Jumat, Maret 29, 2024

Registrasi Kartu Perdana, Repot atau Relevan?

Fatony Darmawan
Fatony Darmawan
Rakyat biasa yang hobi menulis,seorang pelajar dan seorang penikmat opini publik.

Awal tahun, masyarakat sudah dibuat grusah-grusuh dengan kebijakan Menteri Kominfo melalui Permen Kominfo Nomor 14 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Peraturan Menkominfo Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.

Seluruh warga negara Indonesia diwajibkan untuk meregistrasi ulang baik kartu perdana lawas maupun yang baru akan dibeli dengan tenggang waktu antara 31 Oktober 2017 sampai 28 Februari 2018. Konsekuensinya, saat sampai batas waktu belum juga diregistrasi akan diberlakukan pemblokiran SIM card.

Dengan adanya tenggang waktu yang ditetapkan justru menimbulkan disparitas persepsi di tengah masyarakat. Tak khayal bagi mereka-mereka sebagai konsumen Android yang tergolong baru akan melahirkan keluh kesah terhadap kebijakan tersebut.

Kebetulan saat ini sedang dalam masa transisi menuju masyarakat yang lebih melek teknologi. Android menjadi garda terdepan untuk menerobos menuju kebebasan tak terbatas yaitu dunia maya.

Kinerja android sangat didukung oleh kuota internet.Masyarakat kadung dalam kebiasaan beli kartu untuk sekali pakai. Mau tidak mau masyarakat harus siap diintervensi oleh provider-provider ternama.

Saban hari mereka sambatan(mengeluh), kuota semakin mahal registrasi juga semakin sulit.Pernyataan senada juga datang dari kalangan orangtua yang mayoritas masih berpegang teguh dengan handphone jadulnya. Mereka lebih geger keweden kalau-kalau kartunya mati dan nomor sanak-sedulur hilang, semakin repot!

Di Kota Sukabumi, Jawa Barat, (26/03/2018) ratusan pelanggan nomor prabayar telepon seluler tampak memadati gerai milik Indosat Ooredoo. Mereka memiliki tujuan yaitu mengurus SIM card yang diblokir karena belum meregistrasi ulang hingga tenggat yang ditetapkan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo).

Dikutip dari koran Republika(27/03/2018), salah satu warga, Sri Wahyuni (43 Tahun), mengklaim bahwa dirinya sudah melakukan registrasi ulang tetapi selalu gagal. Menurutnya, ia sudah melakukan tahapan registrasi yang sesuai dengan petunjuk seperti memasukkan nomor induk kependudukan dan nomor kartu keluarga.

Akan tetapi tidak ada respon pemberitahuan apakah registrasi tersebut berhasil atau tidak sampai tiba-tiba nomornya diblokir sejak senin pagi. Hal ini cukup membuat Sri Wahyuni mengangkat kening.

Di Sumatera Barat tepatnya di Padang, karut-marut registrasi tidak terlalu nampak. Masyarakat yang misuh-misuh dengan mengakar tunggang di Gerai Indosat Ooredoo Padang tidak terlalu ramai. Salah satu petugas costumers service di sana mengatakan, jumlah pelanggan yang mengurus registrasi ulang kartu prabayar rata-rata hanya 30 orang per hari. Kebanyakan dari mereka mendatangi gerai di pagi hari. Hal tersebut juga diimbangi oleh pelayanan yang cepat sepanjang pengunjung membawa dokumen lengkap.

Dalam koran Republika terbitan 27/03/2018, salah seorang pelanggan,Wahyuni (51 Tahun) mengaku baru sempat melakukan registrasi sekarang. Ia menjujuk gerai Indosat Ooredoo setelah mengetahui nomor prabayar miliknya diblokir. Beruntung pihak Ooredoo memberikan pelayanan cepat untuk mengaktifkan kembali kartu prabayar miliknya.

Kasus-kasus yang terjadi diatas mengindikasikan bahwa masyarakat belum siap untuk ditodong kebijakan semacam ini. Mereka adalah segelintir individu yang mengingikan apa-apa serba praktis. Manakala justru kebijakan ini dipandang sebelah mata. Pemerintah yang pada awalnya bertujuan untuk meningkatkan keamanan konsumen melalui validasi data kependudukan malah dibuat kelimpungan.

