Senin, April 29, 2024

Tidak Meratanya Akses Transportasi Bagi Warga Kabupaten Bekasi

Rizky Surya Nugraha
Rizky Surya Nugraha
Sedang membiasakan menulis lebih banyak, berpikir secara realistis, dan menggeluti hobi bernyanyi.

Meskipun belatarbelakang orang tua perantauan yang tidak lahir di Bekasi. Bisa dibilang saya tetaplah warga Bekasi karena lahir, besar, dan tumbuh di Bekasi. Sebuah wilayah yang selalu disebut orang sebagai ‘planet’ tersendiri.

Tapi sejujurnya, bagi warga Bekasi sekalipun keterasingan itu masih terasa relevan di beberapa tempat, apalagi mereka yang tinggal di wilayah Kabupaten. Jadi, ya saya sepakat lah kalau Bekasi itu dibilang mirip planet yang agak jauh dari Bumi. Ada beberapa alasan mengapa saya pada akhirnya mengatakan bahwa akses transportasi di Kabupaten Bekasi itu tidak merata. Karena ketersediaan transportasi di beberapa sektor nyatanya tidak sebanding dengan melonjaknya populasi orang-orang di Bekasi.

Transmigrasi selalu menjadi fenomena paling umum yang terjadi di beberapa negara, tidak terkecuali di Indonesia. Kondisi yang paling umum adalah aktivitas merantau yang biasa dilakukan oleh masyarakat dari daerah ke kota. Masalahnya, sudah terlalu banyak orang yang mencoba untuk mengadu nasib dari kampung halaman ke Ibukota Jakarta. Sehingga Jakarta kian hari semakin ramai dan padat, imbasnya adalah orang-orang yang bekerja di Jakarta seringkali tinggal di kota-kota terdekatnya. Seperti Bekasi, Bogor, Depok, dan Tangerang.

Dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Detik Finance tercatat jumlah orang yang bekerja di luar kota tempat tinggalnya per Agustus 2022 sebesar 0,37%. Pekerja didominasi dari luar kota atau disebut juga pekerja komuter yang berjumlah 8,07 juta orang. Dengan kata lain, sebanyak 5,97% dari keseluruhan pekerja di Indonesia. Mereka pergi bekerja ke luar kota dan kembali pulang di hari yang sama

Dengan keadaan seperti itu, saya merasa kalau Bekasi masih belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakatnya akan kenyamanan bertransportasi. Pada kesempatan kali ini, izinkan saya untuk membahas tentang permasalahan akses transportasi yang dirasa kurang memadai. Tulisan ini berdasarkan pengalaman dan pengamatan pribadi selama tinggal di Kabupaten Bekasi dan dilakukan dengan seobjektif mungkin. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada juga beberapa aspek yang sekiranya perlu diapresiasi.

Angkot yang Keadaannya Semakin Berkurang

Daerah rumah saya yang berada di wilayah Kabupaten Bekasi. Rumah saya berada di otonomi Kecamatan Tambun Selatan, dan keadaan angkot yang beroperasi sudah tidak sebanyak dulu. Keberadaan ‘si merah’ semakin jarang untuk ditemukan.

Misalnya Angkot di wilayah rumah saya yang berkode K-23 dengan rute Terminal Bekasi – Tambun – Cimuning – Setu. Rute ini PP secara berulang, dan waktu untuk menunggunya lumayan lama. Untuk orang-orang yang membutuhkan efisiensi dan kejelasan waktu, angkot Bekasi masih belum bisa diandalkan. Keadaannya lebih seperti formalitas adanya angkot di sebuah wilayah. Siapapun yang ingin pergi ke tempat di rute tersebut memanglah ada. Tapi kemudian ini tidak serta menjamin kedatangannya tepat waktu.

Mengutip dari jurnal penelitian yang dilakukan oleh Dr. Made Suraharta, MT seorang dosen di PTDI-STTD berjudul Kajian Konektivitas Angkutan Umum di Jalan di Wilayah Kabupaten Bekasi. Beliau menjelaskan bahwa jumlah trayek angkutan umum (angkot) yang kini beroperasi di wilayah Kabupaten Bekasi semakin berkurang sepanjang tahun. Dari total 33 trayek, hanya tersisa 13 trayek yang beroperasi.

Menurutnya hal ini disebabkan oleh semakin bekurangnya minat perjalanan pada wilayah tertentu. Ini juga merupakan dampak dari layanan angkot yang kurang memadai. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap keberlanjutan pelayanan angkutan kota sehingga kelayakan angkotnya pun semakin dipertanyakan.

