Jumat, Maret 29, 2024

Menurut Survei Internal, Pak Amien Layak Jadi Pahlawan Bersama Polpot

Arman Dhani
Arman Dhanihttp://www.kandhani.net
Penulis. Menggemari sepatu, buku, dan piringan hitam.

Setelah mengumumkan kemenangan berdasarkan survei internal, kini kubu 02 mengumumkan bahwa Amien Rais dinyatakan layak untuk diberi gelar pahlawan. Pernyataan ini disampaikan menyusul sikap Amien Rais yang dianggap konsisten melawan rezim sejak rezim orde baru, rezim Megawati hingga Rezim cebong.

Teguh Jambu, Juru bicara BPN menyebutkan konsistensi pak Amien yang anti-sains dan anti-ilmu pengetahuan sungguh mengagumkan. “Beliau ini mirip Polpot. Pokoknya kalau ada orang sekolahan, beliau lawan,” katanya. Pak Amien menurut BPN sudah layak menjadi guru bangsa. “Beliau ini bisa bicara sama Allah, tahu maksudnya Allah, bisa membedakan mana partai setan dan mana partai Tuhan,” kata Teguh. Jika selama ini orang kuliah di Amerika pulang ke Indonesia jadi liberal, berbeda dengan pak Amien. “Beliau sekolah jauh ke Amerika tidak jadi liberal, pulang jadi ahli nujum, bisa tahu kehendak Allah,” kata Teguh.

Baru-baru ini Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien, begitu ia ingin disapa, menyatakan bahwa belum pernah seumur hidup ia melihat Pemilu yang demikian rusak, demikian keji, dan demikian kacau. “Hanya di rezim Jokowi,” katanya. Sikap ini, menurut Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien diambil berdasarkan perasaan yang ia alami. “Di jaman orde baru ngga kaya gini. Lebih demokratis,” katanya.

Jaman Pak Harto demokratis, karena anda punya tato, tembak mati via Petrus. Menolak pembangunan? Ya tuduh PKI. Gampang. Sekarang jaman Jokowi semua serba susah. Masak mau kritik aja bebas, ngga ada itu jaman pak Harto Kamisan. Di Jaman Jokowi, Kamisan dibiarkan, ngga ditengok. “Ini kan buruk, masak mau Biarin pejuang HAM menuntut keadilan, nanti apa? Jangan-jangan gelar bapak reformasi saya diambil juga,” katanya khawatir.

Menurut Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien, Kalau jaman pak Harto, Pemilu merupakan syarat, sekedar gaya-gayaan, karena pemenang Pemilu sudah ditetapkan yaitu Golkar. Kini lebih gila, lebih ancur, dan lebih dekaden. “Bayangkan satu orang satu suara, satu orang bisa memilih Presiden. Ini kan gendeng,” katanya. Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien menyatakan Pemilu orde baru lebih demokratis, karena presiden dipilih berdasarkan musyawarah. “Rakyat yang goblok ini kan ga perlu dikasih hak milih, cukup kita-kita aja yang pinter,” katanya.

Indonesia dianggap mengalami kemunduran besar. Jika dulu cukup partai Golkar menang maka Pak Harto bisa langsung jadi Presiden, sekarang orang bisa mencalonkan diri jika diusung oleh cukup partai. “Ini kan kemunduran besar. Sudah benar Presiden dipilih oleh ulama, oleh umaro, kaya khilafah, ngga usah satu suara satu orang, jadinya kan demokrasi thagut. Yang bener itu kaya dulu,” kata Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien.

Pemilu kali ini juga dianggap luar biasa mengerikan. Jika jaman pak Harto, daerah yang tidak memenangkan Golkar akan sengsara, di bawah Jokowi semua daerah dibangun. Mau dukung atau tidak, mau Cebong atau tidak, infrastruktur dibangun merata. “Jokowi ini sudah melanggar kitah orde baru, melanggar tradisi, tidak benar,” kata Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien. Menurutnya sudah benar, daerah yang tidak memenangkan Presiden maka jangan dibangun, dibiarkan sengsara, biar tahu rasa, ini kok malah dibangun merata. Dikira Presiden bekerja untuk rakyat, di mana mana Presiden ya bekerja untuk pendukungnya.

Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien mengusulkan agar Pak Prabowo yang jadi Presiden-presidenan, meniru jejak Idi Amin. Salah satu pemimpin revolusioner di Afrika. “Beliau itu kan sama-sama militer, sama-sama merintis dari bawah, sama-sama anti-aseng, ya bedanya pak Prabowo lebih ganteng,” kata Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien. Begitu nanti kabinet-kabinetannya terbentuk, dan Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien berharap bisa jadi penasehat pura-puranya Presiden. Menyerukan orang aseng keluar dari Indonesia. “Biar nanti kita yang punya tanah banyak, kaya saya di Jogja,” kata beliau.

Masalah terbesar Indonesia, kata Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien, paska reformasi terlalu banyak orang asing keturunan Tionghoa dan Arab yang berkuasa. Yang Tionghoa jadi pebisnis, hingga bisa bikin unicorn, sementara yang Arab jadi ulama-ulamaan, kaya Bahar bin Smith yang doyan tinju itu. “Lha kalau semua lapak diambil orang asing, saya ini mau jadi apa? Ulama nanggung, mau bikin start up bingung,” kata Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien.

Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien juga mendukung sikap Pak Prabowo yang bilang para ahli survei ke Antartika saja. “Lho ya gimana. Saya ini sekolah sekian tahun di Chicago, tahu artinya survei politik. Lha kalau masyarakat semua pinter, siapa yang akan dibodohi pake agama? Nanti kalau semua kritis, mana ada yang percaya kalau Allah bilang ini itu, lapak saya kan sepi, saya ga laku,” katanya mengiba.

Ini mengapa Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien mendorong perang terhadap ilmu pengetahuan. Filsafat, Matematika, Politik, Bahasa, segala jenis pendidikan harus dilarang. Semua orang harus bisa mengaji baca tulis Arab, tak perlu belajar Statistik, Matematika. Ilmu pengetahuan membuat orang jadi kritis, mereka tidak akan percaya lagi sama kurma dan bekam kalau tahu manfaat vaksin. Orang akan berhenti minum kencing onta kalau tahu manfaat imunisasi, bayangkan berapa banyak bisnis orang Islam yang hancur Karena ini. “Harus dilawan itu pengetahuan, bahaya. Nanti orang ga percaya lagi saya bisa ngerti kehendak Allah,” katanya.

Bahaya Matematika adalah orang bisa tahu bahwa quick count dan survei dibangun dari sains. Bisa dipertanggungjawabkan secara metodologis, dan ada ilmunya. Berbeda dengan partai Allah atau Partai Setan, atau air kencing onta, menurut Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien, sains bisa membuktikan secara keilmuan mengapa pak Prabowo kalah. “Nanti saya jadi apa kalau orang tahu pak Prabowo kalah beneran?,” katanya mengiba.

Ke depan, Paduka Yang Mulia Kyai Profesor Amien mendorong pendidikan liqo terpadu. Isinya mengapa bumi datar, bahaya vaksin, dan mengapa menikah perempuan usia 14 tahun sesuai Sunah dan aman punya banyak anak. Menurutnya semua sudah diatur dalam agama, semua sudah bener, ngga perlu lagi aneh-aneh. “Di akherat ngga ditanya berapa dua tambah dua, tapi ditanya milih Prabowo apa Nggak,” kata beliau.

Arman Dhani
Arman Dhanihttp://www.kandhani.net
Penulis. Menggemari sepatu, buku, dan piringan hitam.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.