Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dinilai terlalu memaksakan kehendak terkait rencananya membangun Bandung menjadi kota modern dengan menggandeng pihak swasta. Pelibatan pihak swasta melalui skema public private partnership (kerja sama pemerintah dengan swasta) berpotensi bagi pihak swasta menguasai berbagai sumber daya alam dan infarstruktur publik di Kota Kembang itu.
Penilaian tersebut dikemukakan Ah Maftuchan, pengamat kebijakan publik dari Perkumpulan Prakarsa. Dia mengatakan, masuknya pihak swasta membangun berbagai infrastruktur berupa fasilitas publik tentu orientasi pembangunannya bakal berubah. Yakni, tidak lagi mengedepankan pelayanan kepada publik. Yang ada hanya mengejar profit atau keuntungan semata nantinya.
“Ridwan Kamil harus berhati-hati terkait rencananya ini. Terutama mengenai pembangunan infrastruktur seperti air, listrik, kesehatan, transportasi, dan lain sebagainya yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak,” kata Maftuchan di Jakarta.
Skema semacam ini, dia menambahkan, bisa menyebabkan masyarakat kecil mengalami kesulitan, lantaran harga-harga yang dikenakan untuk kebutuhan fasilitas-fasilitas tersebut menjadi sangat mahal. Dapat dipastikan hanya orang-orang tertentu saja, terutama masyarakat golongan menengah ke atas, yang bisa mengakses fasilitas-fasilitas publik tersebut.
Menurut dia, jika sampai terjadi demikian, keberhasilan Ridwan Kamil menjadikan Bandung kota modern nantinya akan sia-sia. Sebab, fasilitas publik yang dibangun Pemerintah Kota Bandung tidak bisa diakses seluruh warga setempat. Padahal, esensi dari pembangunan sebuah kota adalah bisa memajukan dan mensejahterakan seluruh masyarakatnya. Tidak terkecuali.
Selain itu, lebih lanjut Matuchan mengatakan, kerja sama pemerintah kota Bandung dengan pihak swasta ini juga akan berimbas pada wali kota berikutnya yang akan menjabat. Kinerja wali kota baru nantinya tidak akan maksimal karena tersandera utang kepada pihak swasta. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung dapat dipastikan bakal lebih banyak digelontorkan hanya untuk membayar utang ketimbang memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk itu, menurut Maftuchan, Ridwan Kamil harus lebih selektif dalam menentukan pembangunan infrastruktur melalui kerja sama dengan pihak swasta. Infrastruktur yang melayani hajat hidup orang banyak tidak tepat dibangun melalui skema public private partnership.
“Pembangunan infrastruktur untuk hajat hidup orang banyak sebaiknya pemerintah yang mengerjakan. Ini sebagai bentuk hadirnya negara untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan masyarakat,” kata Maftuchan.
Sebelumnya, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil berencana menggandeng pihak swasta untuk membangun sejumlah proyek infrastruktur. Itu dilakukan untuk mensukseskan program Bandung Juara, yaitu membuat Bandung menjadi kota modern yang diprediksi membutuhkan anggaran hampir Rp 85 triliun.
Karena membutuhkan dana besar, menurut Ridwan, rencana mewujudkan program tersebut tak bisa hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung. Ridwan Kamil akan menerapkan skema public private partnership atau kerja sama pemerintah dan swasta. Artinya, pihak swasta diserahkan untuk membangun berbagai macam infrastruktur. Sementara itu, Pemerintah Kota Bandung akan membayarnya nanti dengan cara dicicil selama 25 sampai 30 tahun.
“Kota Bandung akan membangun banyak hal melalui uang dari pihak swasta,” ujar Ridwan beberapa waktu lalu.
Pemerintah Kota Bandung juga telah menyiapkan landasan hukum berupa peraturan daerah yang mengatur tentang pembayaran proyek multiyears yang akan menjamin pembayaran cicilan tetap berjalan, meskipun wali kotanya nanti telah berganti.