Gelaran ajang pencarian bakat memerintah lima tahunan memang telah usai, namun hiruk pikuk pertarungannya (yang entah untuk siapa) masih terasa betul hawa panasnya. Terutama pada suatu stage yang kita semua tahu, presiden.
Perseteruan dua kubu ini nyatanya tak hanya terjadi di lapisan atas saja, namun juga terjadi di lapisan bawah, masyarakat. Dari mereka yang hanya berseteru di sosial media dan grub chat, sampai dengan mereka yang beradu aksi massa.
Hingga beberapa hari yang lalu, di sebuah grub whatsapp, saya juga masih menemukannya. Dan di tengah adu mulut mereka (di grub whatsapp), ada seorang teman yang tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang kiranya seperti ini:
“Apa sebenarnya ide besar yang terselubung dari dua kekuatan besar yang bertarung hari ini? Karena seolah-olah yang nampak adalah pertarungan antara ide komunis dan islamis. Dan bukankah memang pada dasarnya suatu gerakan tidak mungkin terjadi tanpa dilandasi suatu ide besar dan fundamental?”
Sekiranya, begitulah pertanyaan dari seorang teman itu. Namun benarkah yang terjadi demikian adanya?
Saya bersepakat soal suatu gerakan selalu memiliki landasan (entah fundamental atau tidak, entah apa tujuannya, dan lain sebagainya), tapi soal komunis dan islamis? Menurut hemat saya, pertarungan kedua kelompok ini jelas kurang landasan jika mau dibilang islamis atau komunis (bahkan pancasilais pun juga barangkali belum tentu).
Kenapa demikian? Sebab jika dilihat (secara awam) dari arah gerak, visi dan misi, program dan lain sebagainya, kedua kelompok ini tak tengah berusaha merubah sistem secara fundamental ke arah sistem komunis maupun Islam (khilafah?) Isu soal komunis dan islamis ini lebih seperti hanya dijadikan alat untuk meraih massa, entah oleh kelompok yang mana. Sehingga bisa dikatakan itu semua hanya sebatas dalih perebutan kuasa.
Lalu apa yang membuat mereka saling berebut kuasa? Kita tak benar tahu, hanya mereka yang tahu betul tentang ini, terlalu banyak plot-plot abstrak di dalamnya untuk sekedar dikonsumsi awam. Dan, terlalu banyak indikator yang bisa kita asumsikan untuk mentafsirkan latar belakang pendorong egoisme mereka itu. Bisniskah? Ketokohankah? Ideologi kah? Atau apa? Perlu ada data dan kajian lebih dalam untuk dapat memastikan hal ini.
Sehingga, kita ini, orang-orang muda, masyarakat bawah dan siapapun yang mencintai kehidupannya, harus bisa memposisikan diri secara betul di tengah hiruk pikuk pertikaian mereka. Jangan sampai terjerembab dalam perangkap, hanya jadi kambing yang diombang-ambing. Harus bersandar sadar, adil dalam berfikir dan berbuat.
Pertarungan antara pemerintah dan oposisi misalnya, harus dilihat sebagai fitrah yang dilahirkan oleh sistem bernegara. Dan memang dari situlah diharapkan akan terjadi pertarungan ide dan gagasan.
Sebaliknya, rakyat harus tetap bersatu, jangan sampai diadu domba dan senantiasa menjadikan dirinya mutlak sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Bersadar bahwa kita adalah sang pemberi mandat. Bahkan jika perlu kita lah yang harus mengadu domba mereka. Bukankah harus begitu jika mau bersunguh-sungguh dalam berdemokrasi?
Jadi, siapapun mereka yang akan mendapatkan mandat itu, entah Pak Jokowi dan sekutunya, entah Pak Prabowo dan sekutunya, jika berbuat suatu yang melawan nurani rakyat, harus dilawan. Karena itulah sejatinya kerja insan.