haruslah berjalan efektif satu sama lain agar sistem yang dibangun dapat optimal dan efektif. Adapun ketiga unsur tersebut adalah Struktur hukum (Legal Structur), Substansi Hukum (Legal Substance), dan Budaya Hukum (Legal Culture).
Ketiga unsur tersebut dapat kita lihat implementasinya dalam Standar Nasional Indonesia Nomor 3242 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah di permukiman dimana didalamnya dijabarkan 5 (lima aspek) pengelolaan sampah yakni teknis operasional, aspek pembiayaan, aspek kelembagaan, aspek hukum dan aturan, serta aspek peran serta masyarakat.
Regulasi yang Mengatur Pengelolaan Sampah dan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Indonesia
Di Indonesia saat ini regulasi mengenai pengelolaan sampah sudah cukup banyak, mulai dari Undang-Undang bahkan hingga peraturan turunan dan peraturan pelaksananya. Status quo saat ini, regulasi utama pengelolaan sampah di Indonesia tertuang didalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Kemudian dalam pelaksanaannya, diatur secara spesifik oleh Peraturan Pemerintaah Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga, Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga serta peraturan peraturan lainnya baik yang dikeluarkan oleh kementerian ataupun yang bersifat daerah.
Struktur Hukum dalam Sistem Pengelolaan Sampah di Indonesia
Struktur hukum berbicara mengenai kelembagaan terkait, ketatalaksanaan atau prosedural juga sumberdaya manusianya. Apabila merujuk pada SNI Nomor 3242 Tahun 2008 maka disinikita akan membahas tiga aspek sekaligus yakni aspek teknis operasional, pembiayaan dan kelembagaan.
Pada aspek kelembagaan dalam pengelolaan sampah di Indonesia, institusi pengelolaan masih bersifat multisektor dan tidak terdapat adanya institusi yang memang fokus dalam penanganan atau pengelolaan sampah. Pada tingkat pusat, kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Pekerjaan Umum yang menjadi pemeran utama dalam pengelolaan sampah, terutama dalam hal standarisasi, dan sebagai regulator dalam membentuk regulasi-regulasi yang dibutuhkan. Kemudian dalam pelaksanaannya di daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah sebagai eksekutor dan regulator melalui peraturan-peraturan daerah.
Aspek pembiayaan yang tidak kalah penting pun perlu menjadi sorotan kita bersama. Penganggaran untuk pengelolaan sampah di daerah nyatanya berada dibawah angka 0,5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD. Padahal menurut Novrizal Tahar, idealnya anggaran pengelolaan sampah di daerah adalah 2%-3% dari total APBD. Kemudian pada bidang penarikan retribusi, realisasinya hanya berada di angka 20%.
Dalam aspek teknis operasional, nyatanya masih banyak sekali pengelolaan sampah yang dilaksanakan secara open dumping atau membuang sampah di area terbuka tanpa adanya tindakan lebih lanjut. Sebesar 80,6% masih Tempat Pembuangan Akhir (TPA), masih menggunakan metode ini. Apabila metode ini dilaksanakan, dampak buruknya adalah sampah yang membusuk dan tidak diolah menyebabkan pencemaran tanah yang parah dan bahkan mempengaruhi kualitas air bawah tanah.
Sikap Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan diatas, mayoritas timbulan sampah berasal dari sampah rumah tangga yakni sebesar 38,4% dari total timbulan sampah nasional. Namun nyatanya, 72% masyarakat Indonesia menurut survei Badan Pusat Statistika tidak memiliki kepedulian atas urusan sampah.
Setelah analisis yang kita lakukan, dapat kita lihat kalau aspek yang menjadi kendala dalam pengelolaan sampah di Indonesia adalah aspek kelembagaan, pembiayaan, teknis operasional dan aspek masyarakat.