Penghinaan terhadap hakim merupakan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim yang seringkali disebut dengan PMKH. Menurut Peraturan KY Nomor 8 Tahun 2013 Pasal 1 Angka 2 : ”Perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim adalah perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim di dalam maupun di luar persidangan, menghina hakim dan pengadilan”.
Masyarakat masih awam dengan perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim, dan hal ini merupakan masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian. Merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim adalah tindakan yang tidak hanya melanggar etika dan norma sosial, tetapi juga mengancam keberhasilan sistem peradilan dan demokrasi itu sendiri.
Maka dari itu, tidak ada ruang bagi PMKH dalam sebuah demokrasi yang berfungsi. Hakim memiliki peran penting dalam menegakkan keadilan, melindungi hak-hak individu, dan memastikan penegakan hukum yang baik. Penting bagi masyarakat untuk menghormati hakim dan yakin bahwa mereka melaksanakan tugas mereka dengan tidak memihak dan independen.
Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan berada pada tangan rakyat. Keadilan harus menjadi prinsip dalam semua keputusan dan tindakan di dalam sistem ini. Hakim adalah pilar penting dalam menjaga keadilan tersebut. Tugas mereka adalah untuk menyelesaikan perkara hukum berdasarkan fakta, bukti, dan hukum yang berlaku. Penghinaan terhadap hakim merupakan serangan terhadap integritas dan otoritas mereka, dan dapat membahayakan kemandirian dan efektivitas sistem peradilan.
Penghinaan terhadap seorang hakim dapat merujuk pada berbagai tindakan dan perilaku yang merusak integritas atau reputasi hakim tersebut. Hal ini dapat mencakup penghinaan verbal, ancaman fisik, dan penyebaran fitnah dan rumor yang bertujuan untuk merendahkan martabat mereka. Motivasi di balik perilaku semacam ini sering kali timbul dari ketidakpuasan terhadap putusan hakim atau ketidaksukaan terhadap sistem peradilan secara keseluruhan. Namun, tanpa memandang alasan yang ada, penghinaan terhadap hakim tidak dapat dibenarkan dalam demokrasi yang berfungsi.
Salah satu alasan utama mengapa penghinaan terhadap hakim tidak boleh ditoleransi adalah karena dapat mengancam kemandirian kehakiman. Hakim harus bebas dari pengaruh eksternal dan tekanan politik dalam membuat keputusan. Mereka harus dapat menilai perkara berdasarkan fakta dan hukum yang relevan tanpa ada rasa takut atau intimidasi. Ketika hakim dihina atau diancam, hal itu dapat mempengaruhi pengambilan keputusan mereka dan juga melemahkan integritas sistem peradilan.
Lebih lanjut, penghinaan terhadap hakim merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Sangat penting bagi masyarakat untuk percaya bahwa hakim bertindak secara adil dan tidak memihak. Kurangnya penghormatan terhadap hakim dapat mempertanyakan kemampuan mereka dalam memutus perkara dengan keadilan dan kebijaksanaan yang diperlukan. Keraguan semacam itu dapat mengguncang dasar-dasar demokrasi dan memperkuat ketidakpercayaan terhadap kekuasaan kehakiman.
Penting untuk diingat bahwa hakim juga manusia dan tidak luput dari kesalahan. Mereka juga dapat membuat keputusan yang kontroversial di kalangan beberapa orang. Namun, dalam demokrasi yang berfungsi, terdapat mekanisme yang telah ditetapkan sesuai proses hukum yang berlaku, yaitu dengan cara mengajukan upaya hukum banding atau melaporkan ke Komisi Yudisial RI jika terdapat hakim yang melakukan perbuatan tercela atau tidak profesional. Menghina hakim bukanlah cara yang tepat untuk menyatakan ketidakpuasan atau ketidaksetujuan terhadap putusan mereka.
Perlu kita ketahui bahwasanya ketika kita melakukan PMKH maka kita pun akan menghadapi sanksi yang sudah diatur dalam regulasi, salah satunya pada Pasal 212 KUHP: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan kepada seseorang pegawai negeri yang melakukan pekerjaannya yang sah, atau melawan kepada orang yang waktu membantu pegawai negeri itu karena kewajibannya menurut undang-undang atau karena permintaan pegawai negeri itu, dihukum, karena perlawanan, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“. Selain itu juga terdapat pasal lain mengenai sanksi pidana atas perbuatan PMKH yaitu pada Pasal 217 dan Pasal 351 KUHP.
Selain itu, kemajuan dalam media sosial dan teknologi informasi memainkan peran penting dalam penyebab terjadinya PMKH. Perkembangan media sosial memberikan individu platform yang luas untuk menyampaikan pendapat mereka tanpa batasan atau tanggung jawab. Hal ini telah menyebabkan banyaknya terjadi kasus PMKH yang dilakukan di media sosial. Ketidaktahuan masyarakat mengenai etika penggunaan media sosial dan kurangnya kesadaran akan implikasi hukum dari praktik tersebut juga ikut berperan dalam penyebab terjadinya PMKH.
Penting untuk mencari solusi guna mengatasi kurangnya pemahaman dan pengakuan masyarakat terhadap tindakan yang merugikan kehormatan dan martabat hakim. Pelatihan hukum yang lebih komprehensif dan efektif harus dimasukkan ke dalam kurikulum untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang peran dan pentingnya hakim dalam sistem peradilan. Selain itu, kampanye sosial dan program informasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mengenai etika penggunaan media sosial dan implikasi hukum dari merendahkan hakim juga perlu dilakukan.
Untuk memastikan demokrasi berfungsi dengan baik, sangat penting bagi masyarakat untuk menunjukkan sikap yang baik kepada hakim. Ini tidak berarti bahwa hakim harus dianggap tidak tergantikan atau bahwa putusan mereka tidak boleh dikritik. Namun, kritik harus dilakukan dengan cara yang menghormati dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Dalam demokrasi yang berfungsi, hakim memainkan peran penting dalam menjaga keadilan dan mempertahankan keberlanjutan sistem peradilan. Mereka memiliki tanggung jawab untuk memberikan putusan yang adil, melindungi hak-hak individu, dan menjamin kepastian hukum.
Oleh karena itu, tidak ada ruang bagi penghinaan terhadap hakim. Pengabaian semacam itu merusak integritas sistem peradilan, mengancam kemandirian hakim, dan memperkuat ketidakpercayaan terhadap kekuasaan kehakiman. Sebagai masyarakat yang beradab, kita harus memperlakukan hakim dengan baik dan mempercayai bahwa mereka bertindak demi kepentingan keadilan dan kepentingan publik.