Sejarah menyebutkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia. Revolusi generasi pertama telah membuat peralihan tenaga manusia dan hewan yang tergantikan dengan penggunaan mesin yang berbasis manufaktur. Peralihan inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan Revolusi Industri.
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah pada fase revolusi digital, atau orang lebih mengenalnya dengan sebutan industri 4.0. Salah satu karakteristik unik dari industri 4.0 adalah pengaplikasian kecerdasan buatan atau artificial intelligence (Tjandrawinata, 2016).
Tujuan dari pengaplikasian ini adalah adanya pengguanaan robot untuk menggantikan tenaga manusia, sehingga lebih murah, efektif dan efisien. Teknologi yang maju ini memungkinkan terjadinya otomatisasi hampir di semua bidang.
Menggabungkan dunia fisik, digital dan biologi secara fundamental akan mengubah pola hidup dan interaksi manusia (Tjandrawinata, 2016). Dampak dari industri 4.0 ini tentunya menggubah cara beraktifitas manusiadari pengalaman hidupnya yang lalu.
Wewe Modern
Kemajuan teknologi tentunya mengubah perilaku manusia dengan segala peradaban dan kebudayaannya. Adanya perubahan terhadap nilai-nilai luhur yang ada di tengah masyarahat. Terutama Indonesia dengan adat ketimuran dan budayanya. Dalam tradisi Jawa, seorang anak akan selalu dibatasi ruang lingkup dan geraknya oleh orang tua atau kerabatnya untuk bermain sampai petang hari.
Tujuannya, anak lebih taat terhadap perintah orang tua dan lekas pulang, nantinya orang tua tidak harus mencari anak mereka kemana-mana. Dalam mitos Jawa alasan untuk anak-anak tidak keluyuran keluar rumah saat petang hari adalah cerita digondol (diculik) Wewe Gombel.
Menurut Edhie Prayitno Ige dalam www.liputan6.com bahwa Wewe Gombel ini adalah hantu yang berasal dari Bukit Gombel, Semarang, sedangkan di daerah lain dikenal dengan nama Kolong Wewe. Wewe Gombel sendiri adalah istilah dalam tradisi Jawa yang berarti roh jahat atau hantu yang suka menculik anak lalu menyembunyikannya. Dan hantu ini akan menculik anak kecil apabila orang tuanya menelantarakan dan mengabaikan anak mereka.
Bertolak dari mitos Jawa tersebut, penggunaan teknologi saat ini demikian pesat. Penggunaan teknologi ini juga tercermin dari pertumbuhan pengguna internet di Indonesia. Menurut survei Asosiasi Penyelenggaraan Jasa Internet Indonesia (APJII) 2017, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 143,26 juta. Sedangkan, menurut survei yang sama sebesar 54,13 persen pemanfaatan internet dikhususkan dengan perilaku bermain game.
Dahulu anak-anak disibukkan dengan bermain di luar rumah. Namun pada era saat ini dimana penggunaan teknologi semakin pesat. Anak-anak semakin malas untuk bermain di luar rumah.
Perilaku ini karena smartphone menyumbang sebesar 44,16 persen sebagai perangkat yang dipakai untuk mengakses internet (survei APJII 2017). Melihat dari data tersebut, terdapat kecenderungan intens untuk bermain game menggunakan smartphone. Anak-anak mempunyai kecederungan lebih untuk menikmati bermain game menggunakan smartphone.
Kecenderungan lebih ini melupakan aktivitas keseharian mereka sehari-hari. Mulai dari mandi, makan sampai dengan ibadah. Keterlibatan orang tua dalam pemantauan anak-anak dalam menggunakan smartphone ternyata kurang.
Sebesar 60,97 persen orang tua tidak melakukan pengawasan terhadap penggunaan internet anak (Pamungkas, 2014). Inilah yang mengakibatkan anak-anak menghabiskan waktu bermain mereka untuk menjelajahi internet melalui smartphone. Karena kecenderungan yang berlebihan inilah anak-anak “digondol” oleh sebuah kemajuan teknologi berwujud e-Wewe Gombel. Wewe Gombel dalam wujud digital.
Dampak Perilaku terhadap Bumi
Ironisnya lagi, semenjak anak-anak digondol oleh Wewe digital ini. Anak-anak saat ini juga dihidangkan pada sebuah teknologi yang mengubah perilaku mereka dalam merawat bumi. Oleh sebuah permainan game menggunakan smartphone, mereka diajari untuk menanam dan merawat bumi secara digital.
Praktik nyata untuk mencintai bumi lewat menanam di kebun dan sawah tergantikan dengan sebuah kamuflase menanam di kebun digital. Keadaan inilah yang membuat anak-anak sudah memasuki fase disembunyikan Wewe Gombel. Mereka tersembuyi dari dunia nyata untuk mencintai dan merawat bumi.
Pada saat-saat inilah peran orang tua dibutuhkan. Orang tua juga harus memiliki pengetahuan untuk mengontrol dan mengawasi aktivitas anak mereka dalam menggunakan internet dan smartphone. Melakukan aktivitas bersama dengan berdiskusi dan praktik langsung bersama-sama sebagai bentuk dukungan kepada anak untuk menghindari dampak negatif dari internet.
Dalam wujud mencintai bumi, anak-anak perlu diajarkan cara berkebun sejak dini. Tujuannya mengenalkan mereka ke sistem pangan lokal berkelanjutan. Melalui lingkungan yang disentuh oleh semangat mereka ini, diharapkan banyaknya anak-anak yang digondol oleh Wewe Gombel semakin berkurang dan mengubah perilaku mereka dalam menggunakan smartphone lebih bijaksana lagi.
Suranto, Mahasiswa S1 Program Studi Ekonomi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta