Kamis, Oktober 24, 2024

Wajah Baru Pertambangan Indonesia

Asman Budiman
Asman Budiman
Penulis di media cetak, Online dan Jurnal. Juga sebagai Aktivis Dakwah. Saat ini penulis sebagai Ketua PD Muhammadiyah Konawe Utara, Sulawesi Tenggara

Akhir-akhir ini, publik Indonesia sedang dihebohkan dengan pemberian izin pertambangan kepada organisasi masyarakat (Ormas) Islam. Pemberian izin pertambangan dari pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat atau umat. Kita tahu bahwa, kedua ormas Nahdlatul Ulama (MU) dan Muhammadiyah memiliki basis akar rumput yang tersebar diseluruh pelosok negeri ini.

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang mumpuni. Pada tahun 2020 Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia berada pada posisi ke 6 untuk negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam. Posisi ini memberikan keuntungan kepada negara untuk mengelolah kekayaan alam tersebut untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Realitas yang kita temukan saat ini, pengelolaan tambang yang belum berpihak kepada masyarakat banyak. Sehingga menimbulkan kesenjangan sosial pada masyarakat. Selain itu, dampak lingkungan yang selalu menghantui masyarakat masih menjadi isu utama dalam pengelolaan tambang yang tidak ramah lingkungan.

Tidak dapat dipungkiri, sektor pertambangan telah memberikan peningkatan pendapatan masyarakat secara ekonomi. Namun dilain sisi, eksploitasi yang dilakukan secara berlebihan telah memberikan dampak seperti deforestasi, pencemaran air dan tanah, serta hilangnya keanekaragaman hayati, yang berdampak pada keberlangsungan hidup masyarakat.

Berdasarkan data penelitian dari Greenpeace yang berjudul “Kesejahteraan Semu di Sektor Ekstraktif” menjelaskan bahwa pengelolaan tambang di Indonesia menjadi pisau bermata dua pada konteks pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Daya kerusakan yang ditimbulkan oleh sektor pertambangan lebih besar dan seringkali memakan korban jiwa.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (BNPB) Abdul Muhari bahwa aktivitas pertambangan yang dilakukan apalagi yang tidak memiliki izin yang mengelolah tambang jauh dari standar kajian ilmiah menjadi pemicu terjadinya bencana.

Demikian dengan apa yang dikemukakan oleh Fritjof Capra seorang filsuf yang focus pada isu lingkungan bahwa terjadinya kerusakan lingkungan disebabkan manusia modern saat ini menggunakan cara pikir Cartesian. Cara pikir seperti ini, justru tidak melihat sisi lain dari pengelolaan alam yang berlebihan.

Menurutnya manusia saat ini haruslah meninggalkan cara pikir Cartesian yang merujuk pada pemikiran Rene Descarter. Capra menginginkan agar kita kembali kepada cara pikir mistisme timur, yang memandang hutan atau alam ada mahkluk yang hidup baik secara kasat mata maupun yang abstrak.

Pandangan sederhanya ialah, proses pengelolaan tambang saat ini, belum menemukan konsep yang tepat dan ramah lingkungan. Hal ini disebabkan oleh paradigma yang salah atas alam. Tidak ada pendekatan spiritual yang kemudian menjadi benteng dari syahwat untuk menguasai dan menguras habis tanpa bertanggungjawab atas berbagai dampaknya.

Olehnya itu, pemberian izin pertambangan kepada ormas keagamaan dalam pandangan sederhana penulis, ini sangatlah cocok dan tepat. Kita bisa melihat konsep baru yang ditawarkan dari kedua ormas ini, sebagai jalan baru pertambangan Indonesia.

Konsep Pertambangan Ramah Lingkungan

Apakah ada konsep pertambangan yang memang ramah lingkungan? Bisa dipastikan tidak ada konsep pertambangan hari ini yang ramah lingkungan. Justru daya pengrusakannya lebih besar dan cepat dibandingkan sector lain.

Namun hal demikian tidaklah membuat kita untuk berputus asa untuk selalu berusaha untuk melakukan perbaikan. Salah satunya adalah dengan memberikan kesempatan kepada ormas Islam untuk mengelolah tambang dengan menggunakan pendekatan prinsip Islam.

Bagi Muhammadiyah, pengelolaan tambang termasuk dalam kategori muamalah atau al umur ad dunya juga disebut sebagai perkara duniawi dan itu boleh dilakukan. Perihal dibolehkannya setiap insan baik secara individu, korporasi, dan kelembagaan mengelolah tambang patutlah berdasarkan regulasi dan nilai-nilai agama yang sesuai dengan ajarannya masing-masing.

Muhammadiyah melihat ada empat hal yang menjadi poin mendasar untuk dilakukan perbaikan pertambangan berdasarkan fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah nomor 077/I.1//F/2024 tentang pengelolaan pertambangan dan urgensi transisi energi berkeadilan.

Pertama ialah aktivitas tambang telah melakukan pengrusakan alam dengan parah. Kedua, regulasi yang tidak berdasarkan keadilan dan kemaslahatan. Ketiga, aktifitas pertambangan yang tidak memperhatikan hak-hak masyarakat, dan keempat tambang yang dijadikan alat politik.

Keempat poin tersebut dijadikan Muhammadiyah sebagai landasan untuk melakukan perbaikan terhadap proses pertambangan yang ada selama ini. Tentunya dengan menggunakan prinsip dalam Islam Muhammadiyah menyatakan siap untuk menerima izin tambang yang diberikan pemerintah. Yang akan diperuntuhkan untuk memperhatikan masyarakat atau umat yang berhak menerima manfaat dari sumber daya alam Indonesia sesuai dengan perintah Undang-Undang.

Sementara itu, bagi Nahdlatul Ulama (NU) diterima izin tambang ialah untuk membiayai operasional berbagai program dan infrastruktur NU (Tempo, 6 Juni 2024). Diketahui NU memiliki banyak pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia. Tentunya membutuhkan biaya yang amat besar dalam mempersiakan generasi emas untuk Indonesia.

Sehingga dengan mengellah tambang akan lebih mempermudah prosesnya. Gus Ulil Abshar menggunakan pendekatan fiqih dengan merujuk teologi Asy’arisme yang tidak hanya terbatas pada teologi dan aqidah, namun juga fiqih serta tasawuf. Dengan pendekatan ini, Gus Ulil mengajak para pemerhati lingkungan untuk tidak secara berlebihan memandang alam ini sebagai korban dari pengrusakan alam.

Pemberian konsensus pertambangan ini, adalah momentum untuk melakukan perbaikan terhadap semua sistem, termasuk dalam perbaikan lingkungan. Banyak ayat Al-Quran yang menjadi rujukan dalam pengelolaan tambang tersebut. Dan itulah yang akan dijadikan pendekatan bagi ormas Islam untuk mengelolah tambang.

Asman Budiman
Asman Budiman
Penulis di media cetak, Online dan Jurnal. Juga sebagai Aktivis Dakwah. Saat ini penulis sebagai Ketua PD Muhammadiyah Konawe Utara, Sulawesi Tenggara
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.