HUTRI72-Merawat Kemerdekaan Indonesia Melalui Pendidikan
Di suatu pagi. Seorang anak dengan baju lusuh, sepatu bolong dan koas kaki yang tak lagi putih berjalan dengan menenteng tas seadanya. Berjalan melewati bukit demi bukit, sungai, jembatan tali untuk mencapai ke sebuah tempat bernama sekolah. Perjuangan yang luar biasa, semangat yang pantang menyerah. Andaikan akses transportasi merata ia tidak akan berjuang sedemikian berat di tanah merdeka. Di suatu pagi yang sama, wilayah lain Indonesia, anak-anak sekolah dengan mudah memilih moda transportasi, entah bus, entah kendaraan pribadi baik motor maupun mobil, entah ojek online atau ojek pangkalan. Di tanah yang sama-sama merdeka keadaan bisa sebegitu berbeda. Itulah gambaran wilayah indonesia, tanahnya merdeka namun berbeda jua.
Indonesia sudah merdeka 72 tahun. Perubahan sudah banyak terjadi. Akan tetapi selalu ada suasana pagi yang tidak sama bahkan sangat timpang. Pemerantaan infrastruktur dan nadi nadi kemerdekaan belum mencapai kepelosok pelosok. Mereka juga rakyat Indonesia yang harus dijamin pendidikannya tho?.
Data sekolah rusak atau tidak layak di tahun 2016 saja mencapai 152 ribu sekolah. Ketimpangan itu nyata. Bukankah kemerdekaan Indonesia untuk semua warga dan wilayah. Usia kemerdekaan Indonesia yang 72 tahun tidak hanya berlaku untuk Jakarta, Surabaya, Bandung atau Medan. Di wilayah Indonesia yang lain Jayapura, Bima, Sabang atau Solok usia kemerdekaannya juga sama kan? bukan berusia 12 tahun tho?. Lalu kenapa ada yang tertinggal ada yang jauh lari terdepan? Aspek pendidikan pun demikian.
Sejak merdeka Indonesia telah mencoba 11 kurikulum pendidikan. Artinya setiap 6,5 tahun kurikulum berganti. Indeks minat baca orang Indonesia tahun 2017 berada di peringkat 60 dari 61 negara. Bisa dibilang pergantian kurikulum tidak atau belum efektif apabila dilihat dari data tersebut. Memang benar parameter keberhasilan suatu kurikulum/pendidikan tidak bisa di ukur hanya dengan minat baca. Akan tetapi jika kita boleh merenung ada sebuah frase kuno buku adalah jendela dunia.didalam kitab suci Al Qur’an ayat yang pertama kali diturunkan terangan-terangan memerintahkan untuk membaca. Sehingga membaca merupakan hal yang begitu penting.
Di era berita hoax yang ada di setiap sudut ini kemampuan literasi bersifat urgent. Jika tidak bangsa ini akan mudah diadu domba, bertengkar dan merusak keharmonisan kebhinekaan kita. Itu terjadi karena kemampuan literasinya rendah, minat baca yang buruk selain akhlaq yang ambruk tentu saja.
Sebagai bangsa yang merawat kemerdekaan. Untuk menyikapi hal tersebut pemerintah wajib menyediakan fasilitas penunjang kemampuan literasi seperti perpustakaan bisa berupa perpustakaan digital, penyebaran buku-buku dan memperbanyak kelompok literasi ke berbagai daerah. Dan yang paling efektif adalah melalui sekolah dengan sistem pendidikannya dan peran para guru.
Pahlawan-pahlawan Indonesia berasal dari kaum terdidik, melalui pengetahuan (tanpa mendiskreditkan aspek lain) merekalah Indonesia bisa merdeka. Ir Soekarno, Drs Moh Hatta, Ki Hajar Dewantara dll adalah orang terdidik gemar membaca. Apa jadinya jika meraka-mereka semuanya buta huruf? Kita akan menjadi bangsa yang terus terjajah. Tidak akan ada kata merdeka.
Bangsa Indonesia sudah merdeka. Kita sebagai bangsa penerus, merawat kemerdekaan Indonesia adalah suatu keharusan. Dalam tulisan ini merawat Pendidikan adalah sebagai bentuk merawat kemerdekaan. Selain infrastruktur dan fasilitas terkait pendidikan yang harus diperbaiki. Sistem pendidikan juga termasuk didalamnya.
Negara Indonesia terdiri dari 34 provinsi 17.000 pulau. Dapat dipahami betapa bhinekanya bangsa ini. Indonesia di huni oleh beribu suku dengan berbagai macam karakter, budaya dan kearifan lokal. Sehingga penyamarataan sistem pendidikan/kurikulum untuk setiap pelosok wilayah di indonesia adalah bentuk dari keangkuhan yang tidak menghargai kebhinekaan.
Langkah paling bijak untuk menyikapi keberagaman adalah otonomi sistem pendidikan bagi setiap wilayah. Sedangkan pemerintah indonesia menyiapkan fasilitas & orang-orang terbaik bagi dunia pendidikan. Dengan otonomi pendidikan setiap wilayah diberi keluasan untuk menyusun kurikulum pendidikan yang sesuai dengan corak wilayah masing-masing. Bukan berarti pemerintah lepas tangan, pedoman dan panduan harus dari pemerintah melalui Kemendikbud. kemendikbud juga bertugas mengawasi dan memverifikasi. Merawat kemerdekaan berarti menghargai kebhinekaan. Dalam dunia pendidikan: Indonesia yang bhineka tidak seharusnya mengunakan satu sistem pendidikan/kurikulum. Sebaiknya kebhinekaan sistem untuk indonesia yang bhineka bukan satu sistem untuk Indonesia yang bhineka.
72 tahun merdeka, metode pengajaran guru sedikit sekali berubah. Miskin inovasi pengajaran yang bermutu. Pelajaran sejarah yang seharusnya menyenangkan menjadi pelajaran yang begitu membosankan. Matematika yang begitu penting menjadi pelajaran yang paling ditakuti/dihindari. Apa yang salah? Metode pengajarannya. Metode konvensional masih mendominasi. Sekolah adalah tempat belajar. Yang secara definitif haruslah menyenangkan.
Dengan otonomi pendidikan, seorang guru bebas berinovasi metode pengajaran dengan batasan-batasan sesuai pedoman dari kemendikbud tentu saja. Bangsa yang besar membutuhkan cara cara yang istimewa tidak biasa. Melalui otonomi sistem pendidikan kemampuan literasi bangsa indonesia akan tumbuh dan berkembang. Merawat generasi bangsa melalui pendidikan sebagai bentuk merawat kemerdekaan Indonesia. Dirgahayu Indonesia. HUTRI72. MERDEKA!!!.
BIODATA
NAMA : GUNAWAN
TTL : BOYOLALI, 30 AGUSTUS 1989
ALAMAT : Dk BAWANG RT 01/06, KAUMAN
KEC KEMUSU KAB BOYOLALI
AGAMA : ISLAM
EMAIL : sulidi234@gmail.com
No. Tlp : 085 647 848 065
Twitter : @Koentawibisana