Sistem dibuat eror karena pada detik-detik terakhir menjelang tenggat waktu,terjadi penumpukan registrasi. Akibatnya sedikit banyak membuat kegaduhan ditengah masyarakat yang berakar pada gagalnya registrasi yang mereka tempuh.

Kebijakan ini justru dapat menjadi bumerang. Beberapa hari belakangan menjelang 28 Februari 2018, saat saya membuka situs jejaring sosial pesbuk cukup dibuat terbelalak dengan segelintir akun yang menawarkan jasa registrasi ulang.

Jika dipandang sebagai sebuah gejala sosial tentu ini sangat mengkhawartikan.Dalam praktinya akan bertolak belakang dengan tujuan pemerintah yang salah satunya adalah menegakkan identitas pengguna untuk tameng dari segala bentuk siber elektronik.

Tindakan semacam ini malah mendukung bertambahnya data simcard bodong.Selain itu yang mencemaskan adalah para pengobral jasa ini menggunakan sumber data kependudukan yang tidak jelas asalnya darimana.

Jika mengulik lebih jauh,rata-rata para pengobral tersebut berasal kalangan pelajar yang menggunakan akun-akun anonim. Tidak dipungkiri juga apabila ada yang kontradiksi terhadap usahanya, respon mereka cenderung menampakkan pribadi yang urakan dengan berujar kata-kata pisuhan. 

Di sisi lain kebijakan registrasi ulang ini dinilai sebagai jalan keluar dari keresahan masyarakat selama ini. Menapaktilasi beberapa waktu sebelumnya, masyarakat pernah diguncang dengan teror mama minta pulsa.

Tidak hanya itu, yang tak kalah meresahkan adalah panggilan telepon yang mengabarkan bahwa telah terjadi sesuatu terhadap salah satu sanak keluarga. Padahal ini hanya sebuah modus untuk menggerogoti rajabrana dengan mengambil manfaat dari kepanikan yang bersangkutan. Terbaru, di mana saya juga mengalami adalah modus melalui sms tidak jelas yang seolah olah menyuruh untuk melakukan transfer ke rekening tertentu.

Kebijakan registrasi menggunakan validasi NIK dan Kartu keluarga untuk meningkatkan keamanan mendapat dukungan dari para pengusaha celuler namun mereka juga melakukan pengolakan jika diterapkan 1 nomor induk kependudukan untuk 3 SIM. Mereka menginterpretasikan ini sebagai musabab kebangkrutan industri konter kartu dan pulsa.

Kebijakan ini juga menguntungkan pihak provider. Provider dapat menekan biaya produksi pack kartu prabayar karena penggunaan SIM card sekali pakai. Dengan itu, mereka dapat mengalihkan sebagian dana produksi untuk peningkatan kualitas jaringan. Hingga pada akhirnya fokus akan lebih ke kualitas jaringan lagi bukan kuantitas produksi. Pelayanan yang disuguhkan kepada masyarakat juga tidak akan setengah-setengah

Fungsi lain dari kebijakan registrasi ulang yaitu menjadi sopir agar arah penggunaan kartu lebih bijak dan efisien. Sejauh ini tidak diketahui secara pasti berapa jumlah pengguna layanan prabayar di Indonesia. Musababnya adalah adanya peperangan harga di kalangan provider.Disana mereka saling menjual diri dengan harga promo yang super gila.

Konsumen akan digiring untuk terus berganti-ganti SIM card menyesuaikan di mana letak promo paling murah. Hal ini justru merugikan operator karena ada biaya yang dibebankan untuk pencetakan kartu dan biaya jaringan padahal kartu sedang dalam keadaan offline.

Hulu hingga hilir permasalahan berupa modus-modus penipuan terus menghinggapi masyarakat. Bahkan sampai saat ini, masyarakat harus pandai membawa diri terhadap perkembangan IPTEK yang semakin cepat dan rawan.

Pemerintah melalui permen ini mestinya bisa menjadi penguat. Seakan-akan kebijakan tersebut cukup relevan untuk dapat menangkal pelaku-pelaku kejahatan yang berdiri di balik layar. Disamping Masyarakat juga harus eling untuk tetap terus mendukung apa yang menjadi rengrengan pemerintah. Jika menilik lewat sudut pandang fungsional penerapan permen ini sudah sangat tepat!

Fatony Darmawan
Fatony Darmawan
Rakyat biasa yang hobi menulis,seorang pelajar dan seorang penikmat opini publik.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.