Sulitnya Akses dari Wilayah Kabupaten

Keluhan tentang sulitnya akses dari wilayah Kabupaten Bekasi ke pusat transportasi di Bekasi juga sejalan dengan minimnya rute angkot tersebut. Menurut Dr. Made Suraharta, MT, ini disebabkan oleh cakupan wilayah pelayanan jaringan trayek yang belum menyentuh seluruh daerah potensial di Kabupaten Bekasi.

Cakupan wilayah trayek angkot di Kabupaten Bekasi masih sekitar 33% dari total wilayah Kabupaten Bekasi. Masih banyak wilayah potensial lain di Kabupaten Bekasi tidak mendapatkan layanan angkutan umum. Selain karena kurangnya trayek, ditambah lagi dengan banyaknya trayek yang mati. Tumpang tindih trayek yang terlalu besar juga menjadi permasalahan serius di Kabupaten Bekasi.

Akhirnya banyak dari masyarakat di Kabupaten Bekasi yang lebih memilih transportasi online dan kendaraan pribadi. Karena tujuan utama dari transportasi umum yang seharusnya memudahkan mobilitas pada realitanya tidak benar-benar memudahkan akses masyarakatnya. Efeknya adalah volume kendaraan pribadi yang kian hari semakin banyak, dan kemacetan dimana-mana. Mereka yang bekerja di luar kota cenderung naik motor dari rumahnya seperti dari daerah Cikarang, Mustikajaya, atau Tambun dan menitipkannya di parkiran umum dekat stasiun atau terminal.

Stasiun Tambun yang Memprihatinkan dan Keterbatasan Jumlah Kereta Setelah Stasiun Bekasi

Bekasi total memiliki 6 stasiun kereta. Yaitu Stasiun Bekasi, Stasiun Bekasi Timur, Stasiun Tambun, Stasiun Cibitung, dan Stasiun Cikarang. Untuk akomodasi perjalanan kereta jarak jauh hanya bisa dilakukan di Stasiun Bekasi dan Cikarang. Sedangkan KRL bisa dilakukan di semua stasiun yang ada di Bekasi. Di antara 6 stasiun tersebut, hanya Stasiun Bekasi dan Stasiun Bekasi Timur yang berada di wilayah Kota Bekasi dan sisanya masuk di wilayah Kabupaten Bekasi. Dari keenam stasiun tersebut, kondisi Stasiun Tambun bisa dibilang belum cukup baik dibanding kelima stasiun lainnya.

Kabar baiknya, per Juli 2022 akhirnya Stasiun Tambun mulai dilakukan renovasi. Meskipun terbilang terlambat, aktivitas ini setidaknya lumayan berdampak positif bagi warga tambun yang sering menggunakan moda transportasi KRL. Renovasi mulai dilakukan dengan salah satu fokus utama adalah pada kelayakan peron yang beberapa sudah lebih baik. Meskipun begitu, masih banyak peron yang belum benar-benar memiliki kanopi dan ruang tunggu yang bukan dengan tangga besi.

Satu hal lain yang tidak menyenangkan apabila naik dan turun KRL di Stasiun Bekasi Timur sampai Stasiun Cikarang adalah jumlah kereta yang beroperasi. Rata-rata kereta hanya berhenti sampai Stasiun Bekasi, dan agak lama untuk menunggu kereta yang benar-benar pemberhentian akhirnya di Stasiun Cikarang. Pilihannya adalah naik kereta yang pemberhentian akhirnya di Stasiun Bekasi dan turun di sana. Kemudian  untuk melanjutkan dengan kereta selanjutnya yang pemberhentian akhirnya di Stasiun Cikarang.

Pilihan Transportasi yang Beragam Tapi Masih Belum Maksimal dan Saling Terkoneksi

Sebenarnya, pilihan transportasi di Bekasi termasuk yang lumayan lengkap dari berbagai sektor. Hanya saja koneksi untuk menuju ke titik-titik pusat dari daerah Kabupaten atau bahkan perbatasan terbilang sulit.

Masih banyak warga Kabupaten Bekasi yang lebih memilih menggunakan ojol atau kendaraan pribadi untuk sampai ke stasiun dan terminal. Karena saya belum melihat keseriusan pemerintah Bekasi baik itu Kota ataupun Kabupaten membuat wilayahnya rapih dan tertata. Karena, solusi dari kemacetan itu bukan dengan membangun jalan lebar dan toll, tapi menciptakan transportasi yang nyaman dan saling terkoneksi satu sama lain.

Rizky Surya Nugraha
Rizky Surya Nugraha
Sedang membiasakan menulis lebih banyak, berpikir secara realistis, dan menggeluti hobi bernyanyi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.