Jumat, April 26, 2024

Warkop, Minat Baca dan Wifi

submarinejr
submarinejr
Masih belajar menjadi komentator Sosial-Sejarah juga Agama

Anda-anda sekalian pasti pernah berkunjung ke warkop alias warung kopi, entah yang ada di Mall atau yang ada di pinggir jalan. Tentunya, anda sekalian tak hanya menikmati sajian kopi yang entah itu diracik sendiri atau yang sachet tapi juga merokok, menikmati jajanan gorengan, makan mie goreng, nasi bungkus, dan banyak jajanan dan minuman lainnya. Warkop tak hanya menyediakan kopi saja melainkan juga beberapa sajian minuman lain seperti susu atau minuman ringan lainnya dalam bentuk sachet-an. Penulis sendiri sering mendatangi warkop di hari Minggu, Senin dan Rabu, selebihnya bila ingin saja, tapi tiga hari itu penulis anggap penting, mengapa?

Setiap warkop terutama yang dipinggir jalan (bukan di Mall) memiliki keunggulan sendiri, memiliki fasilitas yang berbeda-beda. Ada yang menyediakan koran, televisi dan wifi sebagai media agar konsumen betah berlama-lama nongkrong disana. Dengan berlama-lama, konsumen akan sering membeli apa saja yang dijual disana, entah rokok, minuman atau makanan yang disajikan. Tulisan ini menyoroti fasilitas tersebut, namun tidak hendak mengucilkan salah satunya ataupun mengkritisi, melainkan sekedar merefleksi apa yang tengah menjadi perhatian penulis.

Jadi seperti ini, Presiden Joko Widodo telah meresmikan gedung perpustakaan 24 lantai pada kamis, 14 September 2017. Diharapkan, gedung perpustakaan paling tinggi sedunia itu dapat meningkatkan tingkat minat baca masyarakat Indonesia yang masih rendah. Gedung yang dapat menampung 25 juta buku itu diharapkan dapat merubah persepsi perpustakaan, dari “Gudang Ilmu” menjadi “Bank Ilmu”, karena kata “Gudang” lebih terasa sebagai sebuah tempat penyimpanan barang yang sifatnya cuma menaruh saja, tidak ada yang berminat dan terkesan kurang wah. Nah, kalau kata “Bank” seperti halnya bank pada umumnya menyimpan uang, terasa lebih berharga dan keren.

Kita, hanya tidak dapat melihat begitu saja bahwa perpustakaan atau toko buku, sekolah, masjid dan semacamnya merupakan tempat yang dapat meningkatkan tingkat minat baca. Warung kopi (warkop) juga dapat melakukannya, melalui koran. Hal ini jangan dianggap sepele, karena warkop ternyata juga berperan untuk meningkatkannya, dalam hal tingkat pengetahuan dan informasi. Melalui koran, warkop setidaknya turut berperan layaknya perpustakaan yang walau bagaimanapun tetap mempunyai peran besar dalam meningkatkan tingkat minat baca masyarakat Indonesia.

Oleh sebab itu, mengapa penulis mempunyai tiga hari penting untuk datang ke warkop. Di Sidoarjo, Jawa Timur, media koran yang paling banyak beredar ialah Jawa Pos, hampir seluruh warkop yang ada di sana setiap hari menaruh koran tersebut sebagai bacaannya. Media tersebut memberikan kolom-kolom unggulan yang ditulis oleh orang-orang tertentu, di hari Minggu ada kolomnis tetap AS Laksana, di hari Senin ada Dahlan Iskan, dan di hari Rabu ada Azrul Ananda (putra Dahlan Iskan).

Isinya merupakan curhatan dari mereka bertiga, masalah yang dibahas mulai dari hal yang sepele sampai dengan yang berbobot, AS Laksana dengan kerisauhan tentang minat baca dan menulis, Dahlan Iskan dengan curhatan sehari-harinya, dan Azrul Ananda dengan semangat masa mudanya. Membaca kolom mereka setidaknya memberikan gairah untuk ingin tahu lagi dan lagi informasi apa yang mereka berikan (ini menurut penulis). Dengan begini, menurut penulis, warkop ternyata memberikan peran besar sebagai tempat yang nyaman bagi konsumen untuk membaca.

Lain halnya dengan mereka yang memfasilitasi warkopnya dengan wifi, sebuah media untuk akses internet. Bagi mereka yang tidak mempunyai kuota atau pulsa, cukup datang ke warkop, pesen kopi lalu meminta password wifi setelah itu bebas. Lebih-lebih yang mereka lakukan sekarang yakni, bermain game yang tengah populer, dan anda pasti tahu. Seorang teman penulis yang seorang loper koran mengeluhkan, bahwa dia tidak lagi mengantarkan koran-koran ke warkop karena warkop tidak lagi memerlukan koran karena sudah ada wifi dan televisi, “kan, sekarang begitu,” katanya. Penulis tentu saja kaget dan sedih mendengar hal itu, apa benar sudah tidak perlu?

Memang, dengan internet kita bisa saja mengakses koran versi digital tapi yang demikian jelas tidak senikmat membaca koran cetak sambil minum kopi. Kalau sudah begini, artinya dapat disimpulkan bahwa indikator hilangnya koran cetak dapat berasal dari warkop, jika warkop sudah tidak menyediakan koran lagi, maka sudah waktunya perusahaan koran was-was karena warkop sekarang jumlahnya sangat banyak.

Peluang untuk menaruh koran, seperti Jawa Pos, Kompas, Republika, Kedaulatan Rakyat tentu besar, masalahnya mereka bersaing dengan internet yang informasinya dapat diakses dengan sangat cepat, tak perlu menunggu hari esok. Bagi koran yang kreatif dan menarik, tentu membaca versi cetak lebih membahagiakan daripada versi digital. Tapi, masa iya koran cetak harus hilang dari warkop? Kalau terjadi kan sedih, hiks…

submarinejr
submarinejr
Masih belajar menjadi komentator Sosial-Sejarah juga Agama
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.