Keputusan yang dikeluarkan oleh Gedung Putih selalu menuai kontroversi. Seperti pada Desember 2017 lalu, dunia internasional kembali digemparkan dengan keputusan Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Israel dan akan segera memindahkan kedutaan besarnya, yang sebelumnya berada di Tel Aviv, ke Yerusalem. Keputusan itu pun akhirnya benar-benar ter-realisasikan, pada 14 Mei lalu secara resmi AS memindahkan kedutaannya.
Meskipun protes keras dan kecaman datang dari berbagai pihak, termasuk para pemimpin dunia, Trump tetap teguh dengan pendiriannya untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem. Bahkan, dilaporkan oleh VOA sedikitnya 37 orang Palestina tewas dan ratusan orang luka-luka dalam bentrokan dengan pasukan Israel di perbatasan Gaza dengan negara Yahudi tersebut.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa posisi tawar menawar (bargaining posistion) Amerika Serikat sangatlah kuat. Hal tersebut tidak lain dikarenakan Amerika Serikat merupakan negara Super Power di mana memiliki kekuatan ekonomi, militer dan politik sangat kuat dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Bahkan, saking kuatnya, kebijakan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat dapat mempengaruhi situasi internasional dan politik luar negeri suatu negara.
Terpilihnya Donald J. Trump sebagai presiden Amerika Serikat ke 45 semakin menambah daftar panjang kebijakan kontroversial Amerika Serikat, salah satunya adalah kebijakan pemindahan ibukota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Berikut tiga alasan mengapa Trump berani mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel
1. Hasil Kongres 1995
Keputusan Trump ini sebenarnya merupakan penegasan pemberlakuan Jerusalem Embassy Act yang dikeluarkan Kongres pada 23 Oktober 1995. Hasil Kongres tersebut seharusnya mulai berlaku paling lambat 31 Mei 1999. Tetapi presiden sebelum Trump “tidak berani” mengambil langkah tegas dalam pemberlakuan hasil kongres tersebut.
Mulai dari Bill Clinton, George W. Bush Jr., dan Barrack Obama, dalam kampanyenya untuk pemilihan presiden, mereka menjanjikan untuk merealisasikan pemberlakuan hasil kongres tersebut. Namun dalam praktiknya, mereka tidak berani merealisasikannya dengan alasan menjaga stabilitas Timur Tengah, sehingga tiap 6 bulan sekali, mereka mengeluarkan surat yang berisi penundaan pemberlakuan kebijakan tersebut.
Jadi memang sebenarnya rakyat Amerika Serikat, melalui kongres, sudah lama menginginkan adanya pemindahan kedutaan Amerika Serikat ke Yerusalem.
2. Kemampuan Ekonomi dan Militer
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Amerika merupakan negara Super Power dimana memiliki kemampuan Ekonomi, Militer, dan Politik yang kuat untuk melakukan bargaining position (posisi tawar-menawar) dengan negara lain. Dalam bidang perekonomian, Amerika Serikat selalu menarik perhatian dunia dengan memiliki posisi yang strategis. Naik turunnya perekonomian Amerika, sangat sangat mempengaruhi perilaku perekonomian global. Tidak sedikit negara negara didunia yang bergantung dengan Amerika Serikat sebagai kiblat perekonomiannya.
Dalam hal militer/pertahanan, Amerika Serikat tidak dapat diragukan lagi. Sejak masa perang dunia hingga masa modern sekarang ini, militer Amerika Serikat masih disegani oleh banyak negara di dunia. Amerika bergabung menjadi anggota NATO (North Atlantic Treaty Organization) yang mana merupakan aliansi militer besar pada masa perang dingin dan rival dari Pakta Warsawa. Selain itu, teknologi yang dimiliki Amerika Serikat dalam bidang militer sangatlah modern dan maju dibandingkan negara negara lainnya di dunia.
Kemampuan kemampuan itulah yang digunakan oleh Amerika Serikat untuk melakukan bargaining position bahkan tak jarang untuk melakukan hegemoni ke negara negara lain. Tidak heran, Trump berani untuk menyatakan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Israel karena ia berfikir bahwa sudah saatnya melaksanakan apa yang diminta rakyat melalui Kongres 1995 tanpa mengindahkan saran internasional.
Menurutnya, hal ini merupakan kedaulatan Amerika Serikat sebagai sebuah negara yang berdaulat untuk melakukan apa yang seharusnya mereka ingin lakukan. Faktanya, Trump yang merupakan pemimpin yang ultra-nasionalis merasa bahwa negaranya memiliki kemampuan yang negara lain tidak punya alasan untuk menandinginya.
3. Lobi Yahudi
Kedekatan Amerika Serikat dan Israel bukan tanpa alasan. Ketika pertama kali benua Amerika ditemukan dan berdirinya negara Amerika Serikat, kaum Yahudi memiliki peranan yang penting, tak ayal Amerika sangat dekat dan melindungi serta mendukung Israel dengan segala cara sebagai negara Yahudi terbesar di dunia.
Selain alasan historis, keinginan Amerika Serikat untuk menguasai Timur Tengah yang kaya akan minyak diindikasikan menjadi alasan utama harmonisnya kedua negara ini. Di satu sisi, Israel seperti mendapat jaminan ekonomi, politik dan keamanan oleh Amerika Serikat karena pengaruh Amerika Serikat di kancah Internasional.
Amerika Serikat sangat sangat mendukung Israel dalam segi apapun. Bahkan ketika wacana pendirian negara Israel, Amerika Serikat merupakan negara yang paling vokal untuk memperjuangkan berdirinya negara Israel diikuti negara negara barat lainnya. Setelah berdirinya negara Israel pun, Amerika Serikat merupakan salah satu dari sekian negara yang pertama kali mengakui adanya negara Israel dan segera membuka hubungan diplomatik kedua negara.
Pejabat pejabat Israel punya lobi yang luar biasa kuat di Gedung Putih sehingga kebijakan kebijakan Amerika Serikat dapat sangat menguntungkan negara Yahudi tersebut. Termasuk soal kebijakan terbaru Amerika Serikat tentang pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota negara Israel. Dengan adanya keputusan sepihak dari Trump ini seakan memberikan gambaran final tentang perdebatan kepemilikan hak atas Yerusalem yang masih diperebutkan oleh Israel dan Palestina.
Itulah tiga alasan mendasar mengapa Trump sangat berani mengambil keputusan tersebut. Walaupun banyak pemimpin dunia yang mengecamnya, sepertinya akan sulit menentang kebijakan Amerika Serikat tentang Yerusalem ini.