Jumat, April 19, 2024

Tuti dan Keroposnya Humanisme Arab Saudi

Tuti Tursilawati, menjadi korban hukuman mati TKI ketiga tahun ini di Arab Saudi. Sebelum Tuti, seorang TKI asal madura Zaini Musrin pun dihukum mati juga, tanpa notifikasi kepada pihak pemerintah Indonesia.

Apakah yang dilakukan Arab Saudi ini dapat dibenarkan? Atau Arab Saudi menjalankan hukum sekehendak mereka sendiri?

Tuti dijerat hukuman mati akibat ia membunuh ayah majikannya yang kerap melakukan pelecehan seksual. Setelah ia melakukan pembunuhan, Tuti melarikan diri dengan membawa perhiasan dan uang milik majikannya. Dalam perjalanannya ke kota Makkah, ia diperkosa oleh sembilan orang dan juga mengambil barang curiannya.

Betapa bejatnya perilaku mereka semua itu. Ternyata hidup di negara Islam tidak membuat orang Indonesia mendapat perlakuan yang sesuai dengan ajaran Islam sebaik-baiknya. Perangai ini tentu saja jauh dari ajaran Islam sebagaimana dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi yang turun di daerah yang sama saat Tuti menghembuskan napas terakhirnya.

Islam mengajarkan betapa perempuan memiliki derajat yang sedemikian rupa sehingga setiap manusia harus menghargai perempuan. Namun, ternyata ajaran itu tidak dimanifestasikan oleh seluruh warga Arab Saudi, termasuk pemerintahnya.

Dalam hal notifikasi ini, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, menyebutkan bahwa Pemerintah Arab Saudi tidak pernah membuat Mandatory Consular Notification (MCN). Sangat lucu sekali, hukum dalam negeri Arab Saudi tidak mengenal Mandatory Consular Notification ini ketika beberapa negara lain sudah mengaplikasikannya.

Pada 23 Oktober 2018, Menlu RI Retno Marsudi dan Menlu Arab Saudi Adel bin Al-Jubeir telah melakukan pertemuan, namun kejadian yang dialami Tuti kembali terjadi. Dalam pertemuan itu, mereka membahas berbagai isu yang tertunda termasuk seputar perlindungan WNI dan TKI di Arab Saudi.

Pertemuan pun sepertinya hanya sebatas formalitas semata. Toh, Pemerintah Arab Saudi tetap menghukum mati tanpa notifikasi. Setelah mendapat kabar eksekusi mati Tuti telah dilakukan, Retno lantas menelepon Adel bin Al-Jubeir untuk memrotes tindakan pemerintah Arab Saudi. Jokowi pun memanggil Dubes Arab Saudi untuk Indonesia guna menyampaikan protes kepada Pangeran Muhammad bin Salman (MBS). Hasil dari protes Menlu Indonesia dan Presiden Jokowi pun masih harus terus dikawal dunia, mengingat kejadian ini terus berulang.

Patut dipertanyakan juga upaya pemerintah Arab Saudi dalam menanggulangi perilaku warganya yang bejat dan merendahkan kaum perempuan. Kasus Tuti yang dilecehkan bukan hanya sekali ini saja terjadi terhadap TKI. Jika pemerkosaan kerap kali terjadi di sana, hukuman jera bagi para penjahat seksual pun patut diberlakukan.

Seperti Indonesia yang memberlakukan hukuman kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual. Namun, ini baru berlaku bagi pelaku kejahatan seksual kepada anak. Nampaknya, hukuman serupa perlu juga diberlakukan untuk pelaku pelecehan seksual, termasuk merehabilitasi mereka.

Pantas rasanya jika mereka diingatkan bahwa mereka adalah negara Islam yang semestinya memberi contoh tindak tanduk yang sesuai dengan ajaran Islam yang benar. Wajar saja jika ada penelitian yang menyebutkan justru beberapa negara Eropa dan Skandinavia menunjukkan perilaku yang lebih islami daripada negara Islam sesungguhnya.

Walaupun tidak ada hubungan secara langsung, kasus kematian jurnalis Washington Post Jamal Khashoggi dan serangan militer ke Yaman menjadi contoh rapor merah pemerintah Arab Saudi dalam ihwal kemanusiaan. Citra Muhammad bin Salman yang sempat menarik atensi dunia menjadi dipertanyakan, dengan pendekatan tidak manusiawi yang ia buat.

