Jumat, November 14, 2025

Tragedi Sudan dan Perlunya Menjaga Kesehatan Politik Bangsa

- Advertisement -

Akhir September, tragedi kemanusiaan kembali berulang. Belum usai kejahatan perang yang dilakukan Israel terhadap Palestina, dunia sekali lagi dibuat terbelalak dengan kejadian yang masih hangat. Tanah subur yang dilintasi aliran sungai Nil menjadi saksi hilangnya ribuan nyawa warga sipil yang tidak berdosa.

Tidak kurang dari 24 jam, kota Al Fasher dipenuhi dengan mayat mengunggung. Satelit menangkap gambar tumpukan objek seukuran manusia di sejumlah tempat beserta warna merah yang menggenang di tanah-tanah lapang. Ini jelas bukan kejahatan biasa. Banyak yang menganggapnya sebagai sebuah pembataian dan genosida. Sekali lagi dunia internasional mengecam kejahatan kemanusiaan yang sedang terjadi. Apa yang terjadi di Sudan bukan hanya tragedi politik, tapi juga ujian kemanusiaan yang harusnya menyentuh hati nurani dan akal sehat.

Secara ringkas, terlepas dari isu proxywar dari negara lain, konflik Sudan melibatkan dua kelompok yang berebut kekuasaan politik. SAF (Sudanesse Armed Forces) beradu senjata dengan RSF (Rapid Suport Forces). SAF sendiri mulanya adalah tentara resmi pemerintah Sudan, sementara RSF adalah paramiliter yang dibentuk oleh presiden Omar Al Bashir di tahun 2013 untuk melakukan “pekerjaan-pekerjaan kotor” yang tidak bisa dilakukan SAF. Pasca Omar Al Bashir lengser di tahun 2019, hubungan keduanya sempat terjalin mesra sebelum akhirnya kandas dengan tensi panas di tahun 2023. SAF menghendaki RSF melebur dengan mereka secepat mungkin. Namun RSF menolak karena khawatir kehilangan kekuasaan. Mulai dari titik tersebut, Sudan jatuh pada pertikaian dua kelompok dengan krisis nilai, moral dan kemanusiaan.

Dalam kacamata Islam, jalan islah atau menjaga perdamaian lebih ditekankan daripada meraih kemenangan. Ini tercermin dalam kaidah ushul fikih yang mashur di pesantren dan akademisi muslim.“Darul mafasid muqodam ala jalbil mashalilh.” Mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada memperoleh kemanfaatan.

Contoh sederhananya adalah larangan berkumur secara berlebihan saat berwudhu di siang hari bulan Ramadhan. Meskipun berkumur pada saat berwudhu hukum dasarnya adalah anjuran, namun karena adanya kerusakan yang berpotensi timbul –batalnya puasa maka anjuran tersebut berubah menjadi larangan. Maka dalam kaitannya dengan perebutan kekuasaan di Sudan, sudah seharusnya mencegah adanya tumpah darah dan kesengsaraan masyarakat sipil lebih diutamakan daripada memperoleh manfaat berupa kemenangan dan kekuasaan bagi militer.

Krisis yang tengah terjadi di Sudan sudah seharusnya membuat kita mengaca diri. Kita barangkali memang tidak tengah dalam situasi perang atau pertikaian. Namun bibit-bibitnya bisa ditemui dengan mudah di sekitar. Sering kita terbelah oleh narasi dan kepentingan-kepentingan tiap kelompok. Runcingnya politik identitas, menyebarnya berita bohong (hoaks), saling curiga, hingga prasangka buruk  bisa menjadi pemantik bara bagi persatuan bangsa. Jika persatuan terkoyak, maka tinggal menunggu waktu hingga stabilitas negara dan kesejahteraan masyarakat menjadi korbannya.

Dari Sudan, Kita bisa belajar pentingnya menjaga kesehatan politik bangsa. Politik yang sehat bukan hanya soal siapa yang menang atau hasil survei yang memuaskan di atas kertas. Tapi soal bagaimana ego, keinginan untuk menang dan hasrat berkuasa bisa dikontrol dengan baik. Kekuasaan harusnya diperoleh dan dijalankan dengan etika, kejujuran, adab dan kepedulian. Bukan dengan ego yang meninggi dan jalan kekerasan.

Tragedi kemanusiaan Sudan juga mengingatkan kita sebagai bangsa dengan beragam etnis dan kelompok, sudah seharusnya kita menjunjung tinggi persatuan. Sementara bagi kelompok elit atau pemilik kekuasaan dan senjata, menjaga akal sehat, kasih sayang, dan persaudaraan jauh lebih penting daripada memenangkan pertempuran politik sesaat. Bila nilai-nilai itu tetap kita pegang, Indonesia tidak hanya selamat dari perpecahan, tetapi juga tumbuh menjadi teladan bagi dunia tentang bagaimana agama, politik, dan kemanusiaan bisa berjalan seiring dalam damai.

Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.