Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi memiliki “mainan” baru bernama Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Sebagai kader yang dibesarkan oleh partai berlambang pohon beringin itu, Dedi tentu merasa gerah dengan tren elektabilitas partai besutan Setya Novanto tersebut. Partai ini terancam kehilangan “marwah” sebagai partai besar, menuju partai “medioker”.
Sebagai Ketua Umum, alih-alih Novanto dapat berperan sebagai tokoh protagonis partai, dosa masa lalunya malah menjadi momok menakutkan bukan hanya bagi partai yang dia pimpin, melainkan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Akibat perbuatan yang disangkakan kepada dirinya, puluhan juta rakyat Indonesia harus menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan e-KTP (KTP elektronik), karena pengadaan kartu yang konon berbasis ‘chip’ tersebut dikorupsi secara berjamaah.
Tuah e-KTP pun diketahui melanda Partai Golkar, Setya Novanto ditetapkan untuk kali kedua sebagai tersangka atas kasus yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun tersebut. Drama penggeledahan rumah mewah milik mantan sopir Hayono Isman itu sampai sinetron tiang listrik pun menghiasi time line seluruh platform media, baik sosial, online, cetak maupun elektronik. Alhasil, Partai Golkar berada di titik nadir.
Partai Golkar “dipaksa” terjerembab dalam citra buruk ketua umumnya. Memasuki tahun politik Pilkada serentak 2018, Pileg dan Pilpres 2019, Partai Golkar hanya menyisakan elektabilitas 10,9% saja. Sebagai “Begawan Politik” yang mampu menjadi penyelamat partai, Akbar Tandjung sampai mengatakan bahwa partai yang pernah dia pimpin itu akan segera “kiamat” jika tidak dilakukan langkah-langkah penyelamatan.
“Wangsit” dari Sang Begawan nampaknya berhasil ditangkap oleh Dedi Mulyadi. Baik Akbar maupun Dedi terlahir dan dewasa dari rahim yang sama, yakni Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI. Mereka berdua adalah kakak-adik, meski tentu saja jam terbang politik yang dimiliki oleh Akbar Tandjung jauh lebih banyak.
Kondisi Partai Golkar saat ini mirip dengan keadaan Manchester United di tahun pertama dalam asuhan Jose Mourinho. Tanpa gelandang bertahan yang mumpuni, tim dengan sejarah besar itu terseok di Premier League, kompetisi kasta tertinggi di Negeri Ratu Elizabeth. Asa menggapai juara pun datang setelah public Old Trafford menyaksikan performa rekrutan anyar di musim kedua Jose Mourinho, Nemanja Matic.
Menganalisa skema milik Jose Mourinho di Manchester United, peran yang sedang dimainkan Dedi Mulyadi kini adalah sama persis dengan peran Nemanja Matic. Nama terakhir ini menjadi gelandang bertahan yang sekaligus bertugas mengatur ritme permainan. Bola dia alirkan dari lini belakang ke lini depan, posisi yang ditempati oleh Paul Pogba.
Sebagai pemain tengah, Dedi pun melakukan hal yang sama. Ia berdiri di antara pengurus DPD Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang dia pimpin, mengalirkan bola ke lini depan di mana para pengurus DPP Golkar memainkan peran sebagai lembaga yang wajib menindaklanjuti usulan Munaslub.
Serangan dari kubu Novanto yang kadung memutuskan Plt Ketua Umum yang diisi oleh Idrus Marham pun berhasil di-intercept oleh Dedi Mulyadi dengan cara elegan. Yakni, menggalang dukungan DPD Provinsi Partai Golkar di seluruh Indonesia. Kabarnya, sudah 31 DPD Provinsi yang menandatangani petisi Munaslub untuk melengserkan Novanto.
Kesaktian Nemanja Matic dalam skuad Manchester United setara dengan kemampuan yang dimiliki oleh Ander Herrera dan Michael Carrick. Kecepatan milik Herrera dan kekuatan milik Carrick lengkap berada dalam diri Matic. Pun begitu dengan Dedi Mulyadi, kecepatan mengambil momentum milik Idrus Marham dan kekuatan narasi politik milik Akbar Tandjung, lengkap berada dalam diri Dedi.
Kini, bola hasil gocekan Dedi Mulyadi telah diterima oleh Airlangga Hartarto. Minggu kedua Desember ini menjadi momentum titik balik bagi Partai Golkar untuk mengkonsolidir diri menjelang berbagai kontestasi politik seperti Pilkada serentak 2018, Pileg dan Pilpres 2019 melalui perhelatan Munaslub.
Publik boleh mulai menyaksikan kembali permainan atraktif Partai Golkar dalam melakukan pemulihan sekaligus menghiasi isu-isu politik dalam negeri. Hemat saya, Beringin akan kembali pada khittah-nya sebagai partai kader yang menyajikan narasi-narasi konstruktif untuk pembangunan.
Kolom terkait:
Menunggu Golkar Masuk Kubur di Jawa Barat
Siasat Golkar Merangkul Kang Emil, “Mendepak” Kang Dedi