Minggu, Desember 8, 2024

Teknologi Pertanian dan Minat Bertani Generasi Muda

Fadli Hafizulhaq
Fadli Hafizulhaq
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas
- Advertisement -

Sekitar tahun 2017 lalu, di sebuah acara di salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) ternama, Presiden Joko Widodo pernah mempertanyakan mengapa banyak lulusan perguruan tinggi tersebut yang bekerja di bank. PTN tersebut dikenal sebagai kampus pertanian favorit yang kerap menjadi tujuan kuliah calon mahasiswa dari daerah di seantero Indonesia.

Meski yang disindir adalah lulusan kampus terkait, nyatanya realitas tersebut juga terjadi pada lulusan pertanian dari kampus-kampus lain yang tersebar di negeri ini. Alumni pertanian seperti kehilangan minat pada sektor yang mestinya mereka ramaikan dan kembangkan.

Rendahnya minat bertani generasi muda berimplikasi pada sedikitnya jumlah petani dari kelompok umur mereka. Dikutip dari kompas.id, persentase jumlah petani di kelompok umur 16-30 tahun terus berkurang. Pada 2017 lalu, persentasenya masih 20,79 persen dari total petani, namun menurun menjadi 18 persen pada 2022. Fenomena ini sangat mengkhawatirkan sebab jika tren tersebut berlanjut, dunia pertanian Indonesia kelak dapat kehilangan penyokongnya.

Faktor Penyebab

Persoalan rendahnya minat generasi muda untuk bertani ini tidak terlepas dari masalah persepsi dan gengsi. Hingga saat ini, stigmatisasi terhadap profesi petani masih umum terjadi di Indonesia. Petani dinilai sebagai profesi yang dijalani oleh kaum menengah ke bawah. Terlebih jika kita bicara tentang padi dan sawah, anak muda seperti enggan untuk bermain lecah.

Mispersepsi terhadap dunia pertanian tersebut berdampak pada gengsi mereka. Menjadi petani seolah menurunkan kehormatan atau harga diri mereka. Hal ini diamini oleh Ben White (2012) dalam artikel ilmiahnya yang bertajuk “Agriculture and the Generation Problem: Rural Youth, Employment and the Future of Farming”. White menilai ada beberapa alasan mengapa generasi muda berpaling dari masa depan pertanian dan pedesaan.

Pertama, penyebab rendahnya minat bertani generasi muda adalah hilangnya kemampuan bertani dari diri mereka. Generasi muda, khususnya anak-anak petani, saat ini hampir tidak dilibatkan dalam proses pertanian. Salah satu penyebabnya adalah karena mereka disibukkan oleh pendidikan formal yang secara tidak langsung mendorong orang untuk tidak ingin menjadi pertani.

Kedua, masih kurangnya dukungan pemerintah setempat terhadap petani skala kecil juga membuat generasi muda sangsi untuk menghabiskan waktu dan tenaga pada kegiatan-kegiatan pertanian. Ketiga, masih menurut White, sulitnya akses terhadap lahan oleh generasi muda semakin menekan minat mereka untuk menjadi petani. Ketiga penyebab ini agaknya masih relevan jika kita bawakan ke kondisi sektor pertanian Indonesia.

Adaptasi Teknologi sebagai Solusi

Fenomena-fenomena yang terjadi di dunia pertanian tidaklah bisa kita anggap sebagai hal yang sepele. Lemahnya geliat pertanian dapat berdampak pada krisis pangan dunia. Oleh sebab itu, solusi untuk peningkatan minat bertani generasi muda perlu dicarikan dan diterapkan. Salah satu yang memungkinkan dan sesuai dengan perkembangan zaman adalah penerapan teknologi pertanian.

Dunia digital memberikan kemudahan bagi generasi muda untuk belajar dan meningkatkan kemampuan bertani. Belajar bertani saat ini bisa dilakukan hanya dari layar. Berbagai tutorial pertanian konvensional dan modern bisa ditemukan di kanal berbagi video seperti YouTube atau media lainnya. Materinya bahkan lengkap hingga langkah demi langkah dalam menanam hingga memanen.

Lebih lanjut, keberadaan teknologi digital juga dapat mempermudah generasi muda untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah maupun swasta. Hal itu meliputi pendanaan hingga pelatihan. Teknologi pertanian saat ini juga sudah sangat maju. Jika di masa lampau penanaman benih padi ke sawah dilakukan secara manual, sekarang petani memiliki opsi untuk menggunakan mesin transplanter. Penggunaan mesin akan mempercepat proses dan menghemat tenaga. Pengguna juga tidak perlu berlama-lama “bermain” lecah.

- Advertisement -

Terakhir, teknologi pertanian kekinian juga menawarkan solusi bagi generasi muda yang kesulitan dalam mendapatkan lahan. Sebut saja teknologi hidroponik yang tidak memerlukan tanah. Selain itu juga ada konsep vertical farming yang memungkinkan generasi muda untuk bertani pada lahan terbatas. Bahkan, pertanian kekinian dapat dilakukan pada tempat tertutup dengan sistem green house atau menggunakan grow light. Di luar itu masih banyak teknologi pertanian lainnya yang menunggu partisipasi generasi muda.

Fadli Hafizulhaq
Fadli Hafizulhaq
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.