Perekonomian Indonesia pada tahun depan diprediksi masih akan lesu. Pemerintah Joko Widodo diminta tidak lagi membuat pencapaian target yang terlalu tinggi. Sebab, banyak target pemerintah di tahun 2015 saja masih belum menunjukkan adanya pencapaian hasil yang maksimal.
“Pemerintah tidak perlu muluk-muluk membuat target ekonomi yang terlalu tinggi. Saat ini tidak tepat membuat target tinggi di tengah kondisi ekonomi yang lesu. Target ekonomi harus dibuat realistis menyesuaikan situasi dan kondisi ekonomi yang ada,” kata anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Maruarar Sirait, ketika dijumpai di Jakarta.
Dia mencontohkan, salah satu target pemerintah yang terlalu tinggi adalah target penerimaan pajak 2015 yang dipatok sebesar Rp 1.294,25 triliun. Target tersebut dia nilai sangat ambisius. Hal ini tidak memungkinkan bisa dicapai di tengah kondisi ekonomi sekarang ini yang terus merosot.
“Target pajak yang terlalu tinngi ini belum pernah ada di pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Target ini hanya membuat ekonomi semakin tidak bagus. Jangan membuta target di luar ekspektasi,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. “Pemerintah semestinya membuat target yang bisa membuat perekonomian berjalan kondusif. Jadi, jangan sampai pengusaha seolah seperti dikejar-kejar petugas pajak hanya karena untuk memenuhi target tersebut.”
Karena itu, kata Maruarar, pemerintah tidak perlu segan untuk menerima masukan-masukan dari publik. Itu perlu dilakukan untuk memperbaiki kinerja pemerintah ke depan. “Pemerintah harus banyak mendengar. Kalau ada kekurangan, jangan segan mendengar masukan, lalu segara memperbaikinya,” katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, tantangan perekonomian Indonesia pada 2016 tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada 2015. Beberapa tantangan tersebut di antaranya stabilitas perekonomian yang semu.
“Apalagi saat ini masyarakat dibayang-bayangi adanya beban baru dari lonjakan harga pangan. Hal tersebut menyebabkan daya beli masyarakat menjadi rendah. Kemudian ketergantungan ekspor bahan mentah, menurunnya produktivitas masyarakat, mandulnya stimulus fiskal pemerintah, dan meningkatnya angka pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan,” kata Enny.