- HUTRI72 – Sudah Merdeka dan masih gini – gini aja
Sudah tujuh puluh dua tahun Indonesia merdeka dan kita masih gini – gini aja. Diusia yang tidak lagi muda seharusnya Indonesia sudah menjadi bangsa yang dewasa. Bangsa yang bisa menjadi teladan untuk semua. seharusnya.
Setiap tanggal 17 Agustus kita memperingati dan merayakan hari kemerdekaan. Kemerdekaan yang para leluhur dan pahlawan kita perjuangkan. Kemerdekaan yang selalu kita bangga – banggakan dan kadang ada saja sebagian dari kita yang mengejek tetangga sebelah karena memperolehnya melalui pemberian.
Setiap tanggal 17 Agustus kita berbenah diri. Akan kita suarakan itu kerja bakti. Semua warga akan gotong royong mempercantik lingkungan yang mereka tinggali. Bendera merah putih berkibar disetiap rumah tak lupa ornamen – ornamen penghias yang membuatnya semakin meriah.
Di Jalan Suryotomo dan Jalan Ibu Ruswo, Yogyakarta. Pedagang bendera kebanjiran order. Bendera yang dijual dari harga lima ribu sampai lima puluh ribu laris diburu. Tak hanya di Yogyakarta, Kapolda Kalimantan tengah merencanakan pengibaran satu juta bendara di hari ulang tahun Indonesia ke tujuh puluh dua ini. Begitupun dengan tempat lain di Indonesia. semua berlomba – lomba menghias daerahnya. Dari desa ke kota, dari gang – gang sempit hingga ke real estate. Dari ruko pinggir jalan hingga ke area perkantoran turut serta mengibarkankan bendera kemenangan.
Tak hanya berbenah dan mempercantik diri saja. Kita juga disibukan dengan acara – acara perlombaan. Entah sebagai peserta atau panitia karang taruna. Baik di rumah atau di kantor. Kita dilibatkan dalam perlombaan – perlombaan yang bertujuan untuk memupuk tali persaudaraan. Perlombaan yang melibatkan kerja sama, gotong royong yang menjadi ciri khas indonesia. perlombaan yang siapapun bisa ikut serta. Tak ada aku, kamu, dia, kita atau mereka. Yang ada hanya satu. Indonesia.
Perlombaan – perlombaan yang diadakan pun unik dan berbeda – beda di tiap – tiap daerah. Petani yang berburu tikus di Ngawi atau lomba senam maumere di Gowa. Tempat – tempat hiburan dan pusat perbelanjaanpun kompak mengadakan perlombaan atau diskon gede – gedean. Kemerdekaan ini harus dirayakan dengan meriah, dengan suka cita. Karena kita sudah merdeka dan tak lagi terjajah.
Di tengah gegap gempita dalam merayakan kemerdekaan, timbul satu pertanyaan dalam hati ini “Benarkah kita sudah merdeka?” sudah tujuh puluh dua tahun kita merayakannya. Tentu saja sudah. Tak ada lagi Belanda atau Jepang membawa senjata. Tak ada lagi Tentara – tentara asing melakukan sweeping berkeliling desa – desa dan kota – kota.
Namun tetap saja ada keresahan di dalam hati ini. Sekali lagi, timbul pertanyaan seolah ingin memperjelas. Merdeka kah kita? Setelah hari kemerdekaan ini, masihkah kita dapat tertawa? Masihkah kah kita sama – sama bergembira. Yang tua dan yang muda, yang miskin dan yang kaya, yang hitam dan yang putih, yang dekil dan yang rapih, yang seagama dan yang berbeda. Masihkah?
Bung karno dalam sebuah pidatonya pernah berkata “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri” Kita merdeka dari Jepang dan Belanda. tapi kita belum merdeka dari bangsa sendiri. barangkali.
Terlalu banyak catatan merah dalam sejarah. dari hal – hal sederhana sampai ke hal – hal paling krusial. Kita yang lebih tertarik dengan urusan personal seseorang daripada kinerjanya. Kita yang melupakan performa seseorang namun lebih sibuk mengurusi moralnya.
Saat seorang anak bernama Afi Nahiya melakukan kesalahan kita akan bully habis – habisan. Plagiator kita bilang. Saat seorang Pesulap bernama Demian Aditya membawa nama bangsa lebih tinggi lagi, akan kalian jatohkan dengan judul – judul merendahkan yang mengundang views tinggi. Saat seorang konsumen menceritakan pengalamannya yang tak mengenakan, bukan perlindungan yang ia dapatkan. Justru ancaman akan dipidanakan.
Saat penangkapan koruptor terus digalakan, maka hak angket DPR akan diajukan. Saat Trotoar dibuat nyaman dan ditambah besarnya, semakin banyak pemotor yang naik dan menggunakannya. Saat kursi prioritas di KRL khusus disediakan untuk yang membutuhkan, justru merekalah yang seringkali tidak kebagian.
Juga saat seorang Perempuan yang tak sampai duduk di bangku kuliahan diangkat Menjadi Mentri Kelautan dan Perikanan di Kabinet Kerja akan kita permasalahkan. karena merokok dan tattoan lah, karena di anggap tak kompeten lah. Padahal mentri yang kita permasalahkan Rokok dan Tattonya itu adalah mentri yang sama yang memperoleh penghargaan Living Planet Award dari WWF (World Wide Fund) karena menjadi Pioner dunia dalam soal Illegal Fishing dan hal itu patut kita banggakan.
Atau saat warga Desa Pulau Sumedang kecamatan membalong, Belitung yang puluhan tahun berdiri. baru memperoleh listrik baru baru ini. (Desember 2016). Juga Pembangunan Infra Struktur di Kawasan Indonesia Timur yang baru mulai di galakan setelah puluhan tahun kemerdekaan. Saat Jawa sedang – sesak – sesaknya. Saat jawa sudah lebih dulu dengan kemajuannya.
Dari banyak kejadian, kita belajar. Kita boleh memafkan tapi tidak dengan melupakan. Karena sejarah mencatat. Merdeka kah kita? Coba sekali lagi kita tanyakan dari dalam diri sendiri. apakah kita menjadi orang yang merdeka dan memerdekakan orang lain? apa kita resah saat orang lain berpenampilan unik? Apa kita terganggu saat orang lain berbeda kubu? Apa kita perduli saat yang lain ditinggal sendiri? apakah kita diam saat yang lain kesusahan?
Kemerdekaan kita perlu dirawat. Dirawat oleh sikap toleransi, dijaga dengan saling menghormati. Dikuatkan dengan saling peduli. Karena sejatinya kemerdekaan adalah milik bersama. Kemerdekaan adalah saat semua merasakan hal yang sama. Saat semua orang setara. Saat Bhineka tunggal ika tak hanya jadi semboyan semata. Saat Ideologi bangsa tak perlu ditanya – tanya. Bukankah Founding Father kita telah bersepakat. Kita adalah perbedaan yang tanpa sekat
Merdeka kah kita? Tanya sekali lagi dalam diri..
#HUTRI72