Indonesia Corruption Watch minta Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Sosial mengawasi dana banuan sosial jelang pemilukada serentak tahun ini. Dana tersebut mencapai Rp 250 triliun dan sudah ditransfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah baru terserap 0,9%. Namun, warga di daerah sasaran program belum menerima manfaat dana tersebut.
Donal Faris, peneliti ICW mengatakan dana hibah dan bantuan sosial masih rawan diselewengkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan pemenangan.
Menurutnya, pengawasan terhadap dana hibah dan bantuan sosial harus dilakukan semua pihak, lembaga penegak hukum harus dibantu berbagai elemen. Masyarakat sipil juga harus ikut mengawasi dan melaporkan bila ada indikasi penyelahgunaan dana tersebut.
Selanjutnya, sejumlah penyelewengan terkait bantuan dana sosial. ICW menyatakan aliran dana bantuan sosial mengalami kenaikan. Ada enam kementerian penerima aliran dana terbesar, pertama Kementerian Pendidikan dan Budaya Rp 59,8 triliun, Kementerian Kesehatan Rp 19,9 triliun, Kementerian Sosial Rp 17 triliun, Kementerian Pertanian Rp 23 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Rp 4 triliun, terakhir Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Rp 2 triliun.
Khofifah Indar Parawansa, Menteri Sosial mengatakan penyerapan dana bantuan sosial masih rendah, ia meminta kepala daerah berkomitmen untuk mencairkan dana tersebut. “Kita berharap pencairan dana bantuan sosial bisa disalurkan dengan tepat,” katanya melalui keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Sebagian dana dekonsentrasi berasal dari dana bansos, yang tahun ini tersebar di 12 kementerian dengan nilai total Rp 124 triliun. Dana bansos itu diproyeksikan untuk masyarakat miskin, rentan miskin, berkebutuhan khusus, dan masyarakat usia lanjut.
Di Kementerian Sosial, dana bansos tahun ini dialokasikan Rp 17 triliun dengan serapan sekitar 63 persen. Rata-rata serapan bansos di 12 kementerian sejauh ini 22 persen.
Syamsuddin, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, terkait dengan rendahnya serapan dana bantuan sosial mengatakan presiden harus punya upaya percepatan penyerapan anggaran dengan memperbaiki pola birokrasi. “Sebab, kendala birokrasi ini tidak pernah terurai,” katanya.
Cara memperpendek birokrasi juga bisa menjadi jalan keluar dari permasalahan ini. Namun, pemerintah harus dapat menjamin administrtasi publik yang baik sehingga tidak disalahgunakan. Sebab, dana bantuan sosial kerap kali dijadikan obyek bagi-bagi rezeki oleh partai politik.
Untuk masalah pendataan penerima, Syamsuddin berpendapat, seharusnya tidak ada masalah. Pasalnya, data penerima dana ini sudah tersedia dan tidak jauh berbeda tiap tahun.
Lanjutnya, marak praktik pemberian kepada lembaga yang tidak jelas. Modus praktik ini mirip dengan organisasi fiktif yang tidak ada penanggung jawab dari penerima hibah dan modus ini berulang setiap tahun. [*]