Tiada angin tiada hujan, tiba-tiba, mendadak-dak-dak-dak, tahu-tahu makbedunduk mantan Presiden FIFA Sepp Blatter melakukan lawatan ke Jakarta. Para awak media yang mendapat bocoran kabar kedatangannya, termasuk Teguh Jambu dari Mandhaninews, segera mencegatnya di Bandara Soekarno-Hatta. Total ada 11 jurnalis, persis tim sepakbola, yang menunggunya di pintu kedatangan pada Sabtu, 29 September 2018, pukul 11 malam.
Teguh Jambu sudah lama ingin bertemu Sepp Blatter. Ia penasaran bagaimana bentuk hidung mantan orang paling berkuasa di federasi sepakbola dunia itu. Pasalnya, dari yang pernah Teguh terima di grup-grup WhatsApp keluarga dan teman TK dan teman SD dan SMP dan teman kampus dan teman kantor dan teman wartawan lapangan dan warga RT dan warga RW hingga warga Kampung, gambar-gambar Sepp Blatter menunjukkan bentuk hidung yang berbeda-beda: Ada yang bulat merah seperti hidung badut, ada memanjang seperti hidung Pinokio.
“Kita kan jadi penasaran,” kata Teguh.
Begitu Sepp Blatter menampakkan batang hidungnya, 10 wartawan segera merubunginya kecuali Teguh Jambu. “Bentuk hidungnya ternyata biasa saja, enggak bulat, enggak memanjang,” kata Teguh kepada editor Mandhaninews via sambungan telepon, “kayak jambu air dibelah, tapi jambu air yang putih ya.”
Tanpa banyak cingcong, Desmond Shihab, mantan wartawan Mandhaninews yang sekarang bekerja untuk acara televisi Telinga Nana, seperti biasa, langsung menodong Sepp Blatter dengan pertanyaan tajam, “Apa maksud dan tujuan Anda kok tahu-tahu kemari?”
Dengan senyum khasnya, Sepp Blatter menjawab tenang. “Tadi sore, pacar saya yang cantik Linda Barras menunjukkan berita tentang sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi. Saya membaca di berita itu, banyak netizen Indonesia merisak sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi. Saya hampir menitikkan air mata membaca hujatan-hujatan yang kejam kepada sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi. Saya bisa membayangkan perasaannya dan saya merasa tidak cukup hanya meneleponnya, saat itu juga saya memutuskan untuk terbang ke Jakarta menemui sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi.”
Sepp diam sebentar, menarik napas agak dalam, terlihat agak ngos-ngosan sehabis mengucapkan kalimat-kalimat panjang. “Saya datang untuk memberi dukungan moral kepada sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi,” katanya. “Saya datang untuk memberi dukungan moral.”
“Bagaimana tanggapan Anda soal kematian suporter di Liga 1 Indonesia?” tanya Felix Tibi Futsal dari kantor berita Antirta.
“Yang berlalu biarlah berlalu. Kita harus menatap ke depan. Saya percaya, hakulyakin, sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi bisa membereskan persoalan ini sehingga di masa mendatang tragedi seperti ini tidak akan terulang lagi. Saya percaya sepenuhnya kemampuan sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi,” jawab Sepp.
“Bahkan saya percaya Sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi bisa memimpin FIFA lebih baik daripada Gianni Ifantino, Presiden FIFA sekarang.”
“Anda yakin? Apa alasan Anda?” sambar Desmond Shihab.
Sepp Blatter tertawa kecil, mengambil kaca mata hitam dari saku kemeja lalu mengenakannya.
“Sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi jauh lebih kreatif daripada Gianni yang miskin imajinasi. Sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi jauh lebih cerdas daripada Gianni yang bloon. Sahabat saya Edy Rahmayadi jauh lebih tegas daripada Gianni yang klemar-klemer. Saya kira itu alasan yang cukup untuk percaya bahwa sahabat saya tekasih Edy Rahmayadi adalah Presiden FIFA berikutnya.”
“Tapi saya dengar dari orang dekatnya Pak Edy juga berambisi menjadi Presiden Indonesia,” Felix Tibi Futsal menanggapi.
“Ah, saya pikir itu bukan masalah. Kalau itu benar, saya justru akan semakin angkat topi kepada sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi; itu berarti sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi punya mimpi besar, itu berarti sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi punya ambisi besar untuk membuat Indonesia dan sepakbola dunia jadi lebih baik.”
Ketika Desmond Shihab hendak muka mulut, Sepp memberi isyarat dengan menaruh jari telunjuknya di muka Desmond.
“Sebentar, bocah manis, saya teruskan dulu, ya,” kata Sepp.
“Sahabat saya terkasih Edy Rahmayadi sekarang kan Ketua PSSI sekaligus Gubernur Sumatera Utara? Kalau sahabat saya terkasih bisa memimpin federasi sepakbola negaranya sambil memimpin sebuah provinsi, kenapa tidak menjadi Presiden Indonesia sekaligus Presiden FIFA?”