Muhammad bin Salman yang memberi hak perempuan untuk mengendarai mobil, menonton di bioskop, memakai bikini di pantai, dan memberi paspor Arab Saudi kepada robot Sophia percuma saja jika perlakuan amoral tetap hadir di Arab Saudi.

Perubahan apapun yang ia lakukan tak akan mengubah pandangan buruk dunia kepada Arab Saudi jika ini terus terjadi. Apalagi publik dunia terus menyoroti kematian Jamal Khashoggi. Malahan, seorang penulis buku Kings and Presidents: Saudi Arabia and the United States Since FDR, Bruce Riedel mengatakan, “I think his (MBS) image is now irreparably tarnished, if not shattered.”

Pembunuhan Jamal Khashoggi terjadi pada 2 Oktober 2018 di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki. Namun, titik terang apa yang dilakukan kepada Khashoggi dan dibawa ke mana tubuhnya masih belum jelas. Surat kabar pro pemerintah Turki melaporkan tubuh Khashoggi dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam 5 koper berbeda.

Otoritas Turki mensinyalir 15 orang Arab Saudi telah membunuh Khashoggi dengan salah satu dari mereka memegang gergaji tulang. Pembunuhan secara barbar dan tidak manusiawi ini sempat terekam suaranya. Tidak mungkin pihak Arab Saudi tidak mengetahui hal ini, bahkan tindakan ini terjadi di Konsulat Arab Saudi yang menjadi wilayah kekuasaan administrasi mereka.

Berbagai pihak meyakini pembunuhan Khashoggi disebabkan sikap kritisnya kepada pribadi Muhammad bin Salman. Jamal Khashoggi pernah bekerja untuk keluarga kerajaan Arab Saudi sebelum Muhammad bin Salman mengambil alih pemerintahan Arab Saudi dari Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud. Setelah penyerahan kekuasaan kepada Muhammad bin Salman, Khashoggi meninggalkan keluarganya di Arab Saudi untuk pindah ke Turki dan kerap mengkritik kebijakan Muhammad bin Salman.

Melalui Washington Post, Khashoggi mengkritik kebijakan Arab Saudi yang memblokade ekonomi Qatar, bekerja sama dengan Israel untuk menyerang Iran, menangkap aktivis perempuan Loujain Al-Hathloul, dan melancarkan serangan militer ke Yaman. Khashoggi menilai Muhammad bin Salman hanya ingin menarik simpati dunia dengan gerakan pembaharuan Arab Saudi untuk membungkam kejahatan manusia yang ia lakukan.

Dalam kasus kejahatan perang di Yaman, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab diketahui menggunakan senjata fosfor putih yang dipasok dari AS. Tidak hanya menyebabkan korban tewas, korban luka pun sangat parah. Mereka yang terkena senjata ini mengalami luka bakar dan kulit mereka luruh. Mata mereka pun buta dan dada mereka sesak. Banyak di antara mereka yang kehilangan rumah dan terpaksa menjadi pengemis di pinggir jalan. 22 juta orang Yaman hidup terlunta-lunta dalam kelaparan dan kehilangan keluarga.

Serangan terhadap Yaman ini dilancarkan untuk memukul kelompok Houthi yang berafiliasi dengan Iran. Negara tetangga Arab Saudi ini pun semakin miskin dan hancur dibuat negara sentral di jazirah Arab.

Tentu perlakuan Arab Saudi ini sama sekali bukan tingkah sebagaimana yang diajarkan oleh Islam dan Nabi Muhammad SAW. Ketika banyak muslim Indonesia tidak hanya berkiblat kepada Ka’bah di Makkah, mereka juga mengagumi kehebatan ulama-ulama Arab Saudi.

Namun, ketika perilaku raja dan pangeran mereka kepada saudara muslim begitu biadabnya, para ulama di sana tidak bisa melakukan apa-apa. Masihkah kita mengagumi mereka secara buta? Saya pikir tidak. Rasanya tidak perlu kita memandang ia berasal dari Arab Saudi atau bukan, asal ia berpolah sesuai dengan ajaran Islam dan Al-Quran yang sejati.

Referensi:

https://www.nytimes.com/2018/08/28/world/middleeast/un-yemen-war-crimes.html

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.